8. Luka yang kembali terbuka

67 9 4
                                    

Fine 8

Cuaca yang dingin, ditambah hujan yang begitu deras, lampu temaram, jalanan yang sepi, membuat kedua insan yang sedang dimabuk hasrat dan gairah seperti lupa daratan. Heather di dalam mobil pun sudah diturunkan suhunya karena keduanya berkeringat di suhu yang dingin. Deru nafas lelah, tersamarkan dengan suara derasnya hujan. 

"Hyo, aku bisa melakukannya lebih baik dari ini. Di mobil ruang gerakku terbatas. Mau pindah ke apartemen mu atau hotel?" Jimin pasrah karena saat ini dirinya sedang didominasi oleh Hyoran yang berada diatas pangkuannya. 

Hyoran menatap mata Jimin yang menggodanya. Dengan senyum miringnya. Rasanya Hyoran ingin sekali lagi melakukannya bahkan tidak ingin berhenti. Jimin begitu candu, harum dan pandai sekali membuatnya merasa bahagia dan memuaskannya. Seketika dirinya lupa akan Seojin yang pernah mendominasinya. 

"Hyo, kamu baik-baik saja?" Tanya Jimin yang cemas melihat Hyoran diam saja sembari menatap tanpa mengubah posisinya. Bahkan ucapan Jimin yang sebelumnya pun diabaikan. "Hyo?" Lanjutnya lirih. 

Hyoran menarik nafas panjang, mencium bibir Jimin sekejap lalu tersenyum. "Jim, jangan tinggalkan aku." Hyoran berkata lirih bahkan serupa bisikan. 

Jimin kembali mengembangkan senyum lalu menangkup wajah Hyoran yang hendak menunduk. "Aku akan selalu berada disampingmu, Hyo. Sejak dulu seperti itu kan! Karena aku mencintaimu."

Hyoran bersemu, kedua pipinya menghangat. Jimin memperlakukan dirinya dengan begitu hangat dan merasa sangat dibutuhkan. 

"Mulai saat ini aku yang akan selalu kamu inginkan," lirih Jimin sembari mengecup bibir Hyoran dan wanita itu pun membalasnya. 

Hyoran memeluk Jimin, tubuhnya begitu harum dan hangat. Berdekatan intim dengan Jimin seperti ini, membuat Hyoran serasa mabuk. Belum lagi sentuhan dari tangan Jimin yang menyisakan kehangatan pada bekas yang disentuh. 

"Mau pulang kemana? Apa mau begini terus sampai pagi?" Jimin kembali bertanya. "Aku bisa jauh lebih baik dari yang tadi, Hyo." Jimin kembali menggoda Hyoran. 

Hyoran menjauhkan tubuhnya dan menatap Jimin tidak suka. "Aku lelah, mau pulang. Ke apartemenku saja." Hyoran melepaskan penyatuan mereka yang masih menyisakan sisa-sisa cairan birahi mereka. Jimin dengan cekatan mengambil beberapa tisu dan mengelapnya ke paha dalam Hyoran. Barulah setelah itu Jimin mengelap miliknya sendiri. 

Hyoran salah tingkah dan kembali memakai celananya. Hujan mulai mereda dan menyisakan rintik. Ada perasaan malu ketika dia menyadari bahwa dirinya lah yang lebih bernafsu tadi. Dirinya tidak memberikan kesempatan pada Jimin untuk bergerak. Hyo memejamkan mata dan melipat bibirnya ke dalam. Sungguh keterlaluan, pikirnya dalam hati. 

~•~•~•~•~

Hari Minggu adalah hari libur yang Hyoran manfaatkan biasanya berlibur dengan Seojin. Tetapi, semenjak putus, hari Minggu menjadi hari tidur seharian untuk Hyoran. Jimin pulang subuh dari apartemen Hyoran setelah melakukan satu ronde pergulatan panas yang sepertinya memang sengaja Jimin tahan. 

Tubuh Hyoran terasa pegal dan kaku, karena kelelahan bercinta dan kebanyakan tidur. Saat bangun, Hyoran ingat betul, saat dirinya membuka pintu apartemen, Jimin langsung menubruk tubuhnya ke dinding, mencium bibirnya dengan panas, menutup pintu dengan kaki, lalu membawa Hyoran dalam gendongannya ke atas ranjang. 

Sangat berbeda saat mereka melakukan di dalam mobil karena sudah jelas Hyoran yang lebih mendominasi. Tetapi, saat di apartemen, Hyoran sampai memekik karena kenikmatan yang Jimin berikan sungguh candu. Jimin pintar membuat lawannya K.O dalam beberapa menit. Setelah selesai bercinta, Jimin tidak henti-hentinya mengecup bibir, pipi, juga keningnya. Dan yang membuat Hyoran merinding adalah ucapan Jimin sebelum pulang. 

"Kamu adalah milikku saat ini sampai seterusnya." 

Hyoran mengusap rambutnya dengan jari. Rasanya hal mustahil melupakan seseorang dalam waktu semalam. Tetapi, Jimin membuktikannya. Kini, Hyoran seperti kembali ke dirinya sendiri. Bahagia dan bersyukur bahwa ada seseorang yang benar-benar menghargainya, seperti Jimin. 

Sudah waktunya makan siang, Hyoran segera beranjak dari kasurnya untuk mandi dan makan. Karena perutnya sudah keroncongan sekali. Saat mandi, Hyoran melihat di kulitnya yang putih ada tanda hisapan yang diberikan Jimin di beberapa tempat. Hyoran merabanya dan memejamkan mata. Wajah Jimin kini kembali hadir dalam imajinasinya. Tubuhnya bereaksi hanya memikirkan Jimin sedang menatapnya. 

"Ya Tuhan, Jimin… apa yang kamu lakukan padaku dalam semalam? Apakah kamu menggunakan sihir?" Hyoran mengenyahkan pikirannya sambil menggeleng pelan. 

Buru-buru Hyoran menyelesaikan mandinya, lalu mengeringkan tubuh juga rambutnya dan memakai kaos kebesaran kesukaannya. Juga celana pendek. Hyoran memasak telor ceplok dan memakannya dengan ramen. Saat baru duduk dan memakan beberapa suap makan siangnya, tiba-tiba suara bel berbunyi. 

"Siapa ya?" Hyoran beranjak dan melihat dari layar monitor yang terpasang di depan pintu. Dan dia melihat seorang pria yang usianya tidak jauh darinya sedang melambaikan tangan. 

Wajah Hyoran berubah pucat dan takut. Jantungnya berdebar-debar, gugup menimbulkan rasa mulas pada perutnya. 

"Junghwa! Mau apa dia kesini?" Hyoran menggigit bibirnya dan meremas jari-jarinya. 

Bel kembali berbunyi, kali ini dibarengi dengan suara Junghwa dari interkom. "Hai, adik… aku tahu kamu ada di dalam. Ayolah, buka pintunya dan biarkan kakakmu ini masuk."

Hyoran menarik nafas panjang dan frustasi. Junghwa adalah adik tirinya. Berandal. Kasar. Ayahnya menikah lagi dengan ibunya Junghwa. Dan meninggalkan bekas Trauma mendalam di diri Hyoran. 

Bunyi bel lagi dan kali ini lebih menuntut. Bahkan pintu digedor supaya Hyoran keluar dari dalam. Akhirnya dia memberanikan diri, takut mengganggu penghuni lain, Hyoran berjalan ke arah pintu dan membuka pintu tersebut. 

Junghwa langsung mendorong pintu yang membuat Hyoran terdorong ke dinding. 

"Aku tahu kamu ada di dalam. Kenapa lama sekali?" Junghwa menatap Hyoran dengan tatapan mengintimidasi. 

"Ma-mau apa kamu kesini? Dan-dan tau darimana tempatku?" Hyoran ketakutan bukan main. Itu sebabnya suaranya bergetar. 

Junghwa mendengus kasar. "Bukan urusanmu aku tahu darimana. Aku–Junghwa." Sembari menunjuk dirinya sendiri. "Aku tahu apapun tentangmu. Kemanapun kamu pergi, aku bisa dengan mudahnya menemukanmu." Junghwa tersenyum licik dan duduk di sofa. 

Hyoran terpaku di tempatnya berdiri. Menatap tajam ke arah Junghwa. "Mau apa kamu kesini?" Meskipun takut, Hyoran sekuat tenaga memberanikan diri. Tidak ingin Junghwa tahu kalau dia takut. 

"Aku butuh uang, Hyoran. Uangmu kan banyak."

"Apa kamu tidak bekerja?" Hyoran balik bertanya. 

Junghwa merasa diremehkan. "Hyaaa… kalau kamu punya uang banyak, untuk apa aku bekerja. Uangmu adalah uangku. Uangku adalah uangku." 

Dada Hyoran naik turun nafasnya memburu. Dia tidak suka kehadiran Junghwa. Sudah lima tahun lebih Hyoran merasa bebas dan lega karena telah menjauh dari keluarganya. Tetapi, mengapa kini harus datang kembali di saat Hyoran baru saja akan mereguk kebahagiaan bersama Jimin. Tidak ada yang tahu konflik yang Hyoran alami bersama keluarganya. Kecuali Seojin. 

"Pergilah, atau aku laporkan ke satpam," ancam Hyoran. 

Dan hal itu memercikkan api yang menyulut kemarahan Junghwa. Pria itu berdiri dengan desisan amarah yang keluar dari bibirnya, seketika itu juga Hyoran langsung jatuh tersungkur karena tamparan keras yang dilayangkan oleh Junghwa. 

"Beraninya kamu mengancamku, Jalang!" Junghwa menarik rambut Hyoran hingga Hyoran memekik kesakitan. "Mau bernasib sama dengan ibumu yang pelacur itu rupanya." 

Hyoran menangis karena dia tidak mampu berbuat apa-apa. Dan bayangan sang ibu pun muncul kepermukaan, padahal selama ini dia hampir melupakannya. 

----bersambung----

• Lovegreene
• 2019

I'm Fine (✅) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang