9. Bercerita

3.4K 291 18
                                    

Jalan Hati : 9. Bercerita

"Sekuat apapun digenggam. Jika itu bukan takdirmu, tidak akan pernah menjadi milikmu. Ihklas lebih baik daripada harus tersakiti atau menyakiti."

...


Setelah kelasku selesai, aku langsung pergi ke kantin untuk menjemput seorang perempuan. Ya, perempuan yang tadi memanggilku ketika aku di masjid. Awalnya Diki ingin ikut bersamaku menemui perempuan ini. Tetapi aku tolak, karena buat apa dia bertemu. Toh, dia harus pulang cepat karena motornya harus segera diobati. Kalau tidak, bisa-bisa penyakitnya tambah parah sampai masuk UGD nanti.

Sampai di kantin, dengan sendirinya mata ini menyapu setiap sudut di kantin. Dan saat melihat ke arah kiri, manusia berjenis kelamin perempuan yang kucari itu pun sedang duduk seraya bermain ponsel. Dengan langkah lebar aku menghampirinya.

"Hei! Ayo pulang, gue udah selesai nih. Ngobrolnya di mobil aja, soalnya gue males kalau di sini, pengen cepet-cepet pulang," jelasku padanya.

"Oke." Melani pun berdiri lalu berjalan mengikutiku meninggalkan tempat sejuta makanan menuju tempat parkir.

"Bang, gue duduk di samping, ya," kata Melani membuka pintu kemudian duduk dan menutup pintunya.

Setelah masuk ke mobil aku menjawab, "Ya iyalah, ya kali lo duduk di belakang. Emang gue supir, lo."

"Iya udah sih, gitu aja ngambek. Jelek lo kalau ngambek," jawab Melani.

Omong-omong soal Melani, dia ini orang yang selalu mengikutiku kalau sekolah. Dari SD sampai kuliah kita selalu bareng. Hanya saja bedanya itu kita tidak pernah satu kelas. Sekarang saja kita beda fakultas.

Tetapi, perasaan aku ke Melani masih sama seperti dulu, tidak pernah berubah. Seperti es yang selalu dingin kalau tidak dipanaskan.

Di perjalanan, Melani mulai banyak bertanya. Aku tidak risi sih, cuma kewalahan saja. Sebab, kalau Melani sudah berucap pasti sangat banyak kata yang keluar dari mulutnya. Jadi bingung aku untuk menjawabnya.

"Bang, lo udah ketemu sama cewek yang lo suka itu belum?" tanya Melani tiba-tiba.

Jangan heran kalau Melani tahu soal itu. Karena saat SMA dulu aku terpaksa bertanya kepadanya karena penasaran dan ingin tahu di mana kelas Azkadina. Jadi, ya aku bertanya kepada Melani. Karena Melani itu salah satu orang yang kenal banyak orang. Karakternya yang terbuka dan mudah sekali akrab dengan orang itu membuatnya hampir kenal dengan semua siswa diangkatan kita.

Masih ingat kan kalau aku pernah bilang aku tahu kelas Azkadina tetapi tidak tahu namanya. Itu karena aku diberitahu oleh Melani kelasnya saja. Dan saat aku bertanya pada Melani dia tidak mau memberitahu. Melani hanya memberitahu kalau Azkadina sudah pindah sekolah.

Sudah sering aku mendesak Melani untuk memberitahu nama perempuan yang membangunkanku ketika aku tertidur di perpustakaan. Tetapi tetap saja, Melani bersikukuh tidak mau memberitahu. Ya, mengatakan inisialnya saja tidak. Jadilah aku penasaran tingkat kubik selama tiga tahun.

Tapi, bisa juga sih aku bertanya kepada yang lain. Hanya saja aku merasa gengsi plus malu kalau harus bertanya pasal perempuan kepada temanku yang lain selain Diki dan Melani. Apa kata mereka nanti kalau aku bertanya seperti itu? Aku tidak ingin orang-orang membicarakan hal yang tidak-tidak tentangku.

Soal Diki, kita tidak pernah satu sekolah. Hanya sekarang kita satu kampus. Dan soal Azkadina aku tidak berbagi cerita kepadanya. Tahu sendiri kan Diki orangnya seperti apa. Diana saja sudah diambil. Jangan sampai Azkadina juga diambil.

[Azka] Jalan Hati ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang