In White : 14

1.7K 231 36
                                    

Yuki berdiri linglung ketika Stefan menarik dirinya menjauh. Stefan hanya menatapnya sekilas dan berlalu melewati Yuki.

Tunggu sebentar, itu tadi apa?

Yuki masih berdiri di tempatnya saat Baby melintas cepat melewatinya. Yuki hampir limbung saat Baby menabrakan bahu mereka. Yuki mengusap bahunya yang lumayan sakit saat Baby menatapnya tajam dengan mata berkaca-kaca.

Yuki menengok ke belakang, tempat terakhir ia melihat Baby. "Dia, kenapa?" Tanya Yuki pada Stefan yang memasukan kuas dalam ember.

"Nggak tahu." Stefan mengambil alih gelas di tangan Yuki, menghabiskan isinya dalam waktu singkat. "Mulai sekarang lo Cuma boleh dengerin perintah gue. Kalau gue tahu lo nurutin perintah orang lain lagi, gue potong gaji lo."

Stefan mengangkat embernya dan kursi. "Sisanya biar gue yang beresin. Pesen makanan sana. Gue mau makan siang pake ayam krispi." Santai Stefan meninggalkan Yuki di halaman belakang.

Yuki hanya diam memperhatikan saat Stefan membersihkan barang-barang. Stefan bolak-balik mengangkat dan melipat, Yuki tetap diam. Hingga akhirnya Stefan berbalik sembari berdecak pinggang. Matanya memelototi Yuki.

"Lo ngapain sih ngeliatin gue kayak gitu."

"Kan nggak boleh bantuin, jadi saya ngeliatin aja."

"Lo udah pesen makanan."

"Udah kok." Angguk Yuki.

"Kalau gitu masuk rumah sana." tunjuk Stefan.

"Nggak mau ah." Yuki menggeleng.

"Kalau gitu jangan ngeliatin gue lagi." Sembur Stefan. Dia berbalik dan melipat kain-kain putih yang menutup sofa.

"Kenapa saya nggak boleh liat?"

"Pokoknya nggak boleh. Gue nggak suka lo liatin."

"Terus sukanya diliatin siapa? Baby." Cibir Yuki.

"Kenapa jadi Baby?" gerakan tangan Stefan berhenti, dia sekali lagi berbalik pada Yuki.

"Mas Stefan nyium saya gara-gara Baby kan. Buat apa. Saya tahu kita harus jadi pasangan di depan orang lain, saya juga tahu kalau saya ini tamengnya Mas Stefan. Tapi, mas Stefan nggak bisa kayak gitu sama saya. Itu sama aja Mas Stefan ngerendahin harga diri saya." Yuki menunduk, mengusap air mata yang tiba-tiba menetes di pipinya. Yuki merutuki dirinya sendiri. Kenapa ia jadi emosional.

Stefan membanting kain putih di tangannya. "Iya, gue nyium lo gara-gara Baby. Tapi itu bukan karena yang ada di kepala lo ini." disentilnya kening Yuki. "Gue heran deh, kepala lo kecil tapi banyak banget pikiran buruknya." Stefan meraih kain yang telah dilipatnya. Masuk ke dalam rumah meninggalkan Yuki yang kebingungan.

***

"Dasar bego."

Stefan membanting pintu kamarnya. Dia melepas kaos abu-abunya yang ternoda cat, membuang kaos itu di lantai. Stefan membuka lemari dan menarik sembarangan kaos. Stefan membanting tubuhnya di atas kasur, mendengus kesal.

Stefan memandang langit-langit kamarnya. Berdecak kesal untuk kesekian kalinya sambil mengacak rambut. "Dasar bego." Umpatnya, lagi.

Stefan duduk di atas ranjang dengan napas kembang-kempis. Ingatannya kembali saat Baby datang ke rumah mereka pagi ini.

Stefan menyentak lengan Baby saat tiba-tiba lengan kecil itu melingkar di lehernya. Dia berdiri, menatap tajam gadis itu. Baby menekuk wajahnya menatap Stefan. Stefan beralih pada Yuki yang mengalihkan pandangan.

Stefan memanggil Yuki dan memerintahnya. Adegan selanjutnya membuat Stefan hanya bisa terpaku. Yuki menunduk, melapas sepatu Baby satu-persatu. Diam-diam Stefan menggenggam sebatang charcoal hingga remuk.

In White || Jadilah warnakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang