1 n e

5K 182 5
                                    

🍀🍀🍀🍀🍀

"Gue udah di depan rumah lo."

Chat itu berasal dari seseorang yang semestinya bisa membuat gadis itu bahagia karena untuk pertama kali pria itu mau menjemput dirinya.

Gadis itu langsung turun untuk menemui pacarnya tersebut.

"Maaf yah, aku jadi ngerepotin kamu." Kanaya sebenarnya tak ingin menyuruh Rafa-pacarnya untuk menjemputnya. Namun, sopir yang seharusnya tiap pagi mengantarnya tiba-tiba pulang kampung karena istrinya melahirkan.

"Cepetan, gue ada urusan." Seperti biasa pria itu selalu cuek terhadap dirinya.

Kanaya pun masuk kedalam mobil tersebut.

Keheningan terjadi didalam mobil tersebut hingga pada akhirnya.......

"Hmmm kamu ada kelas hari ini?" Suara itu berasal dari Kanaya yang tidak tahan dengan keheningan yang terjadi antara dirinya dan Rafa.

"Hmmm"

"Bentar kamu bisakan temenin aku?" Tanya Kanaya lagi

"Kemana?" Rafa menjawab.

"Aku mau nyari beberapa buku ke Gramedia, kamu bisakan?" Tanya gadis tersebut lagi.

"Gue gak janji" Kanaya mengangguk. Setidaknya jawaban itu lebih baik daripada Rafa menolak nya. Walaupun Kanaya tahu bahwa Rafa pasti tidak akan menemaninya.

🍀🍀🍀🍀🍀

"Cieee....ciee...yang dianterin pacarnya kekampus." Intan yang merupakan sahabat Kanaya dari SMA langsung menggoda nya ketika melihat kanaya diantar oleh Rafa kekampus.

"Yah gitu deh." balas Kanaya acuh.

"Ehh kok mukanya lesuh gitu sih. Lo tuh semestinya bahagia dong udah dianterin Rafa ke kampus."

"Hmmm itupun juga dia kepaksa, Ntan"

"Gimana gimana, Nay?".

"Yah sopir gue lagi pulkam terus gue nyuruh dia buat jemput gue, yah dengan sedikit paksaan sih mmmm."

"Yah beneran deh tuh cowok lo, cueknya kebangetan." Intan menjadi kesal mendengar cerita Kanaya.

"Dia emang gitu kan ke gue, kecuali sama tuh cewek." nada sedih terdengar dari bibir Kanaya.

"Sabar yah, Nay. Gue yakin banget suatu saat nanti, Rafa pasti bakal nyesel."

Kanaya hanya menanggapi dengan senyum tipis. "Gak mungkin, Ntan" batin Kanaya.

"Yaudah kita ke kelas aja deh." Ajak intan. Mereka pun langsung menuju ke kelas.

🍀🍀🍀🍀🍀

Benar saja, Rafa tidak bisa menemani Kanaya ke Gramedia untuk membeli beberapa buku yang ia perlukan.

Kanaya sudah mempersiapkan hatinya untuk itu. Namun, tetap saja ada rasa sakit di sudut hatinya karena perlakuan Rafa tersebut.

"Gue gak bisa nemenin lo" Seperti itulah bunyi chat dari Rafa untuk Kanaya.

Tak ada kata 'maaf' maupun alasan kenapa pria itu tidak bisa mengantarnya. Selalu seperti itu bukan. Kanaya terlalu sabar akan pria seperti Rafa.

Akhirnya Kanaya memilih untuk pergi ke Gramedia sendiri. Bukan tanpa alasan ia meminta Rafa untuk mengantarnya. Kanaya sedikit berbesar hati akan Rafa yang mau menjemput nya untuk ke kampus. Jadi, tidak ada salahnya ia meminta pacarnya itu untuk sekali menemaninya ke Gramedia. Tapi Rafa tetap Rafa. Rafa hanya terlalu cuek untuk Kanaya seorang.

🍀🍀🍀🍀🍀

"Eh lo Kanaya bukan sih?" Kanaya kaget saat ia sedang sibuk melihat-lihat beberapa buku tiba-tiba ada yang memegang pundaknya. Kanaya mengalihkan fokusnya kepada seseorang yang menegur dirinya.

"Eh iya" Kanaya berusaha mengingat wajah pria didepannya tersebut.

"Nah udah gue tebak haha." Pria memiliki senyum yang manis saat tersenyum. Kanaya seketika diam melihat senyum pria tersebut.

"Hmmm maaf, kamu siapa yah?" Kanaya sedikit ragu untuk menanyai pria didepannya tersebut. Otaknya tidak begitu bagus dalam mengingat wajah seseorang yang hanya beberapa kali ditemuinya.

"Wah gue sakit hati nih, wajah ganteng begini gak diinget." Pria itu berpura-pura kecewa. Lucu, batin Kanaya.

"Maaf yah tapi aku beneran gak bisa ingat kamu, maaf banget." Kanaya menjadi tak enak hati.

"Hahaha santai aja kali, gue cuma becanda. Btw, nama gue Gilang dan gue temennya pacar lo si brengsek Rafa." pria itu berucap sambil memajukan tangannya.

"Temennya Rafa?" Tanya Kanaya kembali.

"Yoi" pria menaikkan bahunya dengan santai. "Eh btw tangan gue pegel nih"

"Eh maaf, aku Kanaya" ucap Kanaya sembari menjabat tangan pria tersebut.

"Gue yakin lo pasti lagi sendirian kan?" Kanaya hanya menganggukkan kepalanya.

"Mau gue temenin gak?" Ajak pria didepannya tersebut.

"Hmm gak usah, Gilang." Kanaya menolak secara halus.

"Percaya gak percaya nih, gue tahu beberapa referensi bagus buat buku psikologi, yah itupun kalo lo mau sih." Tawar pria itu kembali. Kanaya memang kuliah jurusan Psikologi dan sekarang ia berada pada tingkat kedua tepatnya semester tiga. Jadi wajar saja, dia belum memiliki referensi untuk beberapa buku psikologi.

"Beneran kamu tahu?" Kanaya tak yakin dengan pria didepannya tersebut.

"Serius gue tahu, walopun gue bukan anak psikologi tapi gue tahu referensi bagus buat lo." Pria itu terdengar meyakinkan.

Tunggu. Darimana pria itu tahu kalo Kanaya anak psikologi. "Kamu tahu darimana kalo aku anak psikologi?" Tanya Kanaya.

"Yaelah, kan udah gue bilang tadi. Gue kan temennya pacar lo yah gue tahu lah." pria itu menjawab dengan lancar pertanyaan Kanaya tersebut.

Kanaya kembali mengangguk.

"Yaudah deh, bisa bantuin aku buat nyari beberapa buku psikologi?" Nada memohon terdengar dari bibir Kanaya.

"Yaelah kan gue udah nawarin lo tadi, bisa dong, bisa banget malah" jawab pria itu.

"Makasih yah....... Gilang" Kanaya tersenyum tulus kepada pria didepannya itu.

"Sama-sama, Nay" Gilang pun balik tersenyum kepada Kanaya.

Mereka pun kembali melihat beberapa buku psikologi yang Kanaya inginkan.i

Setidaknya Kanaya merasa lebih baik dengan adanya Gilang yang membantu dirinya. 'Dia baik banget' batin Kanaya.

🍀🍀🍀🍀🍀

gnb.

Break | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang