Selamat Menempuh Hidup Baru, Izmi

4.2K 122 0
                                    

Seminggu sudah berlalu, Izmi mengundang Aira ke rumah suaminya setelah malam tadi ia baru saja kembali dari kampung halaman. Beberapa hari lalu Izmi melaksanakan ijab qabul dan sudah harus kembali kerumah sebab ada pekerjaan suaminya yang tak bisa ditinggal.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Mbak Aira," kata Luna sambil menggandeng tangan Aira membawanya masuk rumah.

"Mamah, Mbak Aira kesini," celoteh Luna memanggil Izmi.

Tak lama Izmi dan suaminya keluar.

"Mbak Aira," sapanya terlihat sangat bahagia.

Aira menyambut hangat pelukan Izmi sambil sesekali melirik laki-laki di sampingnya yang begitu sabar meladeni putrinya minta ini itu.

"Hmmm... benar yang dikatakan sahabatnya, beliau begitu bijak," batin Aira.

"Oh iya Mbak, ini Bapaknya anak-anak," kata Izmi memperkenalkan suaminya pada Aira.

"Pak Hilmi," katanya memperkenalkan diri.

"Oh ini Mbak Aira yang sering diceritakan anak-anak ya, temennya Mamah," sapa beliau sambil mencium kedua putrinya yang tiba-tiba ikut menyambut kehadiran Aira.

Sesaat suasana hening, mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Rengekan si bungsu pun memecah keheningan di ruang tamu itu.

"Bapak ayo," kata Luna manja sambil memeluk ayahnya, entah apa yang ia minta.

"Iya nanti Nak, kan ada temennya Mamah," kata ayahnya menenangkan Luna.

"Mbak Aira ikut aja, dulu Luna sering kesana sama Mamah sama mbak Aira" katanya terus memaksa sang ayah.

Sudah bisa ditebak, Luna pasti minta ke taman komplek tempat Aira dan Izmi sering bertemu.

"Iya iya ayo, Kakak juga ikut kan?" kata Pak Hilmi pada kedua anaknya yang lain.

"Iya," kata Hani pelan.

Mereka pun sibuk menyiapkan apa yang ingin dibawa, pak Hilmi berjalan masuk sedang Izmi menyiapkan botol susu dan gendongan untuk Luna.

Sesaat berlalu, mereka kembali keruang tamu dengan tampilan yang berbeda.

"Dek Luna turun dulu, Bapak mau siapkan motor," kata pak Hilmi yang sedang menggendong Luna.

"Bapak, jalan aja kan deket," kata Izmi pada suaminya.

"Oh yasudah, kalo gitu motornya mbak Aira biar Bapak masukkan saja," kata pak Hilmi memberikan Luna pada Izmi kemudian meminta kunci motor Aira.

Setelah memindahkan motor Aira, mereka pun berjalan menuju taman komplek yang berada di gang sebelah rumah pak Hilmi.

Aira merasakan kebahagian yang sedang menyelimuti sahabatnya itu. Meski dari cerita sahabatnya, banyak pro kontra yang dialami oleh Izmi karena menikah dengan ayah dari anak asuhnya yang sekaligus dosen di kampus tempatnya menuntut ilmu membuat Izmi sedikit tertekan, syukurlah Aira tidak ikut memberikan komentar yang membuat Izmi semakin bingung dengan keputusannya. Sayang, Izmi dan Aira tidak kuliah di universitas yang sama sehingga tak setiap hari Aira bisa menemani Izmi.

"Gimana perasaannya Mbak?" tanya Aira sesampainya di taman komplek saat pak Hilmi sibuk dengan ketiga putrinya ditempat yang berbeda.

"Alhamdulilah Mbak seneng liat anak-anak bahagia," katanya begitu tulus.

Meski Aira sendiri masih tak habis pikir dengan keputusan yang diambil oleh sahabatnya. Mungkin, Aira bisa menerima jika Izmi memang mengatakan ada hati untuk suaminya sekarang saat akan menikah waktu itu. Namun yang Aira dengar dirinya memang menikah demi kebahagiaan anak-anak asuhnya.

Ah sudahlah, semua memang sudah terjadi, Aira hanya berdoa yang terbaik untuk Izmi dan keluarga barunya itu.

"Mah tadi pintunya sudah dikunci belum ya?" tanya pak Hilmi yang mengagetkan Aira dan Izmi yang sedang bercanda tawa.

"Sudah Pak, ini kuncinya," jawab Izmi melihatkan kunci yang dikaitkan dengan tas kecil tempat botol susu untuk Luna.

"Alhamdulilah," kata beliau kemudian duduk di samping Izmi.

"Mbak Aira kuliah juga?" tanya Pak Hilmi membuka pembicaraan.

"Iya Pak," katanya santun pada laki-laki yang sekitar 12 tahun diatas usia Aira.

"Kok gak pernah lihat?" tanya Pak Hilmi memastikan bahwa Aira bukan mahasiswa dikampusnya.

"Iya Pak, Mbak Aira ini bukan mahasiswa UNLA," jelas Izmi pada suaminya.

"Pantes kok kelihatan asing," katanya sambil tersenyum.

"Saya kuliah di kampus tetangga dekat UNLA," katanya tidak menyebut nama kampusnya sebab beliau pasti tau yang dimaksud oleh Aira.

"Oalah, jurusan apa Mbak?" kata pak Hilmi antusias.

"Sama kaya mbak Izmi," jawab Aira.

"Oh anak didiknya pak Ismail ternyata," tebak beliau menyebut pak kepala jurusan di prodi Aira.

"Hehehe iya Pak," jawab Aira membenarkan.

"La kok bisa Mamah akrab banget sama Mbak Aira padahal kan nggak satu Universitas," tanya Pak Hilmi heran dengan kedekatan sang istri dengan sahabatnya.

"Ya bisa pak kan ada hp," jawab Izmi santai.

"Terus Mamah kenalnya dimana?"

"Ciiie Bapak mau tau banget," jawab Izmi manja pada suaminya.

"Ih benaran ini tanyanya, dimana Mbak Aira kenalnya," tanya pak Hilmi semakin penasaran.

"Jangan dijawab Mbak!" perintah Izmi pada sahabatnya.

"Gitu ya Bapak gak boleh tau???"

"Bapak marah???" Izmi semakin menggoda suaminya yang terlihat penasaran.

"Enggak," jawabnya cuek.

"Eh Bapak beneran marah," Izmi terus menggoda.

"Mamah sih nyebelin."

"Iya iya nanti dirumah aja ceritanya, jangan disini,"

"Kenapa?"

"Itu ada jomblo disebelah, takut ada yang baper," kata Izmi pada suaminya.

Kali ini giliran Aira yang digoda oleh Izmi.

"Eh mbak Izmi apaan."

"Apa hayo???" Katanya sambil bersandar di bahu suaminya.
 
Mereka benar-benar sangat bahagia membuat Aira ikut merasakan kebahagiaan keluarga baru itu.

Tak lama Naya pun berlari menghampiri.

"Mamah dek Luna nangis tadi jatuh disana," kata Naya sambil menunjuk tempat dimana adiknya jatuh.

Spontan, Izmi berlari menghampiri Luna sedang Aira dan Pak Hilmi masih berada ditempat semula bersama Naya. Tak lama Izmi kembali sambil menggendong Luna.

"Ada yang luka Mah?" tanya Pak Hilmi khawatir.

"Nggak Pak, kata Bu Rini tetangga sebelah,  dek Luna cuma kaget aja,"  jelas Izmi pada suaminya.

"Syukurlah, Oh iya mana Hani?"

"Masih main disana sama anaknya Bu Rini," kata Izmi menjelaskan.

Luna terlihat begitu nyaman berada di dekapan Izmi, sambil menikmati susu yang sengaja dibawakan oleh Izmi Luna pun tertidur.

Aira sedikit menjauh dari Izmi dan suaminya, ah... mereka benar-benar terlihat bahagia. Mungkin, begitulah hikmah dari nikmatnya ihklas.

Nikmat Setelah HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang