Fine 9
Jimin membawa sekantong makanan ke apartemen Hyoran setelah pulang berlatih dance. Dengan wajah yang sumringah, membayangkan sesampainya di apartemen, Jimin mendapatkan pelukan hangat dari Hyoran. Sengaja pria bermata sipit itu tidak mengabari Hyoran soal kedatangannya. Mungkin, malam ini Jimin akan menginap lagi di apartemen Hyo. Pikiran gila, Jimin menggeleng kepalanya membayangkannya.
Pria bernama lengkap Kang Jimin dengan senyum merekah menekan password pintu unit apartemen Hyoran. Bersiul pelan, terlihat sekali jika dirinya bahagia. Meskipun lelah karena kurang tidur dan latihan. Namun, setelah masuk dan kembali menutup pintu unit Hyoran, Jimin membeku. Melihat sepasang sepatu pria di lantai. Dia pun menelan salivanya pelan.
Perlahan Jimin melepaskan sepatu dan menggantinya dengan sandal rumah. Lalu, berjalan pelan untuk masuk ke dalam. Telapak tangannya basah dan diapun mengepal. Tali kantong makanan yang dia bawa pun semakin dieratkan. Samar-samar Jimin mendengar suara isakan pelan dan suara pria berat dan kasar.
"Ayo, cepat berikan padaku. Aku datang jauh-jauh ke Seoul untuk menemui adikku. Dan aku teringat dirimu lebih dulu. Kamu sadarkan, betapa baiknya aku?"
"Pergilah, aku akan mentransfer. Aku tidak ada uang cash." Suara Hyoran terdengar seperti suara cicitan.
Lalu Jimin mendengar suara jeritan, dan Jimin langsung melepaskan kantong makanannya dan berlari ke arah Hyoran yang sedang dijambak oleh Junghwa.
"Ya… lepaskan!" Ucap Jimin dengan suara lantang.
Junghwa dan Hyoran menoleh bersamaan.
Junghwa terkejut dan melepaskan jambakannya pada rambut panjang Hyoran. Jimin mencengkram kerah Junghwa, menatap nyalang.
"Siapa kau?"
Junghwa tertawa remeh, "Sepertinya kamu belum mengenal siapa aku, Huh! Tanyakan padanya." Junghwa melirik ke Hyoran.
Hyoran yang masih berlutut dengan tubuh gemetar pun menjawab dengan terbata, "di-dia kakak tiriku, Jim."
Jimin tidak melepaskan cengkraman tangannya begitu saja. Dia tidak terima meskipun mereka saudara kandung, tetapi melakukan kekerasan, tetap tidak dibenarkan. Apalagi mereka hanya saudara tiri yang sama sekali tidak ada hubungan darah.
"Berani-beraninya kamu menyentuh Hyoran. Aku akan habisi dirimu!" Ancam Jimin sembari melepaskan tangannya pada kerah Junghwa.
Jimin membantu Hyoran bangun dan saat itu Junghwa mencoba menyerang Jimin dari belakang. Sayangnya, Jimin merupakan atlet judo dan refleksnya cepat. Junghwa terjengkang karena Jimin memukulnya di bagian perut. Hingga terdengar erangan.
Jimin bisa melihat kalau Junghwa adalah tipe pria yang hanya bisa menggertak. Dan hanya berani dengan wanita saja. Tetapi, jika dia mendapatkan lawan yang lebih tangguh, Junghwa akan takut dan memohon untuk dilepas.
"Tolong, jangan sakiti aku. Aku hanya menyapa Hyoran saja. Aku tidak akan menyakiti dia lagi." Junghwa berlutut di depan Jimin saat Jimin sudah mengepalkan tangannya di depan wajah Junghwa.
"Pergi sekarang dan jangan pernah kembali!" Tukas Jimin dengan tegas.
Junghwa hanya mengangguk takut, melirik Hyoran sebentar sebelum akhirnya dia terburu-buru untuk pergi dari unit Hyoran.
Jimin memastikan kalau Junghwa telah pergi. Setelah itu Jimin kembali ke dalam, dan langsung mendekap Hyoran. Sedih sekali rasanya.
"Hyo, kamu baik-baik saja, hmm?" Jimin menangkup wajah Hyoran yang bibirnya terluka. Dan pelipisnya memar. "Hyoran, Sayang, aku tidak bisa melihatmu seperti ini. Sakit sekali rasanya hati ini." Jimin kembali memeluk Hyoran dalam dekapannya.
Hyoran hanya bisa diam dan tiba-tiba saja terisak di dalam dekapan Jimin. Merasa bersyukur karena Jimin datang tepat waktu. Kalau tidak, mungkin nasib Hyoran kembali seperti beberapa tahun silam. Dan membuka trauma lama yang sudah diusahakan untuk sembuh namun kembali terbuka.
Tepukan tangan Jimin di punggung Hyoran begitu memenangkan. Rasa kantuk telah datang, tetapi rasa nyeri di bagian bibir dan pelipisnya berdenyut. Belum lagi rasa lapar yang menyerang perutnya. Membuat suara yang menuntut untuk diisi makanan. Dan Jimin mendengar itu, pria itu tersenyum. Karena sebenarnya dirinya juga lapar.
Jimin kembali menangkap wajah Hyoran dan menatapnya lekat. Jimin menyentuh bibir Hyo yang terluka dengan ibu jarinya. Lalu, mengusap pelipisnya pelan. Dengan wajah cemas ,Jimin mengecup luka-luka pada wajah Hyo. Berharap ciumannya dapat menyembuhkan luka tersebut.
"Apa ciumanmu dapat menutupi lukaku, Jim?" Goda Hyo.
Jimin mengedikan bahu. "Setidaknya kamu bisa merasa tenang karena aku akan merawat mu, menjaga dan melindungimu."
Hati Hyoran merasa hangat sekali. Selama ini dia bersandar dan berlindung di balik bayangan Seojin. Namun, kini Jimin memperlakukan hal berbeda padanya. Tanpa Hyo sadari, sejak dulu Jimin memang selalu ada di dekatnya, menjaga dan melindunginya.
"Jim, terima kasih," ucap Hyoran pelan lalu merengkuh wajah Jimin dan mengecup bibir Jimin pelan.
Jimin hanya menatap mata Hyoran dengan penuh kehangatan. Jika saja Jimin tidak ingat bahwa mereka ingin makan, sudah pasti Hyoran habis di bawah Kungkungannya.
"Kita makan malam sekarang?"
"Uhm, ayo." Hyoran mengangguk dan membiarkan Jimin berdiri untuk mengambil makanannya yang tergeletak di lantai. Lantas, ditata di atas meja makan.
Hyoran berjalan pelan menuju meja makan dan duduk di salah satu kursi yang kosong. sedangkan Jimin di kursi yang lainnya sembari membuka makanannya.
"Tadi itu saudara tirinya?" Tanya Jimin di sela makannya.
Hyoran mengangguk.
"Aku tidak pernah tahu kamu memiliki saudara tiri!" Jimin kembali bicara.
"Karena aku tidak pernah bercerita. Terutama tentang ayahku." Hyoran menjawab dengan pelan dan kembali menyuap makanannya.
"Apa kamu tidak keberatan menceritakannya padaku?" Tanya Jimin yang memang sebenarnya dia penasaran dengan sosok Hyoran juga latar belakangnya. Selama ini Jimin hanya mengenal Hyoran itu anak piatu.
Sebelum bercerita, Hyoran menghela nafas. " Aku tidak menceritakan tentang kehidupan ayahku karena aku malu. Ayahku pemabuk dan pembuat masalah saat bersama ibuku. Lalu, suatu hari ibu memilih bercerai karena tidak kuat dengan perlakuan ayah yang kasar pada ibuku dan juga aku. Suatu hari ada wanita dengan seorang putra datang ke rumahku meminta sejumlah uang untuk biaya ganti rugi karena ayah merusak beberapa fasilitas umum. Aku masih SMP kalau tidak salah. Ibu menolak karena ibu merasa itu bukan tanggung jawabnya. Dan ternyata ayahku yang menyuruh istri barunya datang meminta kepada ibu.
Beberapa kali datang dengan ancaman aku akan dibawa ayahku atau yang menyangkut soal diriku. Ibuku takut dan akhirnya setiap Junghwa dan ibunya datang pasti ada masalah dan minta uang ke ibuku. Pernah sekali ibuku sakit, kali ini ayahku yang datang bersama ibunya Junghwa. Ibu tidak memberikan uang, dan ibuku dipukul hingga pingsan. Uang kami habis, barang berharga dibawa oleh ayahku. Suatu ketika siang hari aku pulang sekolah, biasanya aku melihat ibuku sedang menjaga toko buah di depan rumah, nggak ada sama sekali. Padahal ada beberapa pembeli saat itu. Aku berlari ke dalam, hingga akhirnya aku berteriak karena ibuku bunuh diri. Dia tidak tahan dengan hidupnya. Dan meninggalkan aku sendirian." Hyoran tidak menangis ketika membicarakan bagaimana ibunya meninggal.
Jimin melihat bagaimana mata Hyoran berkilat marah ketika bicara ibunya bunuh diri. "Hyo, kamu marah dengan ayahmu?" Jimin mengusap pipi Hyoran.
Hyoran menatap Jimin dan berkata, "aku membenci ibuku karena dia tega meninggalkan aku, Jim. Harusnya dia bisa bertanggung jawab dengan keberadaanku, minimal hingga aku lulus sekolah. Tetapi, dengan egoisnya dia memilih bunuh diri dan meninggalkan aku sendirian tanpa kata-kata, tanpa meninggalkan apapun. Saat itu aku–aku–" nafas Hyoran tersengal karena menahan amarah dan tangis.
Jimin kembali memeluk Hyoran dan memberikan ruang kepada Hyoran menumpahkan segalanya di dalam pelukannya. "Aku tidak akan meninggalkanmu, aku akan menjagamu, Hyo. I'm Promise."
----Bersambung----
-lovegreene__
2019
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fine (✅)
FanfictionBAB TIDAK LENGKAP • Follow dulu sebelum baca! • Bijaklah dalam memilih bacaan! ⚠ DON'T COPY MY STORY ⚠ Rate 18+ ❣ hanya kehaluan penulis karena kekagumannya kepada seorang Jimin dari member boygrup BTS. Fanfiction pertamaku di th 2019, yang sudah...