[ TELAH TERBIT ]
Yuki Salendra Binara adalah asisten yang bekerja pada Stefan hampir selama tiga tahun. Dia wanita dua puluh empat tahun yang sudah diminta menikah oleh Ibunya. "Nanti kamu jadi perawan tua." begitulah kata-kata yang acapkali digunak...
Hari-hari berlalu dengan cepat. Dan hari yang ditunggu-tunggu pun datang. Pameran lukisan Stefan akan berlangsung dari jam tiga sore hingga nanti jam delapan malam. Yuki mengatur beberapa lukisan pada dinding putih. Dia melihat sekeliling, semua lukisan sudah tertata pada tempatnya.
Lampu putih bersinar dalam ruangan, membuat dinding putih yang melapisi tembok tampak benderang. Yuki berjalan menelusuri lorong. Aroma kayu manis dan cengkeh tercium samar-samar. Wanita dua puluh empat tahun itu tersenyum puas ketika memastikan semua telah sempurna.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sekarang hanya tinggal menghitung menit untuk dimulainya acara. Dan menunggu Stefan yang pergi menjemput Nasya. Ya, sepertinya hubungan mereka berjalan dengan baik.
Saat Yuki mendengar suara langkah yang mendekat, ia berbalik. Tersenyum kecil pada Hito yang menghampiri.
"Udah beres?" Tanyanya.
"Udah mas. Makasih." Yuki menarik bibirnya makin lebar.
"Kamu pinter juga ya ngatur dekorasi. Kapan-kapan mau bantuin saya ngedekorasi di acara lain nggak?" Tawar Hito yang memiliki usaha EO kecil-kecilan.
"Saya sih ok aja kalau ada bayarannya." Ucap Yuki main-main.
"Yakali nasi kotak." Yuki melipat tangannya di dada, menekuk wajah kesal. "Eh, tapi boleh juga sih. Lumayan buat bertahan hidup." Raut wajahnya berubah seketika.
Sedetik kemudian tawa mereka terdengar di lorong itu. Yuki dan Hito saling mengenal sebelum Yuki bekerja pada Stefan. Dia kakak senior Yuki di kampus, mereka berbeda jurusan namun satu organisasi. Tidak begitu akrab sampai satu kejadian membuat Yuki dan Hito saling bicara. Dan mereka menjalin pertemanan hingga kini.
"Kamu masih suka teh susu nggak, mau minum bareng. Acaranya masih satu jam lagi." Hito melihat jam tangannya.
"Tempat minumnya jauh nggak?"
"Depan situ aja kok."
"Bolehlah kalau gitu. Traktir ya mas." Yuki menaik turun alisnya.
"Ok deh." Angguk Hito dibuat seterpaksa mungkin.
"Asik. Boleh minta makan juga kan. Makasih."
"Eh, malah malakin."
Yuki menghabiskan teh susu miliknya hingga tetes terakhir. Bunyi mengganggu dari sedotan terdengar.
"Udah sana pesen lagi, jangan angin disedot-sedot." Sinis Hito yang duduk di depannya.
"Gimana nggak kenyang kalau dua piring abis." Hito terkekeh. "Kamu masih aja makan banyak, di depan cowok lagi. Nanti nggak ada yang mau sama kamu loh." Hito menyeringai.