Dering weker membangunkan Laras, jadwal rutinitas sholat lail menunggu. Saat membuka mata, laras menikmati degup jantung teratur dibawah pipinya, kemudian tersenyum mengingat kenangan semalam.....
Ada sedikit pegal dan rasa tidak nyaman dalam tubuhnya, Laras merasa berbeda pagi ini dan memang telah terjadi hal yang membuat tubuhnya berbeda pagi ini.
Membuka selimut, menyingkirkan tangan Atta yang melintang dipinggangnya, secara perlahan Laras menyiapkan mandi pertamanya setelah resmi menjadi istri.
Saatnya mandi dan bersiap untuk sholat lail, sambil menghidupkan tombol panas di water heater yang ada dikamar mandi, laras membangunkan suaminya.
Laras hanya berharap Atta tidak akan mendiskusikan apa yang terjadi tadi malam, dan ia sangat beruntung karena selepas tahajud, jeda waktu untuk menunggu subuh mereka habiskan untuk dzikir bersama, tidak ada senyuman mengejek atau tatapan jail yang biasa Atta gunakan untuk mengolok olok Laras.
Atta masih jogging ketika Laras sudah bersiap utk berangkat mengajar. Alhandulillah, bik sari membawakan nasi goreng untuk sarapan di kotak bekalnya, dan lalu lintas di hari jumat selalu lebih padat pada jam pagi karena hari jumat hari pendek sebelum berakhir pekan.
Setelah meletakkan tas kerjanya, Laras menikmati sarapannya sambil mengirim pesan, ... Maaf, tidak sempat pamitan, mengajar jam ke-1, nanti sore ijin pulang terlambat karena ingin mampir kerumah ayah....
Mau menambahkan emoticon love Sepertinya berlebihan, akhirnya hanya wajah tersenyum malu yang Laras pilih sebagai penutup pesannya.
Drrrt... Drrt.... Gak pa pa, have a nice day habibatiy.....
What? Laras mengulang membaca pesan balasan dari Atta dan terpaku pada kata terakhirnya.... Atta memanggilnya dengan Habibatiy... Sayangku.... Hehehe, tanpa sadar Laras tersenyum sendiri, mengulang kembali membaca pesan balasan itu karena nyaris tidak percaya dengan apa yg tertulis disana.
Bel berdengung tanda pelajaran jam pertama dimulai, Laras bergegas menuju kelasnya.
Pagi yg untungnya berjalan dengan lancar, saat jeda istirahat antara jam ke 3 dan keempat, Laras melanjutkan koreksi tugas yang ia berikan pada minggu yang lalu untuk kelas berikutnya, menemukan selipan kertas tanpa nama yang berisi puisi dari murid yang berterimakasih, tidak ada nama berarti bisa dari siapa saja yang diajarnya dikelas.
Saat bel akhir pelajaran sekolah berakhir, Laras baru sadar klu belum sempat menghubungi ayahnya terkait kunjungannya, setelah menelepon ayahnya, sore itu laras mampir di warung pak tani yang ada di jl godean,, membeli sayuran dan bahan untuk memasak makan malam bersama ayah tercinta.
Hampir setengah lima saat mobil Laras memasuki pekarangan rumah ayahnya.
Turun dari mobil dan mengucap salam, mendapati ayahnya tengah khusuk membaca al matsurat..... Masyaa allah, akhirnya Laras langsung menuju ke dapur, memasang celemek dan menyiapkan makan malam sederhana kwietiauw goreng kesukaan ayahnya.
Laras sudah selesai mandi dan berwudhu ketika sang ayah menyelesaikan al matsuratnya, bersiap di meja makan, berdiri dan mencium pipi Laras dengan sayang.
Wajah ayahnya sudah tidak lagi kusut, bahkan kantong hitam yang ada dibawah matanya sudah tidak nampak lagi, meski belum pulih sempurna, namun Laras berharap sorot mata ketakutan ayahnya akan suara sirine sudah menghilang.
" Bagaimana kabarmu sayang? "
" Alhamdulillah, baik ayah. "
" Apakah Atta memperlakukanmu dengan baik? " ayah Laras menarik napas, ada jeda hening.
" Ayah minta maaf ya nak, ayah sudah sangat merepotkan hidupmu. "
Laras menatap ayahnya dengan sayang, wajah ayahnya adalah ayah yang sangat penyayang terhadap keluarganya, hingga ingin memikul segala hal sendiri, meski yang kali ini adalah musibah yang menimpa dan mau tidak mau harus melibatkan Laras untuk menyelesaikannya.
" Atta seorang suami yang baik ayah, meski baru seminggu, dan Laras berharap Atta akan terus seperti ini, Ayah sudah melakukan banyak hal untuk Laras, dan yang Laras lakukan bahkan belum mampu membayar seujung kuku kebaikan ayah dan ibu dalam merawat Laras hingga kini. "
Sambil makan Laras bercerita banyak, dan sepertinya ayahnya benar benar bahagia akan kunjungannya kali ini, meski sempat memarahi Laras karena tidak datang berdua dengan suaminya.
Laras sudah selesai menaruh piring kotor di bak cucian saat terdengar adzan maghrib.
Ingin pamit, namun ayahnya melarangnya dan memintanya untuk pulang setelah sang ayah pulang sholat maghrib dari masjid.
Malam yang menyenangkan, sangat sedikit kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama ayah tercinta, mengingat masa lalu saat Laras ngambek karena membawa pulang anak kucing yang tersesat, masa indah kuliah dan akhirnya dering telponnya dari Atta yg menanyakan keberadaannya mengingatkan bahwa sekarang Laras memiliki tanggung jawab sebagai seorang istri.
Menjadi istri sesungguhnya seperti tadi malam, kenang laras sambil melajukan mobilnya pelan.
Jalanan sudah lumayan lebih tertata pada jam habis maghrib seperti saat ini, dan itu membuat laras lebih rileks mengemudi.
Laras merasa hubungan mereka sudah lebih baik dari awal yang mereka sepakati, setidaknya sudah lebih hangat dan Laras mulai merasa takut jika harus mengakhirinya, bukan karena takut kenyamanan finansial yang diberikan Atta akan menghilang, namun lebih pada separuh bagian hatinya yang akan kembali terluka seperti lima tahun yangg lalu.
Jika dulu menghapus itu adalah wajib karena tidak terikat dalam hubungan kasih sayang yg halal, maka saat ini mempertahankannya juga menjadi wajib karena Laras merasa nyaman dan damai saat bersama Atta, bahkan saat berdebat pun menjadi saat yang ia tunggu karena sepertinya Atta mempunyai cara tersendiri utk menjadikan itu sebagai seni berkompromi antara mereka berdua.
Ah, jadi kangeeen suami.... Batin lirih hati Laras sambil tersenyum simpul saat mobilnya mulai memasuki rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Membeli Pengantin
RomanceLarasati hapsari harus menyelamatkan ayahnya dari gugatan perdata yg akan berakhir pidana, meski dengan mengorbankan hatinya karena Atta Handoko menghendaki perjanjian bisnis yg melibatkan hati Larasati. Meski menjalani dengan terpaksa namun dipaks...