hari hari berat tanpa orang tua

2.1K 71 2
                                    

Hari-hari Nuril setelah kepergian kedua orang tuanya terasa begitu berat. Setiap hari silih berganti orang masih datang ke rumah hanya untuk sekedar mengucap bela sungkawa.

Sesekali Nuril sengaja tidak menemui tamu-tamu yang datang. Kadang ia bisa berpura-pura kuat seperti besi baja namun terkadang ia begitu lemah bagai kapas terbawa angin. Kini satu-satunya orang yang menjadi semangat hidupnya hanyalah Fatiya. Gadis kecil yang baru mulai duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar itu harus kehilangan kedua orang tuanya.

Ia tak membayangankan kala itu kakak-kakaknya begitu di manjakan oleh orang tua ketika seusia
Fatiya, tapi kini gadis kecil itu harus kehilangan sosok orang tua di usianya yang begitu kecil.

"Mas Nuril makan dulu ya, Aira ambilkan," kata Aira pada sang suami yang sedang terdiam di kamar.

"Mas nggak laper sayang!"

"Sedari pagi Mas belum makan," kata Aira duduk di sampingnya dengan menggendong si kecil yang tak ingin lepas dari kakak iparnya semenjak kepergian kedua orang tuanya.

"Nanti ya Sayang, Mas belum lapar!" kata Nuril menebar senyum untuk sang istri.

"Mas ...., " kata Aira memelas menatap sang suami.

Nuril hanya tersenyum sambil menggeleng di hadapan Aira.

"Mas Nuril harus makan, Ilyas nggak mau Mas sakit. Mas sayang kita kan?" kata Ilyas tiba-tiba masuk kamar.

Mungkin ia mendengar percakapan Nuril dengan kakak iparnya tadi.
Nuril kembali tersenyum sambil meminta Ilyas duduk di dekatnya.

"Ilyas sudah makan?" tanya Nuril sambil mengusap kepala adeknya.

"Sudah tadi," katanya pada sang kakak.

"Kalo sayangnya Mas Nuril yang ini sudah makan belum?" tanya Nuril pada gadis kecil di gendongan istrinya.

"Sudah, tadi di suapin kak Aira!" katanya memeluk kakak iparnya itu.

"Yasudah Mas mau makan, tapi di suapin kak Aira juga ya?" kata Nuril menggoda Istrinya.

"Mas Nuril nggak boleh manja!" kata Fatiya di hadapan kakaknya.

"Kenapa?"

"Kak Aira kan kakaknya Fatiya," katanya sambil tersenyum pada Aira.

Nuril dan Ilyas tersenyum melihat keceriaan si bungsu.

"Fatiya di sini dulu ya sama Mas Nuril dan Mas Ilyas, Kakak mau ambilkan makan dulu untuk Mas Nuril," kata Aira memastikan gadis kecil itu mau di tinggal olehnya.

"Nggak lama ya Kak?"

"Iya Sayang, Kakak cuma sebentar kok," katanya mencium kening si kecil.

"Mas Nuril nggak sekalian nih, Kak Aira?" kata Nuril pada Aira saat ia melihat istrinya mencium kening Fatiya.

"Jangan, ini Kak Airanya Fatiya!" katanya membentak sang kakak.

Ilyas dan Aira tersenyum dengan celotehan gadis kecilnya itu.

"Yang tua ngalah ya Dek!" kata Ilyas menarik fatiya di pangkuannya.

Fatiya pun mengangguk tanda mengiyakan ucapan Ilyas.

Aira berlalu meninggalkan sang suami bersama adik-adiknya. Mereka memang masih dalam keadaan berduka, namun mampu menguatkan satu dengan yang lainnya.

Sungguh Aira memang beruntung memiliki suami seperti Nuril, di balik kesedihannya, ia mampu menjadi sosok orang tua yang tegar untuk adik-adiknya. Meski ia sering mendengar isakan Nuril dalam sunyinya malam, namun bersama sang adik ia bisa tersenyum bagai orang paling bahagia.

Nikmat Setelah HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang