Jemari si penerima tamu mulai mengetik keyboard dan begitu melihat pesan balasan dilayar matanya melebar dan ekspresinya berubah dingin.
" Pak Atta sibuk dan tidak bisa diganggu. "
Kata kata sopan tanpa sedikitpun senyum ramah, membuat Laras sebal.
" Kalau begitu saya akan menunggunya. "
" Saya harus menegaskan bahwa pak Atta akan sibuk sepanjang hari ini. "
" Bagaimanapun juga akan tetap saya tunggu. "
Resepsionis itu berpaling, dan saat telepon berbunyi, Laras menyeret kakinya menuju kursi empuk di ruang tunggu, pura pura tertarik dengan deretan majalah yang tersusun rapi di rak.
Satu menit, dua menit, hingga 20 menit kemudian akhirnya Laras mulai sebal," Akui saja, Atta memang tidak akan mau menemuimu, "bisik curang hatinya.
Dengan dongkol, Laras berdiri dan berjalan di ruangan bercelah lebar yg ada di samping meja resepsionis.
Menuruti kata hatinya, ruangan Atta pasti ada diantara deretan ruangan yg berjajar itu.
" Maaf, tidak seharusnya anda menerobos masuk, " teriak penjaga tamu yg mulai panik sambil menekan nomor panggilan security.
Laras hanya menegakkan kepalanya dan terus berjalan hingga dihalangi miss penampilan sempurna yg kedua.
" Tolong kembali kemeja penerima tamu! "
Asisten pribadi Attakah?
Laras melemparkan tatapan yg akan membuat murid muridnya ketakutan setengah mati. " Dan saya harus menunggu tanpa kepastian? "
" Pak Atta sedang rapat. "
" Benarkah? Mungkin sekarang waktunya dia untuk beristirahat, " jawab Laras sambil berlari menuju ruangan yang paling ujung, masuk tanpa mengetuk dan berseru gembira ketika pintu terbuka hanya dengan disentuh.
Lima orang pria sedang duduk mengitari meja persegi, dan Laras menolak merasa terintimidasi saat lima kepala itu menoleh kearahnya, empat kepala menoleh dengan ekspresi terkejut, tertarik dan bertanya tanya, namun tidak dengan satu kepala yang ada diujung meja.
Pria itu menatap Laras dengan gelap dan sangat..... Menakutkan.
Atta merasa rekan rekannya menutupi keterkejutan dengan gangguan tersebut, namun mereka memilih diam.
Pada saat itu telepon Atta berbunyi dan ia menepis permintaan maaf asisten pribadinya, kemudian menutup telpon dan menatap tajam ke Laras.
"Aku tidak yakin memiliki janji. "
Mata Laras berkilat kilat saat dia mencerna kecaman itu dan dagunya terangkat sedikit.
" Sulit utk membuat janji denganmu, jika asisten pribadimu menolak semua upayaku. "
" Atas instruksi dariku".
Laras menegakkan kepala. "Tentu saja"
"Tidak ada yg perlu kita bicarakan Laras. "
" Ya, ada, " Tatapan Laras menusuk mata pria itu.
" Disini, sekarang juga........ Atau ditempat yang lebih pribadi. "
Laras menunggu sedetik. " Kau yang memilih. "
Ada sebagian dari diri Atta yang mengagumi kegigihan dan keberanian wanita itu.
Satu tim keamanan tiba dipintu masuk, menunggu Atta melambaikan tangan atau mengatakan sesuatu tentang pengamanan, namun Atta bergeming.
Sebaliknya mata Atta menyusuri sosok Laras, tanpa bersuara menantang agar wanita itu menunduk.
Namun Atta hanya mendapati sepasang mata coklat sedingin es yg penuh tekad dan tidak berkedip dibawah tatapannya yang menyeluruh.
Terakhir kali Atta bertemu Laras, wanita itu adalah wanita modis yang cukup cerdas, karena berhasil menyelesaikan pendidikan sastra inggrisnya dengan predikat cumlaude.
Namun wanita yang berdiri didepannya hari ini adalah wanita yang membungkus kepala hingga kakinya, seharusnya pakaian itu menutupi kecantikan Laras, namun entah mengapa Atta justru melihat aura kecantikan Laras semakin terpancar, bahkan kini bercampur dengan anggun dan wibawa.
Dalam ingatan Atta lima tahun yang lalu, Laras adalah gadis lugu, namun wanita yang berdiri dihadapannya kini ada wanita muda yang tegar, penuh tekat dan perlawanan yang mau tidak mau Atta kagumi.
Semua itu membuat Atta menebak nebak apa yang mungkin ditawarkan wanita itu dalam usaha sia sia untuk menyelamatkan ayahnya.
Atta membuat keputusan cepat, mengangkat telpon dan menyampaikan sederet perintah kepada asisten pribadinya untuk mengakomodasi Larasati Hapsari hingga rapat selesai.
Selama menelpon tatapan mata Atta tidak bergeser sedetikpun dari Laras dan wanita itupun menolak untuk berpaling.
KAMU SEDANG MEMBACA
Membeli Pengantin
RomanceLarasati hapsari harus menyelamatkan ayahnya dari gugatan perdata yg akan berakhir pidana, meski dengan mengorbankan hatinya karena Atta Handoko menghendaki perjanjian bisnis yg melibatkan hati Larasati. Meski menjalani dengan terpaksa namun dipaks...