Part 9

5.3K 459 79
                                    


"Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalaaam!"

Duh, siapa sih pagi-pagi gini bertamu ke rumah orang. Ganggu aja hari libur gue yang tenang. Mana Ayah bunda lagi kondangan lagi.

Ting tong! Ting tong! Ting tong!

"Iya sebentaaaaar!" teriak gue. Makin kesel karena bel dipencet terus-terusan.

Anjirlah! Kalau bertamu tuh sopanan dikit ngapa! Dipikirnya yang punya rumah budek apa!

Dengan keselnya gue buka pintu utama rumah gue. Pengen gue sembur aja sebenernya. Tapi gue inget, kata Bunda, tamu adalah raja. Maka, perlakukanlah dengan baik.

Tapi kalau tamunya gak sopan kayak gini masih berlaku gak ya?

Bodo ah!

Pas pintu kebuka, jantung gue mau turun lagi. Orang yang kayaknya bakalan hidup sama gue, berdiri menjulang di depan gue.

"Mau apa! Bunda nggak ada! Pulang sana!" sembur gue tanpa ampun. Bikin kesel aja pagi-pagi.

Si MANTU BUNDA itu malah tersenyum dengan manisnya. Uh! Pengen gue remes aja bibirnya. Ngeselin!

"Yang sopan sama calon suami!"

"Ih! Najis!"

Duuuh, sebenernya gue udah mau damai aja sama nih calon suami. Tapi kenapa pas ngelihat mukanya, bawaannya bengen nonjok aja. Emosi mulu gue. Pengen baku hantam aja. Nggak bisa selow kalo liat mukanya.

Apalagi sejak kejadian waktu itu, tiap liat muka dia sama muka Fahim, rasanya gue pengen masuk ring tinju. Duel satu lawan satu.

"Apa kamu bilang?"

"Nggak! Nggak ada!" elak gue. Takut juga sih gue sebenernya. Badannya gede gitu, sekali libas, langsung qoid gue. Lupakan ring tinju yang gue bilang barusan. Semua hanya halusinasi semata.

"Mau apa?" tanya gue lagi.

"Kamu nggak suruh saya buat masuk?"

"Nggak! Nggak ada orang. Nanti jadi fitnah." jawab gue. Ada Ahsan sih, tapi dia lagi molor, berlayar menuju pulau impian. "Duduk aja di sana." tunjuk gue di kursi teras.

Si calon MANTU BUNDA IDAMAN itu langsung duduk ninggalin gue.

Ya baguslah!

"Sini duduk. Ada yang mau saya bicarakan." katanya.

Gue masih diam. Berdiri di depan pintu sambil nyilangin tangan di depan dada. Ingat, gue masih kesel ya. Masa muda gue mau direnggut gitu aja sama ni orang. Gimana nggak kesel coba.

"Penting!" katanya lagi.

"Apa?" tanya gue yang ogah-ogahan duduk di kursi sebelahnya. Berbatasan dengan meja kaca yang di atasnya ada bunga aglonema eksotis koleksi bunda.

Gak penting ya? Biarin aja.

"Kamu sudah ngucap istighfar hari ini?" Diluar dugaan gue, dia nanya begitu. Maksudnya apa?

"Banyak - banyak istighfar, biar tidak mudah emosi." lanjutnya lagi.

Astaghfirullah... Gue istighfar juga dalam hati. Kagak tau kenapa.

Duh, iya sih. Kenapa gue bawaannya emosi terus sih? Mau mens kali ya.

"Ibu pesan sama saya. Suruh nanyain kamu, kamu mau mahar apa nanti?" tanyanya.

"Mahar?"

"Iya mahar. Mas kawin." jawabnya.

Ya gue tau Bambank!

Arwaa and her Bodyguard Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang