13. Berolahraga

2.6K 239 57
                                    

Jalan Hati : 13. Berolahraga

"Bebaskan rasa sumpek dengan melakukan kegiatan yang positif. Olahraga contohnya."

...

Aku tidak bisa menahan mulutku untuk terbuka. Saat Diana tiba-tiba datang ke rumah. Untuk apa coba?

"Assalamu'alaikum," ucap Diana berjalan menghampiri kita berempat.

"Wa'alikumussalam," jawab kita semua dengan kompak.

"Ada apa Diana pagi-pagi ke rumah, Bunda?" tanya Bunda berdiri lalu berjalan menghampiri Diana.

Posisi Diana sekarang sudah duduk bersama Bunda. Aku dan Melani saling melemparkan pandangan heran.

"Ini Bun, ada roti buat Bunda dari paman Diana," ucap Diana kemudian seraya tersenyum.

Bunda membalas senyuman Diana dengan sangat baik. Lalu Bunda berkata, "Wah, makasih Diana."

"Omong-omong, itu dari pak Zaki atau dari Diana sendiri nih rotinya?" tanya Ayah membuat aku mengernyit otomatis.

Diana hanya senyum-senyum seraya menunduk. Aku bingung, kenapa dia? Sikapnya berbeda dari Diana yang kukenal. Biasanya dia cerewet dan bertingkah sok akrab. Lantas, sekarang kenapa jadi terlihat pemalu seperti Azkadina?

Oh tidak! Kenapa aku menyamakan Diana dengan Azkadina? Sudah jelas pasti berbeda. Dan lebih baik Azkadina menurutku.

"Kakak, kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Bunda membuyarkan lamunanku tentang Azkadina.

Aku sendiri tidak sadar kalau aku tengah tersenyum. Ah! Perempuan itu memang selalu bisa membuat diri ini gila.

"Kenapa, karena Diana bawain roti ke sini?" goda Bunda membuat mood-ku berubah menjadi tidak karuan.

"Apaan sih, Bun? Enggak kok, orang Azka la---"

"Lagi mikirin gebetannya Bun, itu lho, perempuan yang Melani kasih tahu ke Bunda kemarin," ucap Melani seenak jidat memotong ucapanku.

Tapi, benar juga sih apa kata Melani. Ada untungnya juga Melani berkata seperti itu. Jadi Bunda tidak salah paham tentang hubunganku dengan Diana. Eh, omong-omong, apa Melani memberitahu nama perempuan yang aku suka sejak tiga tahun yang lalu kepada Bunda?

"Oh yang itu, tapi siapa namanya?" Kelihatannya Bunda belum tahu namanya. Dan Melani belum memberitahu. Ah! Syukurlah, biar aku sendiri saja yang memberitahu Bunda nanti.

"Namanya Di---"

"Udah ah yuk Mel joging, entar keburu siang lho," ajakku pada Melani, sengaja memotong ucapannya. Karena, aku tidak ingin ada hati yang tersakiti di sini.

Aku menyalami kedua tangan orangtua. Lalu berucap, "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Ayah dan Bunda menjawab salam.

Dan diikuti oleh Melani. Ketika aku dan Melani berjalan melewati Diana. Tiba-tiba Diana bersuara, "Mau joging ya, gue boleh ikut gak?"

Aku dan Melani pun refleks berhenti melangkah dan langsung menoleh ke belakang. Aku sendiri bingung antara mengizinkan Diana ikut atau tidak. Kepalaku pun bergerak melihat Melani. Dan Melani mengangguk, jadi mau tidak mau aku harus mengizinkannya.

"Boleh," ucapku lirih terdengar tidak semangat memang.

"Kakak, jaga hati dan pikiran kamu," ucap Ayah tiba-tiba membuat aku terbelalak.

Aku mengangguk seraya berkata, "Insyaa Allah Yah, Azka akan ingat pesan Ayah."

Lalu, aku, Diana, dan Melani pun berjalan bersama. Saat di depan rumah Melani mengajak kita untuk balapan lari sampai ke tempat CFD. Dan kita setuju dengan usulan itu. Dalam hitungan ketiga, kita berlari sampai sana.

"Ayo cepetan!" teriak Melani yang berlari di depanku.

Aku tidak habis pikir dengan saudaraku yang satu ini. Kenapa dia bisa berlari secepat itu. Padahal dulu aku sering mengalahkan dia kalau berlari. Apa mungkin aku yang lamban dalam melangkah?

"Ayo! Yang kalah harus traktir kita makan batagor di sana, sama minumnya juga!" pekik Melani membuat telingaku sedikit pengang.

Sudah kuduga, pasti ada udang di balik tahu. Melani berlari cepat karena tidak ingin mentraktir kita. Dasar anak ini, dia yang mengusulkan untuk lomba lari, dia sendiri yang memutuskan hukuman untuk yang kalah. Kakau begini caranya, aku tidak mau kalah. Aku juga harus lebih semangat dari Melani. Kalau begitu, aku harus menambah kecepatan dalam berlari.

"Tancap gas, guys!" seruku berlari menyusul Melani dan meninggalkan Diana jauh di belakang.

...


"Aduh! Ya Allah, capek banget gue. Minta air dong sini," ucap Melani dengan napas yang tersengal-sengal.

Diana pun menyodorkan satu botol air mineral kepada Melani. Lalu Diana duduk di sebelahku. Posisinya seperti ini, aku diapit oleh dua samudera. Eh, salah! Aku diapit oleh dua perempuan beda status ini. Iyalah beda status, Melani saudaraku dan Diana hanya temanku.

"Thanks ya Diana lo udah mau menjunjung tinggi nilai sportivitas. Kalau lo keberatan, mending lo salahin Melani aja, soalnya kan dia yang punya usul," jelasku lalu meneguk air tiga kali.

"Iya gak apa-apa. Santai aja, lagian gue seneng kok bisa traktir lo," ucap Diana membuatku tersedak.

Saat aku batuk-batuk Melani malah berdeham sangat keras. Aneh memang manusia ini. "Lo kenapa Mel?" tanyaku pada Melani.

"Harusnya gue yang nanya, lo kenapa Bang sampai batuk-batuk gitu?" ucap Melani terlihat sangat sarkasme.

"Oh gue tahu, airnya kayak ada manis-manisnya gitu, ya? Jadinya lo batuk-batuk," ucap Melani lagi lalu tertawa menimbulkan kebisingan di indra pendengaranku.

Aku menatap Melani sinis dan menghela napas panjang. Aku berpikir, kenapa Diana berucap seperti itu? Aku tidak ingin bersuudzon dulu sebenarnya. Dan aku juga tidak ingin terlalu percaya diri. Tapi, Mau bagaimana lagi. Ucapannya cukup membuktikan kalau Diana memiliki rasa terhadapku. Ini tidak boleh dibiarkan.

"Oh iya, gue baru tahu kalau lo keponakannya pak Zaki Diana," ucapku mencairkan suasana.

Diana menoleh. "Wajar aja sih, soalnya gue baru akhir-akhir ini aja main ke sana," jawab Diana menatapku dengan senyuman yang mengembang di wajahnya.

Aku melihat itu, dan dengan cepat aku mengalihkan pandangan mata supaya tidak melihat senyuman Diana. Kalau terus-terusan seperti ini bisa gawat juga. Benar kata Ayah, aku harus menjaga hati dan pikiran.

Kalimat istighgar pun terus aku rapalkan di dalam hati. Ayah memang selalu tahu apa yang anak laki-lakinya rasakan. Aku ingat, mungkin ini karena semalam aku mencurahkan semuanya kepada Ayah tentang perempuan yang aku suka.

Aku tersenyum miring, lalu otakku memunculkan satu pertanyaan yang harus aku tanyakan pada Diana. "Diana, rumahnya Azkadina di mana sih?"

Diana bergeming sejenak. Lalu menatapku dengan kerutan di keningnya. Raut wajah Diana seketika berubah. Yang tadinya bahagia menjadi sulit diartikan. Aku jadi bingung, apa aku salah bertanya? Ah! Tapi salahnya di mana? Diana temannya Azkadina, wajar saja kan kalau aku bertanya kepada Diana.

"Hei Diana, lo kok diem aja sih? Gue tahu kalau gue itu ganteng, jadi gak usah dilihatin terus, entar gue jadi salting gimana," ucapku datar hanya ingin membuat Diana tersadar tidak diam saja.

"Salah tingkah gitu?" Diana terkekeh pelan.

Aku mengangguk lalu menatapnya dengan satu alis terangkat. Kode kalau aku bertanya padanya.

"Rumahnya di ... tunggu! Kenapa lo tanya rumah Azkadina, kenapa lo gak tanya rumah gue?" tanya Diana membuat aku kesal plus bingung.

"Ya karena gue su---"

"Kenapa Azka?" sergah Diana. Aku pun terdiam.

...

Assalamualaikum semua, Azka mau bilang apa coba?

Btw, Azka mau ngapain nanya rumah Azkadina?

Vomment ya. Terima kasih.

Senin, 5 Agustus 2019

[Azka] Jalan Hati ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang