Ku Terima Kau Apa Adanya

3.8K 109 0
                                    

Setelah Aira berhasil membujuk sang suami untuk pulang akhirnya mereka pun sampai rumah.

"Nduk ngapain sih bingung gitu?" tanya Nuril melihat istrinya itu sibuk mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa besok pagi.

"Aira mau bawa apa aja ya Mas?" tanya Aira pada Nuril yang tiduran di kasur.

"Yang perlu-perlu aja dulu besok bisa diambil lagi kalau memang diperlukan," jawab Nuril bijak.

"Mas mau anterin?" Tanya Aira sambil melipat pakaian.

"Ya pastilah Nduk, Mas mana tega liat Aira kesini sendiri lagian nanti kalo ibuk tanya suaminya kemana? Aira mau jawab apa coba?" Kata Nuril sambil terus memainkan ponselnya.

"Main hp di kost!" jawab Aira santai namun mengagetkan Nuril.

"Wah Nduk ini, Mas nanti bisa dimarahin ibuk dong kalo jawabannya kaya gitu," kata Nuril protes.

"Biarin, belum pernah kan Mas?" Kata Aira sambil menggoda suaminya.

"Oh gitu sekarang, Nduk suka liat Mas dimarahin ibuk?" jawabnya bangun dari tempatnya berbaring.

"Ya kan jarang-jarang. Eh belum pernah kan malahan?" jawab Aira santai dengan terus melipat pakaian.

"Aira kok jadi nyebelin sih, balas dendam ini gara-gara Mas tadi di kost?" tanya Nuril gemas dengan tingkah istrinya.

"Nggak. Kan balas dendam itu gak boleh kan as? Apalagi sama suami tersayang," jawab Aira sambil melirik genit sang suami.

"Emang Nduk sayang sama Mas?" tanya Nuril mendekat dengan Aira.

"Enggak tau Mas, tapi kan harus begitu!," jawab Aira tanpa melihat suaminya.

"Kok gitu sih? Aira terpaksa ya nikah sama Mas?" tanya Nuril.

"Eh, enggak kok Mas, Aira bercanda. Insyallah Aira kan sayang dan patuh pada Mas," jawabnya takut menyinggung sang suami.

"Serius amat, Mas juga bercanda kok. Bobok yuk Nduk, Mas ngantuk" Nuril menarik Aira setelah ia berdiri dari tempat Aira melipat baju di lantai yang tertutup karpet.

"Udah ngantuk lagi Mas baru jam 9?" tanya Aira sambil melirik suaminya.

"Iya, Nduk juga kan itu matanya merah," kata Nuril memandang mata Aira.

"Aira kan emang tadi nggak tidur Mas," jawab Aira dengan memalingkan wajahnya.

"Ya salah Aira sendiri kenapa tadi nggak tidur," jawab Nuril sambil kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

"Aira gak ngantuk tadi," jawabnya sambil menutup tas punggung yang akan dibawa besok ke kos.

"Iya sekarang sini bobok!" kata Nuril pada istrinya.

Aira pun mengiyakan kata suaminya sebab ia memang mengantuk.

"Mas geser!" kata Aira duduk di ujung tepat tidur.

"Aira aja yang kesini, biasanya juga gitu kan" protes Nuril.

"Ya Mas bangun dulu kalo gitu!" kata Aira bingung tak bisa lewat karena terhalang Nuril.

"Yaudah sih sini aja," jawab Nuril tak bergerak sedikit pun.

"Masa Aira lompatin kakinya Mas?" katanya masih duduk di sudut tempat tidur.

"Gak papa Nduk," jawab Nuril sambil menarik selimutnya.

Aira tak bergerak, ia masih duduk di ujung tempat tidur sambil menunggu kaki Nuril sedikit diangkat sehingga ia tak melompati kaki kaki suaminya.

"Aira kok diem disitu?" tanya Nuril.

"Mas sih begitu," jawabnya tak melihat sang suami.

"Iya Sayang, silahkan ini Mas udah bangun dulu," kata Nuril mengalah.

Aira tak menjawab, ia segera saja menempatkan diri di tempat tidur seperti biasanya kemudian Nuril memasangkan selimut untuk Aira dan kembali berbaring.

"Nduk!" panggil Nuril setelah mereka berada di tempat tidur.

"Dalem Mas?" Katanya melirik suaminya.

"Nduk yakin mau tinggal di kost-an Mas?" tanya Nuril ragu karena tempatnya kecil.

"Kenapa enggak?" jawab Aira.

"Kan tempatnya gak sebesar kamar ini Nduk, atau biar Mas cari kontrakan aja yang lebih luas di deket sekolah Aira?"

"Mas.. dengerin Aira, gak perlu seperti itu kita tinggal di kost aja nggak papa kan sudah dibayar, gak perlu buang-buang uang buat cari kontrakan lagi. Mending uang Mas ditabung aja ya," kata Aira menatap suaminya.

Entahlah mereka secepat itu bisa akrab dan saling memahami padahal Nuril dan Aira sama sekali tak saling kenal sebelum acara ijab qobul itu terlaksana.

"Tapi kan Mas kasian Aira, biasa tinggal di kamar seluas ini dan sekarang harus pindah di tempat kecil gitu," kata Nuril masih tak tega dengan istrinya.

"Gak masalah Mas!" jawabnya masih memandang suaminya.

"Maaf ya Nduk, Mas belum bisa bikin Aira bahagia," kata Nuril pelan.

"Kenapa Mas bicara begitu?"

"Mas malu sama Aira. Sebelum menikah kan Aira hidup serba begkecukupan begini tapi dengan Mas, Aira nggak bisa lagi dapatkan ini semua."

"Bukan nggak, tapi belum. Insyaallah Mas mampu, suatu saat nanti."

"Dari kecil Mas memang hidup serba pas-pasan Nduk, nggak seperti-"

"Seperti apa Mas? Sudah ya, Aira dan keluarga menerima Mas apa adanya. Orang tua Aira sudah tau latar belakang Mas, Bapak Ibu juga sempat kan silaturahmi ke rumah Mas? Buķtinya Bapak tetap percaya Mas Nuril bisa menjaga Aira. Andai Bapak tidak berkenan dengan keadaan Mas Nuril, pastilah tidak ada restu untuk pernikahan kita."

"Tapi Mas merasa bersalah, coba lihat kamar Aira sekarang, bahkan kost yang akan kita tempati besok hanya seperempat dari kamar ini. Mas juga belum bisa belikan perhiasan untuk Aira seperti yang dipakai Mbak Izmi."

"Astagfirullahalazim, Mas. Demi Allah Aira tidak menginginkan itu, tidak ada sedikitpun rasa iri di hati Aira pada Mbak Izmi. Jodoh sudah ada yang mengatur, dan Aira tidak menyesal berjodoh dengan Mas Nuril,"

"Bantu Mas untuk selalu membuat Aira bahagia ya?"

"Mas mau tau gimana cara bikin Aira bahagia?" tanya Aira pada Nuril.

"Apa Nduk?" Jawabnya cepat.

"Bobok sekarang yuk, Aira udah ngantuk," jawabnya sambil menguap.

"Nduk ini, Mas serius nih," kata Nuril masih berhadapan dengan Aira.

"Iya Aira juga serius ngantuk ini," kata Aira.

"Apa tadi yang bikin Nduk bahagia?" tanya Nuril masih penasaran.

"Nduk udah bahagia punya suami baik kaya Mas Nuril" kata Aira sambil memeluk erat suaminya.

Nuril tak bisa berkata-kata lagi, matanya berkaca-kaca karena ucapan Aira, ia tak percaya sang istri berkata demikian padanya.

Dilihatnya Aira yang berada di pelukannya, ternyata sudah tertidur pulas. Nuril pun memeluk istrinya yang sudah terlelap.

"Terima kasih ya robb, untuk anugrah terindah ini. Akan ku jaga sepenuh hati, dan tak mungkin ku lukai hatinya," katanya dalam hati.

Nikmat Setelah HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang