26 Memecahkan masalah

56 10 3
                                    

Jimin sibuk mondar mandir di dalam kamar perawatan VIP. Sejak Hyoran dipindahkan ke ruangan VIP, tidak sekalipun Jimin meninggalkannya. Tidur pun juga rasanya tidak tenang. Karena isi kepalanya terus saja berisik.

Langit malam semakin menggelap. Jimin masih saja sibuk dengan pikirannya sendiri. Penerangan kamar pun mulai redup. Supaya pasien lebih nyaman jika penerangannya temaram.

Jimin berhenti di depan jendela, yang menunjukkan pemandangan kota Seoul yang terlihat lampu-lampu saja dari gedung-gedung tinggi.

"Siapa yang melakukannya? Jennie? Junghwa?" Jimin larut dalam pikirannya. "Jennie bersamaku malam itu. Ah, tidak. Saat Seojin membawaku keluar, ada waktu luang meskipun hanya beberapa menit. Yoora? Kenapa harus Yoora? Apa karena dia cemburu dengan video itu sepertiku. Bukankah Yoora yang selalu berniat untuk membunuh Hyoran?" Semua pertanyaan yang Jimin pikirkan sama sekali buntu. Tidak menemukan jawaban.

Sesekali Jimin menunduk melihat ujung kakinya yang hanya memakai sandal. Sesekali ia menghela napas, supaya merasa lega.

"Jimin."

Si empunya nama langsung menoleh dan menghampiri ranjang. "Hyo, kamu sudah bangun!" Jimin memegang jemari Hyoran dan tersenyum lembut. Sekali lagi, Jimin merasa lega. Karena akhirnya Hyoran bangun dan memanggil namanya.

"Jiminna, haus," lirihnya.

"Oh, sebentar." Jimin langsung mengambil minum dari botol yang memiliki pipet. Dan menyodorkannya pada Hyoran.

Hyoran haus sekali, seperti sudah lama tersesat di gurun dan tidak bertemu air.

"Lega sekali," ucap Hyoran terbata.

Jimin tersenyum lagi. "Hmm, lega sekali."

Keduanya diam dan saling menatap. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Entah apa yang harus mereka utarakan.

"Aku minta maaf Hyo, karena tidak percaya padamu. Minta maaf karena menc---"

"Jimin," sela Hyoran. "Aku mengerti, aku pun mungkin akan seperti mu, lebih mempercayai video itu. Aku minta maaf karena terlalu keras denganmu. sungguh," ucapan Hyoran terbata karena ia menangis.

Jimin segera menghapus air mata Hyoran dan mengecup keningnya. "Kita lupakan saja, Hyo. Aku tidak sanggup melihat mu terluka."

Hyoran mengangguk pelan dan memejamkan matanya. Namun, ia teringat sesuatu.

"Jiminna, aku ingat sesuatu."

Jimin mendengarkan dengan seksama. "Ingat apa, Hyo?"

"Topi dan masker, juga tatto."

Jimin tidak mengerti apa yang dikatakan Hyoran. Hingga ia harus mengerutkan keningnya dalam.

"Hyoran, apa itu?" Jimin penasaran sampai ia harus mengubah posisi duduknya menjadi tegak.

Hyoran menelan salivanya. Ia ingat malam itu, ia berlari setelah melihat Jimin dan Jennie berciuman. Entah mengapa kakinya mengarah ke arah lorong VIP. Bukan toilet. Karena Hyoran saat hendak berbelok ke arah toilet, ia mendengar percakapan 2 orang yang Hyoran duga adalah laki-laki. Dan di tangan itu ada tatto bergambar bulan sabit. Mereka memakai masker.

Sialnya Yoora tiba dan menegur Hyoran yang sedang menguping. Saat itulah Hyoran kaget, bahkan 2 orang yang mencurigakan itu pun menoleh ke arah Hyoran dan Yoora. Untung saja Yoora tidak tahu apa yang sedang dilakukan Hyoran.

Sehingga Hyoran dengan berpura-pura bodoh mengajak Yoora ke toilet. Yoora pun masuk ke bilik, untuk buang air. Dan Hyoran melakukan sikap defensif karena ia tahu sedang diikuti.

Sayangnya Hyoran terlalu lemah sehingga ia tidak sempat menghindar saat orang itu menusuknya. Matanya, Hyoran melihat mata itu. Begitu takut dan ragu. Bukan mata jahat yang Hyoran lihat.

"Aku takut sekali, Jim. Dimana Yoora? Apa dia aman?" Hyoran menceritakan semuanya kepada Jimin.

"Jangan khawatir, Yoora di tempat aman. Kita pun aman." Jimin melirik ke arah pintu. Yang di depannya dijaga oleh  beberapa detektif swasta bayaran Heosok.

Jimin diam-diam merekam apa yang Hyoran katakan padanya. Dan mengirimkannya ke Yungi juga Seojin. Yang saat ini mereka tengah berkumpul di rumah Seojin.

"Mata itu seperti pernah aku lihat, Jim. Bukan psikopat. Mata itu hangat dan penuh keraguan. Aku melihatnya." Hyoran gelisah.

"Apa Junghwa?" Tebak Jimin.

Hyoran menggelengkan kepalanya pelan. "Aku rasa bukan. Jika itu Junghwa, ia tidak akan menghabisi aku di club. Tapi, lebih memilih di apartemenku. Kapanpun bisa ia lakukan. Menilik saat ini ia terus dekat dengan Jennie di kantor." Hyoran yakin bukan Junghwa di kakak angkat.

Jimin menghembuskan napas pelan. Banyak sejuta rasa tersirat di dalamnya.

"Untuk saat ini, kamu jangan banyak memikirkan hal yang berat, Hyo. Kamu harus istirahat. Ini sudah sangat larut, bahkan hampir pagi." Jimin menunjukkan jam digital pada layar ponselnya. Yang menunjukkan pukul 3 pagi. "Aku akan menjagamu. Aku tidak akan kemana-mana," sambungnya.

Hyoran mengangguk dan menguap. Rasanya ia selalu saja mengantuk jika dekat dengan Jimin. Entah merasa nyaman atau hangat, yang Hyo rasakan adalah dekat dengan Jimin tidak perlu obat tidur lagi. Karena ia bisa merasakan aman dan dilindungi.

Jimin mengusap-usap kepala Hyoran supaya wanita itu cepat tidur lagi. Karena Jimin sendiri sudah merasakan lelah yang begitu penat.

Tidak lama Jimin mendengar dengkuran halus dari Hyoran. Dan napas teratur dari dadanya. Jimin berdiri dan berjalan ke arah pintu. Ia ingin memastikan kalau orang atau detektif yang diutus untuk menjaga mereka masih berada di tempatnya.

Ternyata detektifnya masih ada. Keduanya masih terjaga. Jimin merasa aman, dan ia memutuskan untuk istirahat. Ia naik ke atas ranjang Hyoran dan memeluk Hyoran. Tidak butuh waktu lama, hingga akhirnya ia pun juga terlelap.

***

"Siapa mereka? Apa orang agensi?" Yungi mendengarkan rekaman yang dikirimkan oleh Jimin padanya.

Seojin berjalan mondar-mandir dengan tangan terlipat di dada. "Bukan Junghwa. Aku yakin. Junghwa bisa dengan mudah melakukan itu tanpa harus mencolok. Firasatku mengatakan itu orang kantor kita. Tapi siapa? Tatto bulan sabit," sambungnya.

Yungi mengangguk. Mengingat siapa saja yang memiliki tatto di agensi. Selain Jimin pastinya.

"Jungkook?" Batin Yungi. Yungi mengingat tatto apa saja yang ada pada tubuh Jungkook. Sialnya ia tidak bisa mengingat apa saja. Karena memang pria bernama jungkook itu senang sekali melukis tubuhnya.

"Heosok melakukan yang terbaik. Aku yakin sebentar lagi pelakunya akan tertangkap. Entah mengapa aku merasa jika orang itu sebenarnya adalah orang terdekat kita. Orang yang sama dengan pelaku yang menyebarkan videoku di atap bersama Hyoran." Seojin menatap Yungi tajam.

Yungi sekali lagi mengangguk pelan. Dan mencoba mempercayai apa saja yang barusan dikatakan Seojin.

"Yang penting saat ini, semua harus aman dulu. Terutama Hyoran dan Yoora."

Yungi kembali mengangguk. "Tapi, menurutmu apakah Hyoran mendengar pembicaraan orang itu? Atau hanya memergoki saja. Sehingga membuat keduanya panik?"

Seojin menarik napas dan menghembuskan dengan pelan. Matanya menelisik ruangan seolah isi kepalanya berpikir keras. "mungkin saja. Hyoran berusaha mendengarkan, lalu Yoora datang. Karena Hyoran takut ketahuan atau memang sudah ketahuan, makanya Hyoran membawa Yoora ke toilet. Supaya aman. Hyoran tahu kalau dia diikuti. Karena dia perempuan, dia tidak seberani itu untuk melakukan perlawanan. Atau malah sebaliknya, Hyoran tidak mendengar apapun. Tetapi, tetap saja sudah ketahuan. Mereka itu takut makanya begitu." Seojin kembali berasumsi saja.

"Atau memang semua sudah direncanakan dengan baik."

-
-
-
💚 Lovegreene__
2019

I'm Fine (✅) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang