bapak kritis

2.1K 64 0
                                    

Nuril berbaring di kamar yang di tempatinya sebelum ia memutuskan untuk kost saat menjadi mahasiswa baru kala itu.

Tempat itu masih sama, tidak ada yang berubah sedikit pun. Tak ada yang menempati, sebab kedua adiknya pun sudah memiliki kamar masing-masing.

Aira yang melihatnya dari depan pintu memilih untuk membiarkan sang suami menenangkan hatinya. Ia benar-benar tak tega melihat laki-laki yang ia cintai begitu terluka hatinya.

"Kak Aira!" sapa Ilyas melihat kakak iparnya ada di depan pintu.

"Eh iya Dek, ada apa?"

"Masuk aja Kak, itu kan kamar Kak Aira juga?" kata Ilyas sambil berusaha tersenyum.

"Biar Dek, biarkan Mas Nuril sendiri dulu," jawabnya kemudian berputar arah untuk keruang tamu namun saat yang bersamaan Nuril memanggil.

"Sayang, sini masuk!" kata Nuril dari dalam kamarnya.

"Tu Kak di panggil Mas Nuril," kata Ilyas pada Aira.

"Iya Dek, Kakak masuk dulu ya," kata Aira kemudian meninggalkan adiknya di depan kamar sang suami.

"Sini Nduk, deket Mas," kata Aira meminta duduk di dekatnya.

"Iya Mas," katanya menurut saja apa yang diminta oleh sang suami.

"Aira capek nggak?" tanya Nuril pada istrinya.

"Enggak Mas, ada apa?"

"Bener Sayang?" tanya Nuril memastikan.

"Iya Mas, enggak capek kok. Ada apa?"

"Punggungnya Mas pegel banget, boleh Aira pijit sebentar?"

"Oh iya Mas, sini Aira pijitin," kata Aira meminta sang suami untuk membalikkan badannya.

Aira memijat punggung sang suami, terlihat Nuril begitu menikmati pijatan dari istri kesayangannya.

"Nduk, Mas bingung!" katanya sambil menikmati pijatan sang istri.

"Kenapa Mas?"

"Gimana ya cara ngasih tau Bapak, tentang Mamak ini?" kata Nuril bingung memikirkan ayahnya yang sedang di rawat.

"Aira juga bingung Mas, apa lebih baik Bapak nggak tau dulu Mas, demi keselamatan Bapak," kata Aira memberikan usulan pada suaminya.

"Tapi kasian Bapak, Nduk!" katanya tak tega.

"Iya Mas, Aira juga bingung harus gimana?" kata Aira sambil terus memijat punggung suaminya.

"Ya allah Mak, kenapa Mamak cepet banget ninggalin kami," katanya lirih.

"Mas sudah ya, kasian Ibu kalo Mas begini terus, lagian Mas harus kuat untuk Ilyas, Rasyid dan Fatiya," katanya menempelkan wajahnya di pundak sang suami.

Sesaat, terdengar suara teriakan dari arah luar.

"Kak Aira!" kata Fatiya berlari menghampiri Aira.

"Dek Fa sudah bangun Sayang?" kata Aira mengusap kepalanya.

"Kak Aira kok ninggalin Fatiya sendirian?" katanya sambil menatap kakaknya.

"Maaf ya Sayang, Kak Aira cuma mau pijit Mas Nuril sebentar. Ini Mas Nuril capek, setelah itu kak Aira temani dek Fa lagi," kata Aira lembut pada adik bungsunya.

" Pangku!" kata Fatiya manja pada Aira.

"Kok pangku sih, sini bobok deketnya Mas Nuril, Kak Aira kan lagi mijit Mas, Dek," kata Nuril lembut pada adik bungsunya.

"Kak Aira!" katanya keras membentak Aira.

"Iya Sayang, iya sini pangku Kakak," kata Aira menghentikan kegiatannya memijat sang suami.

Nikmat Setelah HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang