8. Berbuat Baik

3.8K 311 29
                                    

Jalan Hati : 8. Berbuat Baik

"Memangnya kenapa kalau hidup ini tidak sempurna? Karena hidup ini bukanlah surga. (Nouman Ali Khan)"

...

Helaan napas panjang terdengar sangat berat. Entah kenapa perasaan kesal mendominasi diri. Tidak tahu harus marah pada siapa. Aku mengacak rambut frustasi. Awan saja sudah berhenti menangis. Kenapa sekarang hatiku yang menjadi mendung. Tidak boleh dibiarkan, aku harus segera pergi ke masjid.

Untung saja waktu salat duha masih ada. Dengan langkah lebar aku kembali ke tempat duduk yang tadi aku dan Azkadina tempati. Aku melihat Diki tengah duduk sendiri di sana. Oh iya, Diana pasti ikut Azkadina masuk ke kelas. Mereka kan satu kelas. Tunggu! Kenapa sekarang aku memikirkan Diana?

Aku mengambil tas dan pamit pada Diki. Sebelum itu aku berkata, "Woy! Mau ikut ke masjid gak?"

"Ngapain?" tanya Diki membuatku berdecak kesal.

"Salat lah, ya kali mau kondangan. Emangnya ada yang lagi ijab kabul di sana," ucapku menarik kedua kakiku untuk berjalan.

"Assalamu'alaikum," bisikku tepat di telinga Diki.

"Wa'alaikumussalam. Duluan aja entar gue nyusul," jawab Diki masih fokus dengan benda pipih yang berada di kedua tangannya.

Dasar manusia zaman sekarang. Secara tidak langsung mereka menghabiskan waktu dengan benda pipih itu. Aku heran, benda persegi panjang itu kan termasuk abiotik. Tapi kenapa manusia-manusia sekarang betah sekali berlama-lama dengannya. Sampai-sampai makhluk hidup yang ada dimuka bumi ini pun terlupakan. Padahal dunia nyata tempat di mana mereka lahir, makan, tidur, mencari nafkah. Kenapa dunia maya saja yang diperhatikan. Tidak capek apa menunduk terus? Kan kasihan ibu jarinya, nanti kalau berotot bagaimana?

Omong-omong soal Azkadina, aku akan tanyakan pada Bunda nanti saja kalau sudah sampai di rumah. Sekarang, masuk masjid ambil wudu lalu salat dan berdoa. Insyaa Allah segala urusan akan dipermudah oleh Allah.

Sementara itu, saat aku sampai di depan masjid, aku mendengar seseorang tengah meringis kesakitan. Aku menengok ke arah kiri dan mendapati si Dodi teman sekelasku sedang duduk berselonjor seraya bersandar di tembok bercat hijau itu.

Karena penasaran, aku pun berjalan menghampirinya. "Lo kenapa, Dodi?" tanyaku kemudian berjongkok di hadapannya.

Dodi masih setia memegangi perutnya. Aku pikir mungkin Dodi sedang sakit perut. Tapi aku bingung juga, dia sebenarnya sakit perut atau pusing sih? Soalnya tangan kiri memegangi kepala dan tangan kanan meremas perut.

"Lo sakit apa?" tanyaku bingung refleks menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Aduh! Ini nih, sakit perut, pusing pula. Bantuin dong, beliin air mineral gue mau minum obat," pinta Dodi, mau tidak mau aku pun mengabulkan keinginannya.

Ya, bantu teman itu kan perbuatan yang baik. Sebaik-baik manuisa itu yang bermanfaat bagi orang lain. Dan sekarang aku ingin menjalankan perintah Allah itu. Selagi aku masih hidup, dan aku bersyukur aku masih bisa berjalan dengan tubuh yang sehat walafiat.

Tak lama aku kembali dengan membawa satu botol dan dua bungkus roti. Sebenarnya Dodi hanya menyuruhku membeli air. Tapi setahuku kalau orang mau meminum obat itu kan harus makan dulu. Jadi aku berinisiatif membelikan Dodi roti, hanya satu karena yang satunya lagi untukku. Aku juga lapar tahu.

"Nih, makan dulu rotinya. Lo punya penyakit mag, ya?" tanyaku seraya memakan roti yang sudah kubeli tadi.

"Iya, eh thanks ya Akza. Sorry banget gue ngerepotin lo. Oh iya, lo mau salat?" Dodi mulai memakan roti pemberianku dengan lahap, efek lapar kali, ya.

[Azka] Jalan Hati ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang