10. Bersih-bersih

3.2K 284 2
                                    

Jalan Hati : 10. Bersih-bersih

"Anak-anak yang selalu mendahulukan orangtua dalam kesehariannya. Insyaa Allah akan dimudahkan rezekinya oleh Allah."

...


"Assalamu'alaikum, Azka! Kenapa pintunya di kunci?" Ayah mengeluarkan suara berat andalannya.

"Kamu kunci pintunya, Kak?" tanya Bunda menatapku dengan penuh keheranan.

Wajar saja sih Bunda seperti itu. Aku sendiri bingung, kenapa aku mengunci pintu di siang hari? Ah! Mungkin karena refleks melihat tingkah Melani yang langsung masuk ke rumah tanpa permisi.

"Iya Bun gak sengaja," jawabku lalu beranjak membukakan pintu.

Sampai di depan pintu aku langsung membukanya. Dan sudah ada sosok laki-laki paruh baya yang masih terlihat gagah itu berdiri di sana.

"Assalamu'alaikum Ayah, maaf pintunya gak sengaja Azka kunci," jelasku pada Ayah, dan semoga saja Ayah tidak marah.

"Wa'alaikumussalam, iya gak apa-apa. Mari masuk," ajak Ayah setelah aku menyalami tangannya.

Aku pun menutup pintu lagi, tanpa menguncinya, ya. Kemudian berjalan di belakang Ayah dengan santai. Sampai di ruangan tempat di mana Bunda dan Melani berada Ayah langsung duduk.

"Ayah kok udah pulang sih?" tanya Bunda.

"Iya, cuma Ayah pulang dulu mau ganti baju. Sekalian ajak Azka juga buat ikut kerja bakti di masjid," terang Ayah mengelap peluh dikeningnya.

Bunda mengangguk paham. Setelah itu, Ayah langsung pamit kepada kita untuk ke kamar mengganti baju. Tak lama, Bunda pun mengikuti Ayah. Jadilah hanya aku dan Melani saja di sini.

"Oh iya Mel, gue juga mau ganti baju sekalian salat zuhur dulu. Selagi nunggu Ayah ganti baju. Lo tunggu di sini, ya," ucapku pada Melani, "lo gak salat?"

"Gue lagi halangan Bang." Aku mengangguk, Melani mengeluarkan ponselnya dan langsung berselancar ke sana ke mari bersama sosial media.

Saat aku berjalan menaiki anak tangga, bayang-bayang masa kecilku melintas tanpa disuruh. Senyuman pun terbit mengenang masa itu. Saat itu, aku selalu mengekor di belakang Ayah ketika pergi ke masjid. Di saat aku sedang sakit pun aku memaksa Ayah untuk mengajakku. Padahal Ayah menyuruhku untuk beristirahat saja di rumah. Ayah memang panutanku dalam segala hal.

Karena itu, aku jadi berpikir. Jika kelak aku menjadi seorang Ayah, aku akan melakukan hal yang sama seperti Ayah. Aku tahu, tidak akan sama persis. Karena aku dan Ayah karakternya berbeda. Tetapi, didikan Ayah membuatku sadar untuk melakukan hal-hal baik. Sejatinya, hidup di dunia ini hanya sementara. Dan yang kekal hanya nanti di akhirat kelak.

Selesai mengganti pakaian dan menunaikan salat. Aku langsung keluar dan menemui Ayah yang sudah menunggu di tempat tadi. Masih ada Melani di sana, mungkin dia akan menginap malam ini.

"Ayo Yah, udah siap nih Azka," ucapku bersemangat.

Ayah mengangguk lalu berdiri. "Ayo, kita berangkat, ya Bun," kata Ayah menghampiriku.

"Assalamu'alaikum," ucap aku dan Ayah kompak.

"Wa'alaikumussalam," jawab dua perempuan beda usia itu. Lalu Ayah merangkulku dan kita berjalan bersama ke masjid.

Di jalan menuju masjid. Aku dan Ayah hanya berbicara tentang kuliahku. Dan aku pun menjawab seadanya. Karena, tidak ada yang harus aku keluhkan pada Ayah. Toh, yang kuliah itu aku bukan Ayah. Jadi, ya nikmati saja suka duka di masa kuliah ini.

[Azka] Jalan Hati ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang