In White : 3

1.4K 233 8
                                    

Siang ini pukul dua belas lebih dua puluh menit Stefan mengikuti kata-kata Ibunya, ia menemui Nasya di salah satu restoran bintang lima di jantung Kota Jakarta. Marisa tersenyum lebar saat Stefan datang dari pintu masuk, tapi senyumnya surut seketika melihat Yuki mengikuti Stefan dari belakang.

Yuki hanya bisa menampilkan senyum kaku saat Marisa menatapnya tajam.

Sumpah deh tante, saya juga nggak tahu kenapa bisa ada di sini?! Yuki ingin meneriakkan isi kepalanya pada Marisa yang menatapnya seperti tokoh antagonis di sinetron Indonesia.

"Kenapa dia ikut?" Sembur Marisa begitu Stefan duduk di depannya.

"Setelah ini Stefan sama Yuki mau ketemu Hito ngebahas pameran bulan depan. Jadi yaudah, sekalian aja." Jawab Stefan santai.

"Tapi ini kan makan siang kamu sama Nasya, Stef. Suruh aja dia nunggu di luar." Ujar Marisa tanpa repot-repot menyembunyikan ketidak sukaannya pada Yuki.

Yuki yang sudah terbiasa dengan kalimat pedas Marisa tidak merasa tersinggung sama sekali. Dia malah mulai membuka buku menu. "Mahal semua ya." Gumam Yuki melihat deretan menu dan harga.

"Mami juga ada di sini. Padahal kemarin bilangnya Cuma makan siang antara Stefan dan Nasya kan."

"Tapi kan..."

"Mami." Suara lembut milik Nasya yang sejak tadi hanya diam akhirnya muncul. "Nasya nggak papa kok. Lagian kalau Cuma berdua sama Stefan, agak canggung." Katanya malu-malu.

"Ah bener juga. Nasya kan nggak pernah deket sama cowok, pasti malu kalau Cuma berdua sama anak Mami." Marisa mengusap kepala Nasya lembut. "Nggak kayak cewek yang biasanya sama Stefan. Bukan malu-malu malah malu-maluin kerjaannya."

Yuki menulikan telinga dari sindiran Marisa. Gue minum air putih aja deh, gratis. Putus Yuki setelah tak menemukan menu yang pas untuk kantung akhir bulannya.

"Yaudah kalau gitu, kenalan dulu. Stefan ini Nasya anaknya Tante Intan temen arisannya Mami. Dia ini baru pulang dari Singapur setelah nyelsain S2-nya. Hebat kan, perempuan berpendidikan. Cocok buat kamu." Marisa mengenalkan Nasya seperti seles obat penumbuh rambut super.

Yuki mengulum bibirnya karena pikirannya sendiri.

Stefan mengulurkan tangannya dengan wajah datar. "Keanon Stefan."

"Wardhana." Tambah Marisa cepat. Sejenak Stefan mengetatkan rahangnya. Dan mungkin hanya Yuki yang menyadari hal itu.

"Nasya Andarani." Sambut Nasya menerima uluran tangan Stefan dengan senyuman manis.

Yuki berdecak kagum. Calon istri Stefan yang kali ini berbeda dari cewek-cewek sebelumnya. Nasya terlihat lebih kalem dan anggun, dia memiliki kulit hitam manis dan lesung pipi yang menambah pesonanya.

Kasian ni cewek, bakal dapet suami muka dua kayak Si Bos. Kali ini Yuki berdecak prihatin.

Acara makan siang itu berjalan dengan sukses. Yuki yang pada akhirnya dapat mencicipi olahan seafood berkat traktiran Stefan tak begitu memperhatikan pembicaraan mereka. Karena memang bukan urusannya juga, begitu pikir Yuki.

Sekarang dia berjalan di belakang Stefan dan Nasya yang melangkah berdampingan. Marisa memaksa Stefan untuk mengijinkan Nasya ikut dengannya bertemu Hito. Alasannya agar mereka semakin mengenal lebih jauh. Stefan hanya mengangguk acuh, tak ingin berdebat dengan Ibunya.

"Jadi kamu pelukis?" Tanya Nasya antusias.

"Hm." Jawab Stefan seadaannya.

"Wah, lukisan kamu udah ada berapa, aku boleh liat?"

In White || Jadilah warnakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang