4. Berdiskusi

4.6K 356 74
                                    

Jalan Hati : 4. Berdiskusi

"Allah tidak memberikan apa yang aku suka. Tetapi, Allah memberikan apa yang aku butuhkan dan apa yang pantas aku dapatkan."

...

"Bunda yang benar saja. Azka aja gak kenal siapa dia. Tapi, kalau cantik sih gak apa-apa. Azka terima kok Bun, tapi kalau gak cantik ... Azka gak mau ah Bun," jelasku pada Bunda dengan cengiran khasku.

Bunda berdecak sebal dan bertingkah sarkasme. Tapi semua itu tidak membuatku marah. Melainkan membuatku tertawa, karena wajah Bunda begitu lucu.

"Bun, Azka serius. Dia siapa?" tanyaku sekali lagi, karena memang aku ini sangat penasaran.

"Kenapa sih, pengen tahu aja deh. Memangnya apa urusan kamu?" kata Bunda terlihat seperti tidak ingin memberitahu dan tidak ingin diganggu.

"Kan tadi Bunda bilang dia calonnya Azka. Karena itu Azka tanya, siapa dia, Bun?" Aku berjalan mengikuti Bunda ke dapur.

Sampai berdiri di depan kulkas aku berkata lagi, "Bun, Azka pengen nikah."

Dan ya, ucapanku tadi berhasil membuat Bunda menatapku. Karena memang itu tujuanku. Bukan! Bukan soal menikah, tetapi tentang perempuan itu yang tadi berbicara dengan Bunda. Sungguh, aku sangat penasaran.

Sebab aku yakin kalau perempuan tadi adalah perempuan yang selama ini sedang kucari. Kalau benar itu dia, aku tidak apa jika diminta untuk menikahinya sekarang juga. Toh, dia adalah cinta pertamaku.

Dan kalau benar, aku tidak akan menyesal untuk melupakan Diana yang sudah dimiliki oleh Diki. Belum sepenuhnya dimiliki sih, tetapi suka pada perempuan yang disukai teman itu terasa aneh dan sedikit memberi beban. Jadi, aku lebih memilih mundur dengan teratur.

Jika bukan dia orangnya, kemungkinan, aku akan berpikir ulang. Atau bahkan, tidak akan menyetujui usulan nikah itu.

"Dia anaknya temen Bunda. Kenapa memangnya, kamu suka? Kalau suka Bunda jodohin kamu sama dia, mau?" ucap Bunda sekali lagi membuat aku terkejut dan diam dengan sekejap.

Saat ini aku tidak tahu harus senang atau sedih. Sebab Bunda ini sangat mengerti dan paham sekali akan keinginan anaknya. Tapi tunggu. Apa aku siap jika nanti aku harus menikah dengannya yang belum aku kenal? Entahlah.

"Tapi Bun, jangan dijodohin dulu. Azka kan gak kenal sama orangnya. Nanti kalau udah nikah ribut mulu, gimana?"

"Ya kita kenalan dulu dong. Kan tak kenal maka taaruf. Gimana sih kamu, gitu aja gak tahu. Dasar jomlo!"

Apa kata Bunda tadi? Aku hanya bisa menghela napas panjang seraya mengelus-elus dada. Kalimat istigfar keluar dari mulutku dengan sendirinya. Aku tidak habis pikir, Bunda ini ternyata baik, ralat sangat baik. Sampai tahu dan mengerti akan apa yang diinginkan anaknya. Memang Bunda yang pengertian. You are my everything.

"Jadi, Bunda kapan mau kenalin Azka sama dia?" aku bertanya tidak sabar, bahkan sampai senyum-senyum sendiri.

"Sabar dong. Besok malam kalau keluarganya gak keberatan," jawab Bunda.

"Azka gak keberatan kok Bun, kalau sekarang juga," kataku tidak nyambung, mungkin efek lama menjomlo.

Bunda memukul lenganku dengan sendok, pelan seraya terkekeh. Aku pun ikut tertawa setelah itu.

Kemudian, aku pamit masuk ke kamar untuk menaruh tas yang sedari tadi kugendong. Sampai di kamar aku meletakkan tas di kursi. Dan dengan santai aku meloncat ke tempat tidur. Tentunya dengan senyuman yang mengembang di wajahku.

[Azka] Jalan Hati ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang