In White : 6

1.4K 239 22
                                    

Saat SMP Yuki pernah menonton salah satu drama Korea di mana peran wanita di drama itu adalah gadis yang diperebutkan oleh cowok-cowok ganteng padahal dia hanya itik buruk rupa. Yuki seperti anak gadis seusianya, membayangkan ia menjadi gadis yang diperebutkan itu. Dan rasanya impian itu terwujud sekarang.

Tapi, kenapa hawa di sekelilingnya begitu dingin. Bukankah seharusnya ada bunga-bunga dan efek slowmotion.

Situasi macam apa ini!?

Yuki berdiri di tengah-tengah para pria tinggi yang saling menatap tajam. Stefan dengan wajah tanpa ekspresi dan laki-laki yang menolong Yuki tersenyum tipis, misterius. Yuki menormalkan tenggorokannya yang tercekat.

"Um... jadi... Mas..."

"Kevin." Orang itu mengulurkan tangannya. Memotong kata-kata Yuki.

"Mas Kevin, terima kasih udah nolong saya. Maaf juga udah nabrak bahunya." Yuki tertawa hambar. Semua itu karena Stefan yang meliriknya sinis.

"Sama-sama, dan panggil saya Kevin aja. Nggak usah pake mas." Kevin tersenyum cerah.

"Iya, baik." Yuki mengangguk kaku. "Tangan saya." Tunjuk Yuki saat Kevin belum juga melepas jabatan mereka.

"Oh iya, sorry." Kevin segera melepaskan tangan Yuki.

Mereka tertawa canggung. Khusus untuk Yuki, dia bukan tertawa. Tapi menyembunyikan tangis di balik senyuman.

Selesai sudah, gue bakal dinyinyirin sampe kuping berdarah.

"Lo ngapain di sini?" Stefan buka suara.

"Gue ngegantiin bokap. Dia nggak bisa dateng, tapi dia titip salam dan ucapan selamat buat pameran lo." Kevin melihat sekelilingnya. "Lukisan lo boleh juga. Bisa kali bikinin gue satu, buat dipajang di kantor." Ucapnya diiringi kekehan.

"Satu lukisan gue harganya delapan puluh juta. Itu yang paling murah." Kata Stefan sarkastik.

"Itu urusan gampang. Gimana kalau salah satu lukisan lo yang ada di sini gue bawa pulang.Yang..." Kevin mengacuhkan nada tak mengenakkan pada suara Stefan, wajahnya memutar ke sembarang arah. Sampai akhirnya pandangan Kevin jatuh pada satu lukisan. "Gue mau yang itu." Tunjuknya pada lukisan balerina.

"Yang itu nggak gue jual." Jawab Stefan cepat. "Koleksi pribadi."

"Sayang banget. Lukisan itu terlalu bagus kalau kalau hanya dimiliki sendiri, kan." Lagi-lagi senyum misterius. Mata Yuki mengerjap.

"Oh iya. Siapa nama kamu?" Kevin berbalik pada Yuki. Seperti mengalihkan perhatian.

"Saya Yuki." Jawab Yuki sedikit tergagap.

"Kamu yang diteriakin sama Stefan tadi?" pangkal hidung Kevin berkerut.

Yuki menunjukkan deretan giginya. "Iya." Dia mengangguk kikuk.

"Yuki karyawan lo Stef?" Kevin menunjuk Yuki saat wajahnya menatap Stefan.

"Dia asisten gue."

"Wah, beruntung lo punya asisten cantik kayak Yuki."

Mama, Yuki dibilang cantik. Senyum Yuki mengembang namun hanya sedetik, kata-kata Stefan berhasil membuat mendung di wajah Yuki.

"Muka kayak talenan gitu lo bilang cantik. Mata lo belekan."

Bukankah itu sedikit keterlaluan. Yuki melirik pada Nasya yang setia berdiri di samping Stefan dengan tangan yang melingkar di lengan Stefan, dia menutup mulutnya. Menertawakan Yuki. Dan untuk pertama kalinya Yuki merasa dirinya rendah.

Kevin terbahak. "Gila lo, talenan kayak Yuki nggak gue pake buat motong sayur. Tapi gue kelonin di kamar." Matanya mengerling pada Yuki.

Mama, Yuki mau dikelonin cogan. Wajah Yuki merona merah. Tak sanggup menahan senyum malu. Moodnya sedikit membaik berkat kalimat Kevin.

In White || Jadilah warnakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang