3. Bukan Robot

91 11 1
                                    

Fine 3 

Hyoran membuka matanya dan melihat langit-langit yang nampak asing baginya. Plafon putih dengan lampu putih yang rasanya menyakiti matanya. Saat ia menggerakkan tangan kirinya, ia sadar jika ada sesuatu yang tertanam di dalam kulitnya. Infus.

"Kamu sudah sadar, Hyo?" Hyo melirik ke sebelah kanan dan mendapati Jimin sedang duduk memperhatikannya. 

"Dimana aku?" Merupakan pertanyaan khas yang selalu menjadi bahasan utama dari orang yang pingsan selama berjam-jam. 

"Di rumah sakit, IGD lebih tepatnya."

"Kenapa?" Tanya Hyoran lagi. 

"Kamu pingsan. Dokter bilang kamu kelelahan dan perlu istirahat. Dan dokter bilang kamu anemia." Jimin menyampaikan penjelasan dari dokter padanya. 

Hyoran hanya mengangguk mengerti. Memang ia menyadari kalau tiga bulan belakangan ini pola hidupnya berantakan karena pekerjaannya yang begitu sibuk. Banyak mengurus tour dan fan meeting untuk Jimin dan beberapa artis lainnya. Ditambah lagi karena perihal hatinya. 

Lalu Hyoran menyadari Jimin yang menunggunya. Bukan yang lain. "Kamu yang membawaku kesini?" 

Jimin hanya menggerakkan matanya, lalu menyilangkan tangannya di dada. Ia juga mengantuk. 

"Kalau lelah, pulang saja, Jim." 

"Nggak apa-apa. Kalau pulang justru aku sulit untuk istirahat. Karena akan kepikiran kamu terus." Jimin mengatakannya sambil memejamkan matanya. Dan itu benar-benar pengakuan dari hatinya. 

Sontak saja wajah Hyoran menghangat. Ia tahu wajahnya kini merona. Buru-buru Hyoran menoleh ke kiri supaya Jimin tidak melihatnya. Jantungnya juga berdebar cepat. 

"Kamu harus istirahat di sini beberapa hari, Hyo," lanjutnya. 

"Apa?" Hyoran menoleh dengan cepat. "Tidak boleh gitu. Aku harus kerja." Hyoran mencoba bangun dan gagal. Karena tiba-tiba kepalanya kembali berdenyut hebat. Sehingga membuatnya kembali jatuh ke bantal. 

Jimin hanya menatapnya. 

Hyoran memejamkan matanya. Sekuat tenaga ia mencoba menghilangkan denyut di kepalanya. 

"Sudah ku bilang kan! Kenapa keras kepala sekali sih!" Jimin mengomelinya. 

Hyoran hanya menarik nafas panjang. Dan ia merasakan ada yang memijat lembut kepalanya. Hyo pun membuka matanya dan melihat Jimin sedang menatapnya. Sorot itu terlalu hangat dan lembut. Jantung Hyo semakin tidak sehat. 

"Istirahat, Hyo. Tidak ada salahnya dua atau tiga hari mengistirahatkan tubuh dan pikiranmu. Kamu bukan robot. Manusia itu ada batasannya, jika dipaksakan malah akan kacau." Suara Jimin lembut juga menenangkan. 

Hyoran bukan tidak ingin beristirahat, tapi jika ia diam saja di rumah, kenangan bersama Seojin akan terus menghantuinya. Dan justru itu akan membuat dirinya semakin sakit dan menyedihkan. 

"Menangis sesekali juga kan tidak berdosa, Hyo," ucap Jimin lagi. Tangannya kali ini berhenti memijat dan menunggu reaksi Hyoran. 

Benar, benar sekali apa yang Jimin katakan barusan. Tidak berdosa kalau ia menangis. Tidak ada salahnya jika sesekali menyedihkan. Semua itu sifat manusiawi. Justru aneh jika tidak sama sekali merasakan itu semua. Sesak kembali hadir, kini dadanya naik turun menahan gejolak patah hati yang sejak dua hari lalu ia tahan dan pura-pura baik-baik saja. Namun kini semua kepalsuan itu merangkak ke permukaan membuat Hyoran tidak berdaya. Dan meledak seperti bom waktu. Hyoran menangis tersedu-sedu tidak peduli lagi dengan Jimin yang sedang menatapnya. 

Jimin meremas telapak tangan Hyoran pelan tapi tidak meminta Hyo untuk berhenti menangis. Justru Jimin membiarkan Hyoran meluapkan emosinya. Dan Jimin dengan tenang tetap berada di sampingnya. Hyoran menangis cukup lama, hingga ia merasakan kelelahan dan kelegaan. Matanya sembab dan panas. Kepalanya kembali pening, hingga mengharuskan ia memejamkan mata. Dan saat itulah Hyoran kembali merasakan kepalanya disentuh dengan lembut. 

"Tidur, Hyo. Aku akan pastikan kamu akan bahagia besok." Jimin berjanji pada dirinya juga Hyoran. Jimin tidak akan pernah membiarkan orang lain membuat Hyoran menangis lagi seperti tadi. 

"Maafkan aku, Jim. Aku menangis seperti orang gila," ucap Hyoran dengan suara parau. 

"Jangan minta maaf, Hyo. Kamu tidak bersalah apapun padaku. Jangan pikirkan apapun lagi. Pekerjaanmu juga sudah dihandle oleh Yoora. Jadi, tenangkan semua pikiran dan tubuhmu. Aku akan tetap bersamamu dan menjagamu." Jimin kembali meremas telapak tangan Hyoran. 

Entah mengapa keberadaan Jimin membuatnya tenang dan nyaman. Selama ini memang selalu begitu. Kehadirannya menenangkan. Hanya saja Hyoran selalu bersikap biasa saja, padahal jantungnya selalu saja berdebar setiap kali Jimin bersamanya. Hyoran lelah, ia memejamkan matanya. 

"Janji tetap di sini, Jim?" Ucap Hyoran pelan dengan mata tertutup. 

"Janji." Jimin memastikannya dengan meremas pelan telapak tangan Hyoran. Tidak lama kemudian, Jimin melihat nafas Hyoran yang teratur dan terdengar dengkuran halus. Jimin terkekeh. "Kamu imut sekali kalau lagi tidur, Hyo." Jimin menatap wajah lelah Hyoran. Perlahan tangannya mengusap pipi Hyoran dan tubuhnya mendekat. Jimin memberikan kecupan di kening Hyo yang tengah tertidur. "Tidur yang nyenyak dan mimpikan aku dengan mimpi yang sempurna."

~•~•~•~•~

Yoora sedang sibuk dengan pekerjaannya di depan laptop. Wanita yang sudah memasuki usia tidak jauh dari Hyoran, memiliki tubuh yang tinggi juga berisi, rambut hitam panjang dan selalu mengikuti style Hyoran. Namun, meskipun kerap meniru, akan tetap berbeda. Terutama dari sikap dan perilakunya. Yoora harus lembur untuk menggantikan Hyoran yang harus dirawat di rumah sakit. 

Hari sudah gelap, namun Yoora masih tetap saja berkutat dengan lembaran naskah yang akan diseleksi. Padahal harusnya Yoora akan kencan malam ini dengan kekasihnya. Dilihatnya sudah pukul 8 malam. Dengan berat hati ia pun mengirim pesan singkat pada kekasih barunya. Yang baru saja ia pacari selama satu bulan. Dan malam ini Yoora dan pacarnya akan merayakan satu bulan hari jadi mereka. 

'Oppa, mianhae. Malam ini aku harus lembur karena menggantikan Hyoran. Bisa kita tunda kencan kita?'

'Lembur? Tumben. Padahal aku sudah menunggu kencan malam ini.' 

Yoora memasang wajah sedih dan menyesal. "Aku pun juga sudah menantikannya. Bahkan aku sudah menyiapkan lingerie di mobilku." Yoora menggaruk kepalanya dan menggerutu lagi. "Kenapa sih Hyoran harus sakit. Terlalu lebay." Yoora menggebrak mejanya untuk meluapkan emosinya. 

'Oppa, tunggu aku ya. Aku akan menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 10. Setelah itu aku akan ke rumahmu.'

'Baiklah, aku tunggu. Aku akan menyiapkan Soju dan makanan lainnya. Semangat!' 

Yoora meletakkan ponselnya dan kembali fokus mengerjakan sisa pekerjaannya yang bisa dikatakan tidak sedikit. Bahkan rasanya tidak berkurang sama sekali. Namun, ia tetap mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. 

Beberapa kali Yoora gagal fokus dengan imajinasinya sendiri. Membayangkan apa yang akan terjadi malam ini dengan kekasih barunya. 

"Fokus, Yoora, fokus. Sebentar lagi semua ini selesai dan kita akan menghabiskan malam ini dengan panas." Yoora mengeratkan pangkal pahanya. Ia sendiri juga merasakan panas dan gerah hanya dengan sibuk membayangkan. Padahal malam itu ia sendirian di dalam ruangan. Ada beberapa karyawan lain yang lembur tapi di ruangan lain. 

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh, tepat saat itu pula pekerjaannya selesai. Yoora bertepuk sekali sambil bernafas lega. "Akhirnya selesai juga…." Yoora mengirimkan pekerjaannya ke bosnya. Lalu mematikan laptop, ia pun bersiap untuk pulang. 

"Oppa, aku datang!" 

----Bersambung----

💚 Lovegreene
Mei 2019








I'm Fine (✅) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang