Sebatas mendung dikira hujan.
Kering kerontang dikira hujan.
Panas terik pun dikira hujan.
Coba kalau aku menangis?
Tak mungkin dikira hujan.Hujan, senandung air yang takkan terlupa, walau lama kita tak jumpa.
Semerbak desis menghujam tanah, seharum rindu yang pasti kan jadi sepucuk kisah.Tapi, jika kita tak jumpa bagaimana?
Ah, tenang saja.
Tangis takkan mampu dikira di bawah hujan.
Rindu pun masih bisa ditahan, karena teman bernama hujan.Aku mengingatmu di tepian hujan.
Mendekap rindu dengan pelan.
Mencoba merawat hangat di kedinginan.
Agar hati ini mampu kupersembahkan tanpa ada satu pun kekurangan.Hujan, terkenang karena kita masih menanti saatnya disatukan ketika reda menyuguhkan kehangatan.
Dan kini, walau langit tak lagi hujan.
Hatiku, masih saja . . . .Bna, 25 Juli '19
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Hujan (Hati yang Tak Retak)
Historia CortaTAMAT!!! Berawal dari suatu masa menuju sebuah zaman refolusi kata yang menyebabkan timbulnya rasa cinta terhadap suatu rangkaian kata mutiara yang lahir dari hati nurani, Entah apa yg terlintas di pikiranku, tapi inilah yg keluar dari tinta hitamku...