15. Bertamu

2.7K 235 35
                                    

Jalan Hati : 15. Bertamu

"Berharap pada manusia itu akan berakhir menyakitkan. Maka, hanya berharap kepada Allah saja lah yang akan berkahir indah."

...

Di dalam kamar yang sunyi ini aku duduk termenung sendiri. Iyalah sendiri, orang aku masih lajang dan belum memiliki istri. Jadi, situasinya seperti ini.

Aku masih bingung dengan semua ini. Aku merasa kalau Azkadina seolah-olah ingin menjauh dariku. Terdengar dari ucapannya tadi.

"Gue cuma mau ngasih tahu aja, masa lalu dan sekarang itu belum tentu sama." Aku mengulang kalimat Azkadina tadi.

Maksudnya apa coba Azkadina berkata seperti itu padaku? Masa lalu dan masa sekarang. Aku tahu itu semua beda, tetapi, semua itu bisa kembali lagi jika Allah sudah berkehendak. Dan aku yakin Azkadina pasti paham akan hal itu. Namun, kenapa sikapnya berubah seperti tidak suka kalau aku bertanya perihal dirinya lebih jauh?

Ketukan pintu membuyarkan lamunanku tentang Azkadina tadi. "Kakak! Ayo keluar dulu ada tamu," ucap Bunda di depan kamar.

"Iya Bun masuk aja gak dikunci kok," jawabku tidak nyambung.

Kemudian Bunda masuk dan menatapku heran. Kulitnya yang sedikit keriput pun semakin mengerut ketika melihatku seraya bertanya, "Kakak kenapa, melamun? Udah ayo ikut Bunda turun, ada temen Bunda pengen lihat anak Bunda yang ganteng ini katanya."

Aku terkekeh mendengar penjelasan dari Bunda. Aku tahu kalau aku ini tampan. Tapi, tidak begitu juga kali. Kenapa para ibu rumah tangga ingin sekali aku muncul setiap ada acara di rumahku.

"Siapa Bun temennya? Ada berapa banyak ibu-ibu di sana? Azka nanti ngapain kalau udah ke bawah?" tanyaku pada Bunda bertubi-tubi.

"Ya kayak biasanya kamu kalau ketemu orang gimana? Udah ah jadi ngelantur gini, ada masalah apa sih anak Bunda yang satu ini?" Bunda mendekatiku lalu duduk di tepi tempat tidur.

Aku menghela napas panjang dan menatap Bunda sayu. "Gak tahu Bun, Azka juga bingung. Kenapa, ya Azka?" ucapku pada Bunda seraya menggelengkan kepala.

Bunda berdecak lalu beranjak dan mengajakku untuk turun. Aku hanya pasrah ketika tangan kiri ditarik oleh Bunda. Dengan langkah gontai aku berjalan mengikuti Bunda. Sampai langkah kakiku berhenti di ruang tamu. Di mana ada teman Bunda dan anaknya.

Tunggu! Anaknya? Aku bilang anaknya. Apa aku tidak salah lihat? Tamu Bunda hanya ada dua orang. Seorang perempuan paruh baya serta anak perempuannya.

Aku yang berdiri di belakang Bunda pun berbisik, "Bun, maksud dari semua ini apa?"

"Udah ikutin Bunda aja. Yuk duduk," ucap Bunda padaku lirih da berjalan menghampiri sang tamu.

Rasa gugup mulai menyerangku. Dan hawa dingin mulai menjalar di seluruh tubuh. Aku tidak tahu akan ada apa di sini bersama para perempuan beda usia ini.

"Ya Allah, ini Azka anakmu Najla. Udah gede ya sekarang, gak kerasa," ucap teman Bunda dan kalau tidak lupa aku tahu namanya.

"Eh, iya Bu. Kan makhluk hidup, di kasih makan dan minum sama Bunda, jadi bisa tumbuh dan berkembang dong," ucapku dengan cengiran khasku.

Mataku sengaja melirik ke arah perempuan yang tidak beda jauh umurnya denganku. Dan sejak aku melihatnya tadi sampai sekarang dia selalu menunduk. Tidak pegal apa? Tidak habis pikir aku dengan perempuan ini. Tapi anehnya aku malah semakin suka. Dan aku ingin mengenalnya lebih jauh.

Menurutku karakternya yang lugu dan sedikit tertutup itu memberikan nilai plus di kacamata hatiku. Azkadina, kamu memang selalu bisa memikat sekaligus membuat aku bingung tingkat kubik.

Ya, dia Azkadina Nur Azizah. Yang membuat aku terperanjat itu karena tadi saat bertemu di masjid Azkadina bilang dia akan pergi ke suatu tempat dan sudah ditunggu oleh ibunya. Itu berarti yang dimaksud adalah ke rumahku. Namun, kenapa Azkadina tidak langsung bilang kepadaku?

"Dina ... lo kok gak bilang sih mau ke rumah gue?" tanyaku memecah keheningan diantara kita.

Dan beberapa pertanyaan yang ada di dalam otakku sudah tidak bisa aku tahan-tahan lagi. Ingin rasanya aku mengeluarkan semuanya sekarang juga. Tapi, aku tahu itu semua tidak akan terjadi. Sebab, ada para ibu di sini. Dan aku masih punya rasa malu.

Bukannya menjawab Azkadina malah diam saja. Kebiasaan memang perempuan yang satu ini.

"Kalian udah pada kenal toh?" tanya Murni teman Bunda.

"Iya Bu, Azka sama Dina udah kenal. Satu kampus juga," jelasku tersenyum ramah pada Ibunya Azkadina.

"Sok ganteng," gumam Bunda terdengar sangat pelan namun aku masih bisa mendengarnya. Dan berhasil membuat mata ini melirik ke arah Bunda.

Bunda mengangkat bahu seperti tidak tahu apa-apa. Aku hanya menggelengkan kepala pelan lalu bertanya lagi pada Azkadina.

"Dina gue nanya, jawab dong jangan diem-diem bae," keluhku pada Azkadina dan perempuan itu hanya menghela napas masih menunduk.

Kemudian, Bunda bersuara, "Nak Dina kenapa diem terus? Takut ya sama anak Bunda?"

Hah? Apa kata Bunda? Takut padaku? Tidak mungkin, Azkadina pasti lagi puasa bicara jadi dia hanya diam saja sedari tadi.

"Apaan sih Bun, emang Azka setan yang terkutuk." Aku menatap Bunda dengan ekspresi wajah datar dan bibir yang manyun.

"Maaf gak tahu kalau pada akhirnya berakhir di sini." Akhirnya suara yang sedari tadi aku tunggu keluar juga.

Tapi aku masih belum bisa mencerna ucapan Azkadina. "Maaf maksudnya apa nih, gue gak paham."

"Iya, tadi itu gue habis dari rumah pak Zaki nganterin pesenan kue buat Neneknya. Terus, ketemu Risma di depan masjid, ngobrol-ngobrol bentar. Beberapa menit kemudian kalian datang terus Ibu telepon gue dan nyuruh gue pulang buat nemenin Ibu ke rumah temennya. Da---"

"Kan lo tahu kalau Bunda Najla sama Ibu Murni itu temenan," selaku memotong ucapan Azkadina, "tunggu, lo ke sini pake motor?"

"Awalnya gue gak tahu kalau Ibu mau ke sini, Azka. Gue kira Ibu mau ke rumah temennya yang lain. Maka dari itu gue langsung pulang tadi jemput Ibu," jelas Azkadina.

"Iya gue pake motor," sambung Azkadina lagi membuat aku manggut-manggut tanda paham.

"Sorry kalau gue terlalu cerewet dan kepo. Soalnya karakter gue dibuat seperti ini dari gue bayi, jadi gue harap lo maklum," tuturku dengan nada yang bersahabat tidak menggebu-gebu seperti tadi.

Azkadina tersenyum seraya mengangguk. Lalu Bu Murni berkata, "Jadi kalian tadi ketemu toh, kalau gitu mah Ibu gak usah nyuruh kamu buat jemput Ibu."

"Memangnya kalau gak Dina jemput Ibu mau naik taksi online ke sini gitu?" tanya Azkadina menatap Bu Murni dengan kening yang mengerut.

Bu Murni menggeleng seperti tidak ada bebab sama sekali. Membuat Azkadina menghela napas panjang.

Aku jadi tersenyum melihat tingkah Ibu dan anak ini. Seperti aku dan Bunda kalau lagi berdebat.

"Oh iya, omong-omong, ada apa gerangan Ibu Murni sama Dina ke sini, sampai ingin ketemu Azka segala?" tanyaku menatap Azkadina, Bunda Najla dan Ibu Murni secara bergantian.

...

Assalamualaikum semua, kalian tahu gak siapa aku?

Btw, ada apa hayo mereka ketemu?

Jumat, 9 Agustus 2019

[Azka] Jalan Hati ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang