In White : 7

1.4K 231 26
                                    

Mall selalu ramai, pasti. Banyak orang datang untuk mencari kebutuhan, menghilangkan penat atau sekedar jalan-jalan nggak jelas. Yuki dan Reina masuk dalam golongan ketiga. Berulang kali masuk toko yang berbeda tanpa membawa apapun keluar. Hanya tertarik, mencoba lalu pergi. Persis seperti dia yang datang tanpa salam dan pergi tanpa permisi.

Sekarang mereka sedang duduk di salah satu cafe. Hanya memesan dua gelas es lemonde. Bermain ponsel memanfaatkan wifi gratis.

"Teh, kok lo tumben ngajak jalan sih." Tanya Reina yang menyeruput esnya pelan-pelan.

"Emang kenapa, nggak suka lo jalan sama gue." Balas Yuki tanpa menatap Reina. Fokusnya pada layar yang menampilkan game sawah di salah satu plafrom game yang sedang hits akhir-akhir ini.

"Ye, bukan gitu. Emang lo nggak kerja, lo kan gila banget kalau udah cari duit." Ucap Reina setengah mencibir.

"Lagi libur, bos gue lagi nyiapin pernikahannnya besok."

Nyut

Kan, jadi inget lagi. Yuki mendengus kesal. Mematikan dan memasukan ponselnya dalam tas. Yuki meraih gelas esnya yang mulai berembun, meminumnya tanpa sedotan dengan rakus. Reina yang melihat itu hanya terheran-heran. Tak biasanya Yuki seperti ini, dia seperti orang frustasi.

"Teh, lagi patah hati ya."

Yuki tersedak, Reina membantu dengan menertawainya. "Sialan!" dilemparnya gulungan tissue pada wajah Reina yang masih terkekeh.

"Beneran nih, lagi patah hati. Wowowowowo, siapa nih yang berhasil bikin lo patah hati untuk pertama kalinya." Ujar Reina antusias, penasaran.

Reina tahu Yuki tak pernah terlibat asmara sejak dulu. Bahkan dia sempat khawatir jika kakaknya tak tertarik pada lawan jenis. Mengetahui Yuki galau karena cowok, jelas membuatnya penasaran setengah mati.

"Udah diem aja lo. Nggak usah ngingetin gue sama dia." Sakit hati gue karena nggak punya hak sakit hati. Lanjut Yuki dalam hati.

"Yaudah kalau gitu. Gue tebak aja gimana." Mata Reina yang sipit semakin tak terlihat saat ia menyipitkannya. Wajahnya berfikir, entah kenapa Yuki berdebar karena itu. "Yang bikin lo patah hati itu..."

"Yuki kan?"

Yuki bernafas lega. Bisa habis dia jika Reina menebak dan benar. Tapi siapa yang memanggil namanya tadi? Yuki menoleh, mendapati sosok tinggi menjulang di samping mejanya. Kevin tersenyum. Menyilaukan sebab pesona.

"Bener kamu, saya ngeliatin dari pintu masuk sejak tadi. Boleh saya gabung?" Tanyanya, tersenyum pada Reina yang berhasil membuat wajah gadis itu memerah.

Tanpa sadar Yuki dan Reina mengangguk. Kapan lagi satu meja sama cogan, pikir mereka kompak.

"Makasih." Kevin menarik kursi di sebelah Yuki. "Kalian mau makan siang juga?"

"Nggak sih mas, Cuma nongkrong aja." Sambil menanfaatkan wifi gratis. Tambah Yuki dalam hati. Tidak mungkin mengatakannya secara langsung kan. Yuki masih memiliki sedikit rasa malu.

"Oh ya, kenalin ini adek saya. Reina." Tunjuk Yuki pada Reina yang sejak tadi memandanginya dengan tatapan buruan-kenalin-gue-sama-dia.

"Kevin."

"Reina." Reina menyambut uluran tangan Kevin dengan suka-cita.

Please Rei, jual mahal dikit.

"Kalian udah makan siang?" Tanya Kevin lagi. Yuki hanya menggeleng sebagai jawaban. "Mau saya pesenin nggak, saya traktir kok tenang aja."

Rezeki, makan gratis sama cogan. Mana boleh ditolak, Mama bilang menolak rezeki itu dosa hukumnya. Yuki dan Reina tidak ingin dapat dosa. Tapi jual mahal itu sudah menjadi tabiat alami wanita.

In White || Jadilah warnakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang