In White : 15

1.7K 272 38
                                    

Tolong bacanya sambil dengerin lagu di atas. Enak banget, dan tinggalkan jejak kalian kali ini. Vote aja kalau nggak bisa komen, Ok?

Happy reading guys!

***

Yuki menutup pintu kamarnya. Bergerak ke tempat tidur dan mendudukkan dirinya di tepian ranjang. Terdiam, mencerna sebuah adegan beberapa menit lalu dengan iringan musik Beethoven. Perlahan senyum mengembang di wajahnya yang merona, seperti buah ceri yang masak di pohon.

Yuki menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, kakinya menendang-nendang udara dan menyembunyikan wajah pada tumpukan bantal. Rasanya Yuki ingin berlari lalu berteriak sekeras mungkin, menyatakan pada dunia jika dia sedang bahagia.

Amat sangat bahagia.

"Iya, gue cinta sama lo."

Stefan menjauhkan wajahnya dan melihat Yuki, menanti reaksi wanita itu. Tapi Yuki hanya mengerjap, memandang Stefan seakan dia adalah makhluk dunia lain.

"Kok lo bengong sih?" alis Stefan menyatu. Dia pikir Yuki akan berteriak girang atau yang sejenisnya. Melihat Yuki tak memberi respon yang diinginkannya membuat Stefan sedikit cemas.

Apa Yuki tidak memiliki rasa yang sama?

"Yuki?"

"Bisa diulang nggak? Tadi Mas Stefan bilang apa?" berlebihan. Tapi Yuki hanya ingin memastikan.

Stefan menghela napas. Dia menarik kakinya dari atas kaki Yuki, melipat kakinya dan merubah posisi duduknya menjadi menghadap Yuki sepenuhnya.

"Siaran ulang mahal, jadi denger baik-baik." Stefan menarik napasnya panjang. "Yuki, gue jatuh cinta sama lo. Gue nggak tahu kapan dan sejujurnya gue bingung kenapa gue bisa jatuh cinta sama cewek kayak lo."

"Jangan ngerusak suasana." Yuki memukul lengan Stefan dengan buku sketsanya.

Stefan terkekeh. "Tapi serius, gue beneran jatuh cinta sama lo."

Untuk pertama kalinya Yuki melihat sinar sehangat itu dari mata Stefan. Kehangatan itu menyebar dari hati hingga seluruh tubuhnya. Senyum Yuki merekah bagai kelopak bunga matahari. Mulutnya bergerak tapi Stefan menghentikannya.

"Gue tahu lo juga cinta gue." Ucapnya.

"Tahu dari mana?"

"Lo itu gampang banget dibacanya. Besok-besok, gue ajarin bo'ong yang bener tu gimana." Stefan mengacak rambut Yuki.

Yuki merengut. "Jadi udah tahu nih. Nggak asik ah, saya aja nggak tahu kalau Mas Stefan cinta saya."

"Lo aja yang lemot. Padahal cewek yang gue perhatiin kan Cuma lo."

"Masa sih?"

"Iya. Dasar." Sentil Stefan di kening Yuki.

"Aduh, mas. Hobi banget nyentil jidat saya." Yuki mengusap keningnya.

"Siapa suruh jidat lo kayak lapangan."

"Enak aja!"

Itu bukan pengakuan cinta yang romantis, tentu saja. Tapi sangat Stefan, apa adanya dan tidak dibuat-buat. Hal itu justru membuat Yuki merasa sangat bahagia. Hanya dia yang dapat melihat Stefan yang penuh kekurangan, ketika semua orang memandangnya sebagai sosok yang sempurna.

Yuki duduk di kepala ranjang, cahaya matahari menembus menyinari Yuki. Dia merasa wajahnya akan terbelah menjadi dua, senyumnya tidak bisa surut. Yuki menekan tangannya di dada yang bergemuruh. Jadi ini rasanya cinta yang terbalaskan, lebih indah dari yang orang-orang katakan.

In White || Jadilah warnakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang