21 Kebencian dan ancaman

37 9 1
                                    

Yoora berjalan dengan langkah lebar-lebar. Hari sudah sangat larut sekali. Ia masih sangat kesal dengan Seojin yang salah sebut nama.

Wanita berambut blonde itu pun menyadari kalau sebenarnya ia lah yang merebut dan menghancurkan hubungan Seojin dan Hyoran saat itu. Dan malah menolak Yungi mentah-mentah. Padahal pria yang terlihat dingin itu sangat peduli padanya.

Di jalan yang lengang, hanya ada satu dua orang yang berpapasan dengannya. Aspal yang hitam juga basah karena lelehan salju yang sudah mencair pun ia telusuri. Tanpa tahu arah. Karena sejak keluar dari rumah Seojin, Yoora berjalan dengan menunduk.

"Setidaknya tidak di depanku Oppa sebut nama Hyoran!" Gerutu Yoora, kedua tangannya di dalam mantel tebal sambil meremas hot pack.

Batu di depan jalannya menjadi pelampiasan kekesalannya. Yoora tahu sebenarnya Hyoran adalah teman yang baik. Hanya saja, Yoora iri. Iri sekali dengan kehidupan yang Hyoran dapatkan.

Yoora menghela napas dan mengeluarkan kepulan asap karena udara yang minus.

"Aku akan menemui Hyoran." Dengan jalan yang penuh kemantapan, Yoora pun mengarahkan langkahnya ke arah apartemen Hyoran. Tentu saja ia perlu naik taksi. Karena bus sudah tidak ada.

Saat di dalam taksi, Yoora agak ragu. Haruskah ia menemui Hyoran atau tidak usah? Kegamangan dalam dirinya benar-benar membuatnya pusing.

Sesampainya di depan apartemen Hyoran, Yoora pun turun dan membayar dengan uang lembaran won. Yoora langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam lobby. Kosong. Biasanya ada penjaganya dan resepsionis.

"Kemana mereka?" Yoora menoleh ke kanan dan ke kiri tapi tetap kosong. Akhirnya Yoora masuk ke dalam lift dan menekan angka yang akan dia tuju.

Namun, setelah sampai di lantai yang benar, Yoora kembali ragu. Langkahnya gontai tetapi tetap sampai di depan pintu unit Hyoran. Ia berdiri menatap pintu tersebut.

"Jadi setiap malam Seojin Oppa seperti ini? Hanya berdiri, menatap pintu yang entah kapan terbuka. Memikirkan penghuni unit ini sudah makan atau belum, bahagia atau tidak, sedang apa? Wah .... Romantis sekali." Yoora tersenyum getir. "Namun, bagiku Seojin Oppa itu bodoh. Hyoran sudah bahagia bersama Jimin. Sekarang harusnya dia memikirkan dirinya sendiri. Bahagia bersamaku. Bukan Hyoran lagi. Apa Hyoran harus lebih dulu lenyap dari dunia ini? Supaya dua pria ini tidak bodoh lagi hanya karena satu wanita yang bernama Hyoran?" Seketika Yoora mengucap kata melantur. Setelah itu ia berbalik dan pulang.

Seseorang yang bersembunyi di salah satu pintu unit yang tepat berhadapan dengan unit Hyoran pun, mendengar ucapan Yoora barusan pun tersenyum. Karena akhirnya dia memiliki sesuatu untuk dilakukan.

"Aku akan menyingkirkannya."

**

Jimin dan Hyoran belum tidur, mereka tentu saja baru saja selesai olahraga malam. Yang membakar kalori mereka lumayan banyak. Meskipun sedang musim dingin, tetapi, olahraga yang mereka lakukan tetap saja mengeluarkan banyak keringat dan cairan lain dari bagian tubuh mereka.

"Ngomong-ngomong, aku baru ingat ucapan Seojin," ucap Jimin sembari mengusap lengan Hyoran yang tubuhnya bersandar padanya.

Hyoran pun mengerutkan keningnya, "yang mana?"

Jimin terkekeh, senyum jahil terpatri di wajahnya. "apakah malam ini dia juga ada di depan pintu apartemenmu?" Sembari menggoda dengan gerakan mata yang ke arah pintu.

Hyoran memutar bola matanya. "Aku cek ya?"

Jimin menahannya. "Jangan, biar aku saja."

Hyoran mengangguk dan menurut saja. Membiarkan Jimin yang pergi untuk melihat ke lubang yang tersedia di pintu.

I'm Fine (✅) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang