In White : 11

1.5K 247 38
                                    

Yuki mengenal setiap sudut rumah ini dengan baik. Tiga tahun bukan waktu yang singkat untuk menghapal peta rumah ini. Sesekali Yuki yang membersihkannya dari debu jika pembantu rumah tangga yang biasa datang setiap pagi hingga sore tak bisa datang. Tapi sekarang membersihkan rumah ini tidak lagi ia lakukan semata untuk pekerjaannya, melainkan menjadi sebuah kewajiban. Bukan hanya itu, Yuki mungkin juga harus memasak. Dia akan banyak menghubungi Ibunya untuk masalah itu. Yuki juga tidak akan pulang saat sore hari, karena kini rumah ini telah menjadi tempatnya kembali.

"Mau sampe kapan berdiri di situ." Stefan melewatinya. Membuka pintu yang dikunci, tanpa menunggu Yuki dia masuk ke rumah.

"Nggak mau bawain tas saya?"

"Lo masih punya tangan kan. Bawa sendiri."

Yuki berdecak. Kemana perginya lelaki yang beberapa saat lalu bersikap manis di depan keluarganya. Kakinya menghentak saat mengikuti jejak Stefan.

Seperti sudah sangat lama Yuki tidak menginjakkan kakinya di tempat ini. Dia melihat Stefan duduk di ruang tamu, menunggunya. Yuki duduk di depan Stefan yang tampak merenung.

Gemerisik air dari kolam ikan terdengar menenangkan. Yuki suka duduk di ruang tamu karena ini. Suara air membuatnya rileks.

"Jadi gini aturannya." Awal Stefan menjelaskan.

Oh, jadi ada aturannya. Yuki menunggu tanpa suara.

"Gue emang bilang kalau gue nggak mau nikah untuk kedua kalinya, artinya lo sama gue nggak akan pisah. Tapi gue juga tahu, walaupun kita kenal udah lama tapi itu semua Cuma hubungan bisnis." Yuki mengangguk setuju. "Jadi gue pikir, kita akan mulai semuanya pelan-pelan. Lo bisa tidur di kamar yang ada di sebelah kamar gue." Sekali lagi Yuki mengangguk setuju. "Terus soal pernikahan kita, kita nggak bisa sembunyiin itu. Lo tahu kenapa kan."

Jelas Yuki tahu. Semalam dia melihat wajahnya di beberapa berita online. Judulnya membuat Yuki kesal. PERNIKAHAN MENDADAK PELUKIS KONDANG KEANON STEFAN. CINTA ATAU MARRIAGE BY INCIDENT?

Iya incident, insiden yang bikin gue repot.

"Beberapa judul beritanya bikin gue keganggu."

Oh, tumben sehati. "Mas pikir saya nggak keganggu."

"Karena itu. Kalau di depan orang mungkin kita harus bener-bener jadi pasangan. Lo ngerti maksud gue?" sudut mata Stefan berkerut.

Yuki mengangguk. "Iya saya paham. Kalau gitu saya mau ke kamar dulu, mau beresin ini." Yuki menepuk tas besarnya.

"Ok." Stefan mengikuti Yuki dengan matanya, hingga punggung Yuki menghilang dari pandangan.

Dia menyandarkan kepalanya pada sofa, menatap langit-langit rumahnya yang tinggi. Stefan tidak pernah secanggung ini saat berdekatan dengan Yuki. Tidak setelah tiga tahun mereka bersama. Stefan selalu merasa nyaman, Yuki tidak pernah menatapnya seperti gadis lain di liuar sana. Dia telah melihat semua keburukan Stefan dan Stefan tak ingin menutupinya dari Yuki. Bersama Yuki membuat Stefan mengingat tujuan utamanya menjadi pelukis.

Mimpinya yang ingin menjadi legenda seperti Salvador Dali. Bukan sekadar meraup keuntungan.

Stefan mengingat pertemuan pertama mereka. Seorang gadis dua puluh satu tahun, berdiri dengan celana panjang dan swaeter kebesaran berwarna coklat. Kaca mata bulat dan rambut panjang yang diikat tinggi. Dia terlihat seperti kutu buku dan tomboi dalam waktu bersamaan, tapi manis.

"Saya Yuki, yang akan jadi asisten Mas Stefan mulai hari ini."

Suaranya yang kekanakan terdengar. Keraguan Stefan berkembang saat melihatnya. Seorang gadis sepertinya, apa yang ia bisa lakukan untuk Stefan.

In White || Jadilah warnakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang