12. Berdoa

3.1K 257 21
                                    

Jalan Hati : 12. Berdoa

"Doa salat tahajud, ibarat anak panah yang tepat mengenai sasaran. Al- Imam As-Syafi'i Rahimahullah"

...

Tidur merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah kepada kita makhluk-Nya. Untuk itu, alangkah lebih baik kita memanfaatkan waktu dengan bijak.

Mengaji dan salat malam adalah cara yang sering aku lakukan ketika tengah malam aku terbangun. Ya, aku bangun karena aku ingin lebih dekat kepada Sang Pencipta. Karena jika kita berdoa dikala orang-orang sedang terlelap itu merupakan hal yang paling indah. Jadi, aku bisa mengadukan semuanya kepada-Nya tanpa ada penghalang. Insyaa Allah.

Doa salat tahajud, ibarat anak panah yang tepat mengenai sasaran. Al- Imam As-Syafi'i Rahimahullah

Sebab tulisan itu, ya itu. Tulisan yang sengaja aku tempel di dinding kamar. Sebagai pengingat diri dikala hati merasa jengah dengan keadaan.

Kemudian aku beranjak dari tempat tidur untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah itu mengambil wudu dan melaksanakan salat malam.

Selesai dengan ritual itu, aku langsung menutupnya dengan doa. Selepas membaca aamiin, aku langsung melipat sajadah dan menaruhnya di atas nakas. Dengan langkah gontai aku berjalan ke sofa dekat jendela. Helaan napas panjang aku keluarkan. Kepala terasa pening, karena itu aku terus memijat pelipis menggunakan tangan kanan.

"Astaghfirullah, pusing banget. Efek lapar kali, ya?" Aku berucap dengan mata yang terpejam.

Desahan pelan keluar begitu saja dari mulut. Dengan penglihatan yang sedikit kabur, aku melangkahkan kaki menuju kulkas yang ada di dalam kamarku tentunya. Karena aku sengaja membeli kulkas dan menaruhnya di kamar. Sebab kalau aku lapar suka malas untuk turun ke bawah. Jadi biar lebih ptaktis dan hemat waktu begitu.

"Cuma ada keripik singkong, gak apa-apa lah, buat ganjel perut sekarang ini." Aku pun mengambil satu bungkus keripik rasa BBQ itu dan satu botol air mineral.

Akhirnya aku makan keripik seraya duduk di sofa. Dengan kepala yang bersandar. Mulut ini terus saja mengunyah, walau kedua mataku rasanya berat dan ingin terlelap kembali. Tapi, sebisa mungkin aku tahan. Karena sebentar lagi azan subuh akan berkumandang. Aku tidak ingin tidur dan membuatku kebablasan salat subuh berjamaah.

"Jangan tidur, jangan tidur," gumamku terus mengeluarkan kalimat untuk mensugesti pikiranku supaya tidak tidur lagi.

Percuma! Sebanyak apapun aku merapalkan kalimat itu, tetap saja aku tidak bisa melawan rasa kantuk ini. Dan, ya, aku pun tertidur dengan peci yang sudah jatuh ke bawah.

"Kakak! Udah bangun belum? Ayah udah nungguin di depan tuh cepetan!" Suara perempuan yang telah melahirkanku pun terdengar cukup melengking, membuat aku yang terlelap menjadi terlonjak kaget.

Dengan mata yang mengerjap aku mencoba untuk duduk tegak. "Aduh! Masih pusing, sekarang jam berapa sih?" aku bertanya pada diri sendiri.

Selepas menguap aku langsung berdiri dan berjalan membuka pintu kamar. Di sana sudah ada Bunda. "Baru bangun?" tanya Bunda tiba-tiba.

"Iya, Bun," jawabku seraya menggeliat, memancing tangan Bunda untuk mendarat di pundakku.

"Aduh! Apa sih Bun, kok dipukul Azka?"

"Kamu, menggeliat gitu udah kayak kucing aja. Cepet ambil wudu terus ke masjid, udah ditunggu ayah di bawah sana," titah Bunda kemudian pergi meninggalkanku.

Aku berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudu. Selepas itu aku keluar kamar dan langsung turun menyusul Ayah.

"Maaf Yah, Azka telat. Ayo berangkat sekarang," ajakku pada Ayah.

Saat aku menutup pintu rumah, tanganku refleks meraba kepala. Dan ternyata aku tidak menggunakan peci. Ah! Aku lupa, mungkin benda itu ada di kamar dan terjatuh saat aku tertidur tadi.

"Ayah, Azka ke kamar dulu ya ambil peci. Ayah duluan aja kalau mau," ucapku lalu berjalan cepat masuk ke dalam.

...

Pagi ini, aku tidak pergi ke kampus karena libur. Alhamdulillah, rasa pusing sudah tidak terasa lagi sekarang. Karena sudah diberi sarapan tadi oleh Bunda. Aku pun keluar kamar dengan pakaian olahraga. Aku berniat untuk berolahraga lari pagi hari ini.

Tunggu! Melani kan masih ada di sini. Seperti dugaanku kemarin, dia menginap karena kita sama-sama libur. Tanpa disuruh aku berjalan menuju kamar tamu. Kamar di mana Melani tidur. Setelah sampai di depan pintu kamar, aku mengetuk pintu dan berteriak, "Mel bangun, joging yuk!"

"Apa Bang? Bentar, gue belum mandi baru bangun," ucap Melani dari dalam kamar.

"Demi apa lo baru bangun? Woy! Udah jam tujuh baru bangun, bangke banget, lo. Gak salat subuh, ya?"

"Gue lagi libur Bang, gak salat, kan udah gue kasih tahu kemarin. Lo lupa?"

"Oh iya, sorry. Eh cepet mandi kita lari-lari santai. Ingat mandi dulu biar gak bau," titahku pada Melani di depan pintu kamar yang masih tertutup.

"Iya-iya, bawel banget sih lo jadi cowok. Masih aja kayak dulu gak pernah berubah. Cerewet, entar cewek yang lo suka kabur kalau lo ngomel terus," jelas Melani panjang kali lebar sama dengan luas persegi panjang, membuat aku memutar bola mata malas.

"Ya terserah, cepet mandi gue tunggu di depan. Gue mau minum teh anget dulu," ucapku lalu berjalan ke depan menghampiri kedua orangtuaku.

Saat kakiku berdiri di depan orangtua yang kusayang ini. Bunda bertanya, "Mana Melani?"

"Lagi mandi, Bun," jawabku seadanya.

"Oh, sepupu kamu itu kebiasaan kalau lagi libur salat. Suka mandi siang," kata Bunda kemudian menyeruput teh.

Aku pun duduk di samping Ayah. Setelah itu aku langsung mengambil secangkir teh hangat dan menimunnya sedikit. Saat aku ingin mengambil camilan, Ayah bertanya, "Kamu mau lari pagi?"

Aku refleks menoleh pada Ayah dan menjawab, "Iya Ayah bareng Melani. Kan Azka gak punya adik, ya selagi ada Melani di sini Azka ajak dia aja."

"Ya sudah hati-hati, ya," ucap Ayah, tak lama setelah itu aku kembali mengambil camilan lagi untuk dimakan.

Secangkir teh pun habis aku minum. Namun batang hidung Melani tak terlihat. Tidak tahu lagi apa yang dilakukan perempuan kalau sedang berdandan. Ah! Untuk apa mempercantik diri di depan orang lain. Toh, semua itu tidak ada gunanya. Alangkah lebih baik jika para perempuan mempercantik hatinya. Dan hanya memperlihatkan wajah cantik itu pada suaminya kelak.

Selang beberapa menit kemudian Melani datang. Kalau dilihat-lihat, tidak ada yang berubah dari penampilannya pagi ini. Wajahnya polos tidak ada make up sama sekali. Dan pakaian Melani pun sama sepertiku biasa saja. Tetapi, kenapa dia lama sekali di dalam? Saudaraku yang satu ini memang selalu menguji kesabaranku.

"Ayo Bang, katanya mau joging," kata Melani tersenyum pada kita.

"Eh, minum teh dulu Mel baru pergi. Belum makan apa-apa kan, sini duduk dulu," ucap Bunda menarik lengan Melani pelan.

"Iya Bun makasih. Melani minta camilannya juga, ya," kata Melani.

Bunda mengangguk, dan setelah perut kita terisi. Aku dan Melani pun pamit kepada Ayah dan Bunda. "Kita pergi dulu, ya," ucap kita berdua.

Saat aku dan Melani berdiri ada seorang perempuan yang berdiri di depan pagar rumah. Aku sendiri terkejut dengan kehadirannya. Tapi, aku juga penasaran kenapa dia ke sini sambil membawa beberapa bungkus roti di plastik bawaanya?

...

Assalamualaikum semua, siapa coba ceweknya?

Vote dan Comment ya.

Sabtu, 3 Agustus 2019

[Azka] Jalan Hati ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang