Hmmm.. Mewah juga nih restoran. Mau ngapain nih om-om ke sini. Dia nggak niat buat ngejual gue kan ya?
Gue tarik lengannya, dan dia berhenti. "Om, ngapain ke sini? Om nggak mau jual saya kan?"
"Kamu itu bicara apa? Tadi siapa yang maksa ikut saya? Makanya jangan kebanyakan nonton drama! Rusak otak kamu." Emang songong banget nih madona cap ikan teri jumbo.
"Ihh. Ditanya baik-baik jawabnya malah gitu." Gue merengut kesal.
Dia berbalik, berdiri di samping gue, lalu tangan kirinya terulur di bahu gue. "Ayo, sudah jangan ngambek. Nanti tambah jelek."
"Ishh! Nyebelin." Sok akrab banget lagi.
Dia membawa gue duduk di meja yang udah dipesen. Udah ada seorang lelaki di sana, mungkin seusia om ini. Tampan juga meskipun tetep gantengan ikan teri ini sih. Heran deh, kenapa om-om sekarang pada ganteng semua ya.
Kan jadi pengen.
"Sudah lama?" sapa Madona pada temannya. Dia sibuk dengan handphone-nya jadi tidak menyadari kedatangan kami.
"Hey bro!" Dia berdiri, bersalaman dan merangkul sekilas Om Dona. "Lumayan, 20 menit gue nunggu. Kemana aja? Nggak biasanya lo telat gini."
"Sorry. Ada masalah sedikit." Gue nyegir dalam hati. Pasti gara-gara gue deh. Yaah, gue tau kok kalau Madona ini tipe orang yang disiplin banget. Nggak pernah telat, bertanggung jawab, dan selalu tepat janji. Hmm.. Suamiable banget deh pokoknya.
Ya Rabb!
Gue bener-bener kudu mulai tahajuddan nih. Otak gue mulai geser. Bisa-bisanya gue bilang dia cocok buat suami gue. No way. Bisa putus urat leher gue.
Arwaa khilaf Ya Allah. Jangan dicatat ya.
"Eh sama siapa lo. Gila. Lo punya pacar gak kabar-kabar. Mana bohay banget lagi." Ehmm.. Kering tenggorokan gue. Air mana air? Udah dibilangin juga gue itu semok. Seksi nan montok. Bohay. Bahenol. Cuma ikan teri aja yang bilang gue bergelambir. Emang kampret.
"Bukan. Ponakan."
Oke ponakan. Lagian juga siapa yang mau jadi pacarnya ikan teri. Ogah! Gue nggak marah kok. Sumpah.
"Ponakan? Waah, parah lo. Kok gak bilang sih punya ponakan cantik begini. Kenalin dong Don." Najong banget nih temennya ikan teri. Ganteng sih, tapi sok kenal banget.
"Arwaa, kenalkan teman saya, Adam." katanya datar, dingin, dan kaku. Heran deh masa sama temen gini tetep aja kaku.
"Hai cantik, Adam Kusaya. Bukan sudaranya Adam Suseno, tapi sepupu jauhnya Adam levine. Panggil kakak atau abang aja ya. Jangan panggil om lho. Belum tua juga. Tapi lebih sering dipanggil Sayang sih." katanya sambil menjabat tangan gue. Diakhiri dengan kedipan sebelah matanya. Cakep sih, tapi kok genit gini sih. Mana banyak cingcongnya lagi. Illfeel deh gue.
"Arwaa." jawab gue singkat, orang model begini mah nggak bagus ditenggepin lebih. Bisa berabe ntar.
"Eh, duduk duduk. Mau pesen apa? Gue yang traktir."
"Kamu mau pesan apa?" tanya Madona.
"Sama kayak om aja."
"Aduh, kalian manis banget deh."
Ha ha ha. Manis dari monas?
Mereka makan siang sambil bicara masalah bisnis mereka. Gue juga gak terlalu ngerti. Fokus gue cuma makan dengan tenang. Laper emang, apalagi belum makan dari pagi. Sesekali Adam mancing gue buat ikutan ngobrol. Karena males, cuma gue senyumin aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arwaa and her Bodyguard
HumorArwaa, mau tidak mau harus rela dijaga oleh seorang bodyguard 24/7 karena akan ditinggal sepupunya selama 3 bulan. Siapa sangka bodyguardnya itu lebih menyebalkan dari siapapun manusia yang pernah dikenalnya.