Setelah keluar dari kamar Alexa, Elena berjalan kesebuah lorong rumahnya yang masih dilantai dua. Membuka pintu gudang yang terdapat tumpukan barang-barang yang rusak atau tidak berguna.
Diletakkannya nampan yang masih berisi satu mangkok sup panas diatas mesin cuci yang rusak. Elena menyingkirkan karpet yang menutupi sebuah kayu.
Ia menarik sebuah besi kecil yang menempel pada kayu itu ke atas hingga terlihat sebuah anak tangga yang berada dibawah tanah. Elena mengambil nampan sup-nya dan menuruni anak tangga itu dengan hati-hati.
Di anak tangga terakhir, Elena menekan saklar lampu hingga lorong panjang yang gelap itu menyala. Disetiap jalan lorong itu terdapat lampu kecil walaupun penerangannya sedikit meredup.
Hingga ia menemukan ujung lorong yang terdapat sebuah pintu kayu. Mengambil kunci dikantung celananya, Elena membuka pintu itu perlahan dan memasuki ruangan. Ia berjongkok dan meletakkan nampan berisi sup itu didepan seseorang.
"Makanlah!" perintah Elena pada seseorang didepannya.
Seorang perempuan dengan setengah rambut merahnya menutupi sebagian wajahnya itu menatap tajam pada Elena. Wajahnya memerah karna terus-menerus menangis meratapi kemalangannya. Lehernya dirantai hingga membuatnya tidak bisa pergi kemanapun.
"Jangan menatapku seperti itu. Masih beruntung saya memberimu makan." Ucap Elena menatap perempuan itu, "Aku bingung pada Maxel, kenapa dia masih mau memeliharamu? seharusnya kau mati semenjak menginjakkan kaki dirumah ini." kata Elena lagi.
Kemudian ia pergi dari ruangan itu meninggalkan perempuan yang terkurung menangis histeris dan terus berteriak meminta tolong.
()()()()()
Alexa mengusap matanya, ia terbangun dari tidurnya. Akhir-akhir ini cuaca sedang turun hujan, membuat Alexa terlalu nyaman ditempat tidur dengan selimut tebal yang menyelimutinya.
Membuka matanya, yang pertama kali ia lihat adalah Maxel yang duduk dikursi sedang menatapnya.
"Makanlah! Supnya mungkin sudah dingin." kata Maxel. Menatap Alexa yang hanya diam, Maxel berdiri dari duduknya dan melangkah mengambil sup yang dingin diatas meja.
"Ayo makan!" kata Maxel yang memberikan seseondok sup didepan bibir Alexa. Dengan malas Alexa membuka mulutnya, Maxel tersenyum kecil -yang hampir tidak terlihat- melihatnya.
"Bagus. Aku ingin badanmu berisi seperti babi." kata Maxel sambil menyuapi makan Alexa.
"Aku tidak mau menjadi babi!"
"Kenapa? babi hewan yang lucu. Sehabis makan, babi akan tidur, sama sepertimu."
"Tapi aku bukan babi!"
"Ya! Kau-,"
BRAKK
Alexa mencoba memukul Maxel, tapi Maxel menghindar hingga membuat Alexa terjatuh dari tempat tidurnya. Tidak mau kalah, Alexa meringis dan bangun dari jatuhnya. Ia mengejar Maxel yang terus menghindari pukulannya.
"Ayo, coba! Ayo! Pukul aku kalau bisa!"
"Awas kau!" teriak Alexa.
"Ayo babi kecil!" ucap Maxel lagi.
Sedangkan Elena hanya tertawa kecil melihat mereka saling kejar-mengejar. Ia mengintip kecil dibalik pintu kamar Alexa, merasa senang ketika melihat Maxel tertawa.
()()()()()
Elena mengambil kardus disamping kursi pengemudinya. Membawanya kesebuah toko, dimana jenis makanan ringan dijual ditempat itu.
Suara lonceng pintu menandakan pengunjung datang. Elena tersenyum ketika Naina menyapa hangat dirinya. Gadis itu sedang melayani pengunjung yang membeli beberapa kue miliknya.
"Oh! Aku lupa memberitahumu, sejak kemarin kue kering buatanmu sudah habis. Aku sangat sibuk melayani banyak pembeli hingga lupa menelfonmu." kata Naina, dia adalah perempuan belia yang memulai usahanya sendiri dengan membuka toko kue.
Elena menaruh dus coklat itu diatas Etalase kue, "Tidak masalah, aku juga baru membeli bahan-bahannya kemarin." ucap Elena.
Seorang perempuan paruh baya datang membawa sekeranjang penuh dengan kue-kue manis. Beliau menyerahkannya pada Naina untuk dibayar.
"Wow! banyak sekali, kau akan mengadakan acara dirumahmu?" tanya Naina.
"Sebagian untukku dan keluargaku, mereka sangat suka kue buatanmu." ucap beliau tersenyum pada Naina, "Dan satu lagi untuk Mrs. Lory, aku dengar suaminya sudah pulang dari rumah sakit."
"Mrs. Lory? sepertinya aku mengenalnya." Naina mengernyit, memikirkan sebuah nama.
"Oh ya! yang suaminya mengalami kecelakaan mobil itu bukan? Dia sering beberapa kali mengunjungi tokoku." ucap Naina lagi.
Elena mengeluarkan beberapa toples kue kering dari dusnya sambil mendengarkan pembicaraan mereka.
"Malang sekali nasib keluarganya. Anaknya mengalami masalah disekolahnya, tidak lama suaminya mengalami kecelakaan bersama anaknya itu. Aku dengar suaminya mengalami kelumpuhan pada kakinya."
"Astaga! kasihan sekali." kaget Naina sambil memasukkan beberapa kuenya ke dalam kantong.
"Dan sekarang anaknya menghilang sejak kecelakaan itu. Ada yang bilang anak itu sudah tewas, tapi mayatnya belum ditemukan sampai sekarang." kata beliau lagi.
"Aku turut berduka mendengarnya." Naina melihat ke arah Elena yang sedang melamun, "Bibi Elena, ini hasil penjualan kuemu minggu lalu. Maaf aku terlalu senang mengobrol, hingga membuatmu menunggu lama." kata Naina meringis malu.
"Tidak apa-apa, aku sedang tidak terburu-buru." Ucap Elena yang tersadar dari lamunannya, "Kalau begitu aku pergi, terima kasih Naina." kata Elena lagi.
"Sama-sama bibi! Semoga harimu menyenangkan!"
Elena pergi dari toko kue itu dengan pikirannya yang gelisah.
()()()()()
Maxel sibuk mengambil dan memasukkan buku-bukunya kedalam kardus. Dia mengambil sebuah kaleng yang berisi uang dan menggoyangkan kalengnya.
"Sepertinya cukup." gumam Maxel ketika ia merasa uang didalam cukup untuknya membeli sebuah buku lagi untuk dibaca Alexa.
Kemudian ia membawa kardus penuh barang itu dan mengantarkannya ke kamar Alexa.
"Mau dibawa kemana barang-barang itu?" tanya bibi Elena yang berada didepan pintu kamar Maxel.
"Ke kamar Alexa." singkat Maxel.
"Ada yang ingin ibu bicarakan."
" Nanti saja. Aku ingin bermain dengan Alexa. Kau tahu? baru saja aku habis bermain ular tangga bersamanya." semangat Maxel yang kemudian melangkah melewati ibunya.
"Tapi ini tentang Alexa."
Maxel berhenti melangkah ketika ibunya menyebut nama perempuannya.
"Ayahnya Alexa mengalami kelumpuhan pada kakinya." ucap Elena lagi.
"Lalu?"
"Dia akan sedih jika tahu-,"
"Kalau begitu jangan ada yang memberitahunya!" potong Maxel menatap ibunya.
"Dia disini, disampingku, sendirian." kata Maxel, "Dan aku disini menemaninya yang kesepian. Lama-kelamaan dia akan lupa dengan semua hal itu. Yang ada dipikirannya hanya ada aku!" kata Maxel lagi lalu pergi meninggalkan ibunya yang berkaca-kaca.
"Sebenarnya disini kaulah yang kesepian Maxel." bisik Elena.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAXEL
Mystery / ThrillerAlexandra dan keluarganya pergi ke desa terpencil New Orleans dengan rumah barunya. Disana Alexandra mencoba beradaptasi dengan rumah barunya, sekolah, dan lingkungannya. Berawal saat ibunya menyuruhnya untuk memberikan kue sebagai 'Salam Tetangga'...