Mengikuti asisten pribadi Atta menuju ruang tunggu, membuka majalah ekonomi tentang gambar grafik pasar saham yang membingungkan membuat Laras sedikit lupa dengan waktu yang berlalu, hingga saat sang asisten menemuinya kembali, " Pak Atta akan menemui anda, mari saya antarkan ke ruangan beliau"
Oke, Laras kau bisa melakukan ini, tarik napas panjang..... Kau hanya akan bernegosiasi dengan mantan atasan ayahmu, kata hati kecilnya menghibur.
Setelah mengetuk pintu, sampailah ia diruangan elegan yang luas dan nyaman, Atta Handoko sedang berdiri membelakangi meja, tubuhnya yang jangkung dan bahunya yg lebar dipertegas oleh kemeja yg pas. Sesaat waktu terhenti, hingga saat badan itu terbalik, Laras gemetar dan pucat.
"Kau punya waktu lima menit Laras, dimulai dari sekarang. "
Mengabaikan kondisi hatinya yang tidak karu karuan, secara perlahan Laras menyerahkan amplop coklat ke tangan Atta.
" Cek itu adalah cek yang berisi dana sebagai awal pembayaran hutang ayahku, sedangkan lembar berikutnya adalah jadwal pembayaran yang ingin aku ajukan untuk membayar sisa utang ayahku"
Ekspresi Atta yang datar saat melihat jadwal pembayaran itu membuat syaraf di perut Laras melilit, apalagi ketika pria itu meneliti jadwal itu dengan sangat pelan hingga kemudian meletakkannya dengan tenang di meja.
"Jadwal pembayaran ini mencakup estimasi pendapatan ayahmu dimasa yang akan datang, sepertinya engkau sangat optimis ayahmu akan mampu bekerja kembali setelah kasus penggelapan ini," suara yang lembut menipu milik Atta itu mengirimkan getar dingin di punggung Laras.
"Tidak akan ada yg mau mempekerjakan ayahmu pada kapasitasnya yg dulu, "
" Mereka pasti mau, jika kau mau menerima ketentuan pembayaran kembali dan melepaskan segala tuduhan terhadapnya. " jawab Laras mantap.
" Kesetiaanmu mengagumkan Laras, tapi sangat tidak pada tempatnya. "
Kata kata itu mengandung aksen yang hanya memberi sedikit pengaruh untuk menyingkirkan kekejaman Atta, membuat dagu Laras terangkat sedikit.
" Tentunya ada beberapa kondisi yamg meringankan ayahku, " balas Laras gigih.
Atta mengangguk dengan alis terangkat satu.
Laras menatap Atta tanpa ekspresi.
" Apakah kau tidak punya hati, Atta? Apakah pengabdian ayahku selama 15 tahun tidak ada artinya untuk perusahaan ini? "
" Jika ayahmu mendatangiku dan mengakui kesulitannya dalam membayar biaya pengobatan ibumu, aku bisa membuat beberapa keringanan, sebaliknya ayahmu memilih untuk menipu dan menggelapkan dana perusahaan." Ekspresi wajah Atta Handoko mengeras. "Hans Corporation memiliki kontrak yang ketat namun adil. Konsekuensi dari pelanggaran ketentuan itu sudah dijelaskan kepada ayahmu."
Laras merasa putus asa dan ingin sekali melempar sesuatu kearah Atta, perundingan ini tidak berjalan seperti yang ia harapkan.
Hingga akhirnya Laras menarik napas panjang untuk menenangkan hatinya yang bergemuruh.
" Metode bisnismu sudah terkenal, aku heran apakah etika profesionalmu sudah diamati dengan cermat, " komentar tajam Laras tanpa berpikir panjang.
Keheningan memekakkan melanda ruangan itu.
Laras meringis dan hampir menangis, hingga Atta dengan acuh mengeluarkan ponsel dari sakunya sambil berkata dingin," Lima menitmu sudah berlalu Laras, apa perlu kupanggil security untuk mengeluarkanmu. "
Laras menggigil, menyadari bahwa usaha untuk menolong ayahnya telah gagal. Laras berusaha mengendalikan detak jantungnya," mengancamku tidak akan memberikan hasil. "
" Begitukah? " jawab Atta dengan acuh.
"Lima tahun yang lalu, kau yang memilih pergi dan menolak menjawab semua telepon teleponku, " Atta mengingatkan dengan suara lembut yg menipu.
Mata Laras berkilau cerah," Aku terkejut kau masih ingat. "
Dan Atta memang ingat, lebih jelas dari pada yang ingin ia akui. Dia ingat wajah Laras yang berseri seri dan tersenyum tulus saat bersamanya. Laras berbeda dengan gadis yang selalu mengerumuninya, Laras meninggalkannya karena Laras hanya ingin cintanya, bukan uangnya, bukan bisnisnya dan bukan koneksinya.
"Laras, kau tidak tahu cara bernegosiasi, " akhirnya Atta berkata lirih.
" Itukah jawaban terakhirmu Atta, " tanya Laras dengan mata berkaca kaca, harapannya sepertinya sudah berakhir.
Atta menahan umpatannya......lebih karena merasa marah pada situasi yg menimpa Laras, dan bukan bersimpati kepada ayah laras yang tanpa sengaja menempatkannya pada posisi itu.
"Laras, harapanmu akan kebaikan hatiku terlalu tinggi. "
"Seberapa tinggi?" jawab Laras sambil mengangkat dagunya.
Laras memiliki keberanian, kualitas yang dikagumi Atta. Kecuali gadis itu akan sangat keliru jika setiap bantuan yang ia berikan tidak ada artinya.
Sebagai seorang pengusaha, resiko adalah makanan yang setiap hari harus ditelan Atta dengan segala konsekuensinya. Atta Handoko sangat paham karakter dan tipu daya manusia, penilaiannya yang matang terhadap aset SDM nya inilah yang membuatnya berhasil membuat keputusan penting.
Setelah kesuksesan berhasil digenggamnya, entah mengapa Atta merasa hampa.
Terkadang Atta merasa dia mulai terkena krisis paruh baya tapi itu tidak mungkin karena usianya bahkan baru 35 tahun.
Atta merasa sepi karena tidak punya saudara kandung, seperti kata neneknya yang selalu bilang, sudah saatnya Atta membangun keluarga, agar dia punya anak kandung untuk mewarisi bisnisnya.
Matanya menyipit penuh perhitungan pada wanita muda yang ada didepannya ini.
Laras cantik, pemberani, pandai, penuh kasih sayang, kualitas yang lebih dari biasa.
" Bagaimana jika aku mengajukan proposal? " kata Atta dengan perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Membeli Pengantin
RomanceLarasati hapsari harus menyelamatkan ayahnya dari gugatan perdata yg akan berakhir pidana, meski dengan mengorbankan hatinya karena Atta Handoko menghendaki perjanjian bisnis yg melibatkan hati Larasati. Meski menjalani dengan terpaksa namun dipaks...