💮💮💮💮💮
"Yaudah deh, bisa bantuin aku buat nyari beberapa buku psikologi?" Nada memohon terdengar dari bibir Kanaya.
"Yaelah kan gue udah nawarin lo tadi, bisa dong, bisa banget malah" jawab pria itu.
"Makasih yah....... Gilang" Kanaya tersenyum tulus kepada pria didepannya itu.
"Sama-sama, Nay" Gilang pun balik tersenyum kepada Kanaya.
Mereka pun kembali melihat beberapa buku psikologi yang Kanaya inginkan.
Setidaknya Kanaya merasa lebih baik dengan adanya Gilang yang membantu dirinya. 'Dia baik banget' batin Kanaya.
💮💮💮💮💮
Setelah Kanaya dan Gilang selesai dengan kegiatan memilih beberapa buku yang Kanaya butuhkan, Gilang mengajak Kanaya untuk makan siang. Walaupun jam makan siang sudah lewat satu jam yang lalu.
Mereka pun tiba di salah satu restoran yang terlihat homey.
"Mau pesen apa mas dan mbaknya?" Tanya pelayan setelah Kanaya dan Gilang duduk di salah satu kursi yang berkada di pojok restoran.
"Lo mau pesen apa, Kanaya?" Tanya Gilang pada Kanaya yang sibuk melihat-lihat menu.
"Mmmm aku pesen kentang goreng aja deh, soalnya lagi gak lapar juga." Jawab Kanaya dan pelayan langsung mencatat pesanan kanaya.
"Yakin nih?" Timpal Gilang dan Kanaya hanya menganggukan kepalanya.
"Yaudah, saya pesen sandwich nya terus minumannya kasih hot coffe aja mbak!" Kanaya heran dengan Gilang.
"Kalo mbaknya mau minum apa?"
"Saya es jeruk aja mba."
"Oke mohon ditunggu yah pesanan" pelayan itu tersenyum dan pergi meninggalkan Kanaya dan Gilang.
"Serius kamu minum kopi siang-siang begini?" Dahi Kanaya mengernyit.
"Gue salah satu pecinta kopi soalnya jadi yah gue bakal minum itu kalo gue pengen."
"Oh gitu, aku gak ngerti deh kenapa kalian suka minum kopi." Nada heran terdengar dari bibir Kanaya.
"Emang lo gak suka kopi?"
"Gak. Rasanya pahit."
"Kalo udah di kasih gula bakal gak pahit lagi atuh, neng."
"Ih tetep aja, Lang. Rasa pahit nya masih ada." Kanaya tetep keukeh dengan pendiriannya.
"Nih gue kasih tau yah suatu hal tentang kopi menurut gue, lo mau denger gak?" Tanya Gilang.
"Apa?" Kanaya terlihat tidak tertarik tapi masih menghargai cowok didepannya tersebut.
"Menurut gue nih yah kopi tuh gak bisa memilih siapa yang layak meminumnya. Lo tau kenapa, karena didepan kopi kita semua nih sama." Kanaya tertegun dan menatap Gilang cukup lama.
"Misi mas mbak, ini pesanannya" pelayan datang dan langsung menghidangkan makanan yang telah dipesan oleh mereka.
"Silahkan dinikmati." Pelayan itupun hilang dari pandangan mereka.
"Jadi menurut kamu kopi itu gimana?" tanya Kanaya sambil memakan kentang gorengnya.
Gilang terkekeh sesaat. "Yah gitu deh, serah lo sih mau nganggep apa."
Kanaya hanya diam dan mereka melanjutkan makan mereka hingga akhirnya mereka memutuskan untuk pulang.
"Perlu gue anterin gak nih?" Tawar Gilang pada gadis disampingnya itu.
"Gak perlu, aku pulang naik taksi aja." Tolak Kanaya. Ia merasa bahwa ia terlalu merepotkan Gilang hari ini. Padahal mereka baru saja kenal.
"Yakin nih, daripada lo ngeluarin ongkos lagi, kan mending gue yang anterin lo pulang." Sekali lagi Gilang menawarkan pada Kanaya.
"Beneran, Gilang. Aku pulang naik taksi aja, gpp kok" Dan Gilang akhirnya menyerah membujuk gadis di samping itu.
Gilang menyetop taksi yang lewat didepan mereka dan membukakan pintu untuk Kanaya.
"Hati-hati, Nay!" Ujar Gilang
Kanaya mengangguk. "Makasih banyak yah udah mau nolongin aku hari ini, makasih banget!" Ucap Kanaya tulus dan Gilang bisa melihat ketulusan gadis itu lewat mata kecoklatan didepannya itu.
Gilang hanya mengangguk dan bayangan taksi itu hilang dari pandangan Gilang.
💮💮💮💮💮
"lo dianterin lagi sama pacar lo ke kampus?" Kanaya baru akan duduk di kursi yang berada tak jauh dari pintu masuk kelas saat Intan yang merupakan sahabat Kanaya langsung mencerca Kanaya dengan pertanyaan itu.
"Gak, Ntan" Kanaya hanya membalas pertanyaan sahabatnya itu dengan singkat.
"Why?"
"Udah jelas kan, Ntan" Kanaya sangat malas untuk menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu.
"Mmmm jadi lo ke kampus naik apaan?"
"Angkot" jawab Kanaya dan setelahnya dosen pun masuk kedalam kelas mereka.
💮💮💮💮💮
Saat ini Kanaya dan Intan sedang berada di kantin.
"Jadi gimana, lo udah beli buku buat referensi kita nanti?" Tanya intan kepada Kanaya.
Tidak hanya sekelas saat SMA tapi mereka juga memutuskan untuk memilih jurusan yang saat kuliah. Untung saja otak keduanya mampu.
"Udah, gue beli beberapa buku dari sumber yang berbeda." Jawab Kanaya.
"Baguslah, tapi si Rafa nemenin lo gak?" Kanaya hanya mengangkat bahu dengan malas. Tanpa dijelaskan pun Intan tahu jawabannya.
Kanaya belum mau memberitahu Intan tentang dirinya yang bertemu dengan Gilang.
" Bener-bener deh tuh cowok lo. Gak abis pikir gue sama dia. Lo juga masih mau aja lagi sama si Rafa." Kanaya tak mempedulikan ocehan sahabatnya itu.
"Lo aja yang sebening ini masih dicuekin ama pacar, lah apalagi gue udah pasti gak bakal ada yang mau." Kanaya terlihat tidak setuju dengan perkataan Intan.
"Paansih, Ntan. Lo gak boleh ngomong gitu. Lo harus optimis lah. Lagian bukan Lo yang gak laku tapi lo nya yang kabur-kaburan kalo cowok mau ngedeketin lo. Gimana lo gak jomblo coba"
"Haha lo kan tahu sendiri, Nay. Gue gak suka aja gitu kalo deket-deket ama cowok."
"Jangan bilang lo...." Kanaya mencoba menggoda sahabatnya itu.
"Paansih Lo, yah kagak lah, gue masih normal yah, 100 persen normal."
"Iyadeh, Ntan, gue cuma becanda doang kali"
Mereka pun saling tertawa dan melanjutkan makan mereka.
💮💮💮💮💮
saey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Break | ✓
General FictionCOMPLETE 🌺🌺🌺🌺🌺 Kanaya berbalik pada Rafa. Rafa pun tersenyum lega ketika Kanaya mau kembali mendengar penjelasan nya. Namun, sebelum Rafa kembali berucap, Kanaya tiba-tiba..... "Aku mau kita putus!" Setelah mengucapkan kata itu. Kanaya langsung...