Jalan Hati : 6. Berdua
"Lidah seseorang dapat menggambarkan bagaimana hatinya. (Ibnu Qayyim)"
...
"Kalian berangkat bareng?" tanya Diana tiba-tiba berdiri di sampingku.
"Iya, gak sengaja. Ini nih, gara-gara Azka nabrak temen kamu. Sekalian deh kita ajak buat bareng, kan kasihan kalau berangkat sendiri," ucap Diki langsung mendekat pada Diana.
"Serius? Lo gak apa-apa? Ada yang lecet, gak? Sakit?" cecar Diana berjalan menuju perempuan berwajah lugu itu dengan mendorongku cukup keras.
"Enggak apa-apa kok. Azka udah tanggung jawab juga, tenang aja, gue fine," jawabnya membuatku mengulas senyum.
"Ya udah ayo ke kelas," ajak Diana.
Saat mereka melewatiku, Diana menghentikan langkahnya dan langsung menatapku. Aku pun bingung dan hanya mengangkat salah satu alis. Tiba-tiba Diana tersenyum membuatku mengernyit. Jujur saja, aku tidak tahu kenapa Diana tersenyum padaku. Tapi, aku melihat Diana sangat berseri-seri. Kemudian mereka jalan dan pergi menjauh.
Saat aku bergeming memikirkan apa yang baru saja terjadi. Diki menepuk pundakku lalu bertanya, "Lo gak penasaran siapa nama temennya, Diana?"
Dengan refleks aku menepuk jidat. "Oh iya! Kenapa baru sekarang lo kasih tahunya, kenapa gak dari tadi?!"
Aku melihat ke belakang, dan mereka sudah jauh. Tidak mungkin juga aku berteriak. Kalau pun lari, tidah ah! Bisa-bisa keringat bercucuran nanti. Mending lain kali, kalau sudah ditakdirkan, jodoh pasti bertemu.
Kulihat Diki mengernyit lalu berjalan pergi meninggalkanku. Aku mengikuti, tiba-tiba Diki berhenti membuatku menabrak punggungnya yang terhalang tas.
"Lo kalau berhenti kasih sein dong!" ucapku sangat kesal, karena hidung mancungku terasa cenat-cenut.
"Ada apa sih?" tanyaku berjalan ke samping Diki.
"Ke kantin, yuk," ajak Diki tiba-tiba membuat aku menampar lengan kanannya.
"Lo mau bo---"
"Enggak! Dosennya gak masuk, yuk ah. Sekalian cari cewek, katanya lo mau tahu siapa nama temennya, Diana," jelas Diki berhasil meracuni otakku.
"Iya juga sih, eh, tapi ... emang mereka dosennya gak masuk juga?"
"Gak tahu," Diki menjawab sambil nyengir, kemudian berjalan lagi.
Aku berdecak sebal. "Ya udah, kita mau ke mana?"
"Perpustakaan? Eh tapi, kalau di perpustakaan gak bisa berisik. Gimana kalau ke kantin aja, mau gak, lo?" kata Diki terlihat sangat antusias.
Helaan napas keluar. "Enggak ah masih pagi, ngapain coba? Gue udah sarapan kok."
"Terus ke mana dong?!" teriak Diki membuatku terkejut.
"Santai kali, kita cari cewek aja. Kan tadi lo mau cari mereka," usulku, karena memang aku memiliki tujuan lain.
Kita pun berjalan beriringan menuju kelas Diana. Jangan tanya aku tahu atau tidak di mana letak kelas mereka. Karena sudah pasti aku tidak tahu. Aku hanya mengikuti langkah kaki seorang Diki saja. Sebab Diki hanya Diki yang saling memberi kabar pada Diana ketika di dalam mobil tadi.
Sebelum kita sampai di kelas Diana. Dari arah kanan ada perempuan yang memanggil namaku. Aku pun menoleh, tentu juga dengan Diki.
"Ki, gue gak salah lihat, kan? Kok si Diana manggil nama gue sih?" tanyaku bingung, pasalnya aku dengan Diana kan tidak saling kenal sebelumnya, hanya pernah mengagumi dalam diam saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Azka] Jalan Hati ✔
Spiritual[ SUDAH TERBIT ] Pesan di Shopee Jaksamedia 📆 11 Juli - 29 September 2019 Bismillah, kuharap takdirmu nanti akan bertemu dengan seseorang yang selalu menundukkan pandangannya terhadap lawan jenis. Sebagai sarana menjaga iman. Dan selalu mengangkat...