| 11. Si Pembunuh |

14K 1.3K 208
                                    

Sudah seminggu Alexa tidak pergi ke sekolah ataupun keluar rumah. Hanya berdiam sendiri didalam kamarnya. Sesekali ibunya mengetuk pintu kamar Alexa, hanya mengingatkannya untuk makan. Beliau tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi pada anaknya.

Siang hari, ibunya kembali mengetuk pintu kamar Alexa. Membawakan makanan dan segelas susu untuk Alexa. Beliau hanya menggelengkan kepalanya ketika melihat anaknya tiduran sambil menatap langit-langit kamarnya.

"Alexa, ayo makan dulu."

Mendengar suara ibunya, membuat Alexa bangun dari tidurnya, mengambil nampan yang dibawakan oleh ibunya.

"Kau sudah baikan?" tanya ibu Alexa sambil mengusap rambut anaknya yang sedang makan dengan lahap.

"Hhmm." jawab Alexa dengan gumaman.

"Jadi, kapan kau akan pergi kesekolah? gurumu terus telepon menanyakan keadaanmu." Alexa hanya diam mendengarnya.

"Sebenarnya apa yang terjadi? kamu tidak pernah mau menceritakannya pada ibu."

Lagi-lagi Alexa terdiam. Dia enggan menceritakan kejadian yang ia alami minggu lalu. Meminum segelas susunya, ia menatap ibunya, "Mom, bolehkan aku kembali ke California?"

Ibu Alexa terkejut mendengar permintaan anaknya.

"Kenapa? kamu tidak suka disini ya?" tanyanya.

"Aku..aku hanya,-"

"Kalau kamu kembali ke California, apa kamu tidak rindu pada ibu dan ayahmu nanti? Apalagi ayahmu nanti akan rindu kopi buatanmu yang katanya sangat enak itu." rujuk ibu Alexa. Alexa tersenyum menatap ibunya.

"Pikirkanlah baik-baik." ucap ibu Alexa menggenggam tangan anaknya, "Besok sudah bisa sekolah? Siapa tahu kamu bisa melupakan masalahmu jika bertemu teman-temanmu."

Alexa menganggukkan kepalanya dan tersenyum, "Besok aku akan sekolah kembali." ucapnya.

()()()()()

"Alexa kotak makannya!"

Alexa yang sedang memakai sepatunya menengok ke asal suara ibunya. Dilihat ibunya menghampiri Alexa sambil membawa kotak makan dan dimasukkannya langsung kedalam tas Alexa.

"Aku berangkat!" seru Alexa.

"Hati-hati!"

Alexa melambaikan tangan pada ibunya. Alexa berjalan kaki menuju sekolahnya, walaupun jarak rumah kesekolahnya lumayan jauh. Biasanya dia akan diantarkan oleh ayahnya, hanya saja ayahnya harus berangkat  lebih awal karna suatu pekerjaan.

"Alexa!"

Alexa berhenti melangkah ketika seseorang memanggilnya. Dilihatnya bibi Elena memanggilnya berdiri didepan rumahnya, membuat wajah Alexa menjadi suram.

"Alexa, Maxel membu-,"

"Aku tidak peduli lagi padanya." sela Alexa marah sambil memalingkan wajahnya.

"Tapi Alexa-."

"Maafkan aku bibi Elena. Selama ini aku mengira kalian sangat baik padaku. Tapi sungguh, kalian membohongiku?!"

Alexa sangat marah pada bibi Elena dan Maxel. Terdiam lama dikamarnya membuatnya bisa mengeluarkan segala rasa kecewanya.

Matanya menangkap bayangan dijendela rumah Maxel. Mengetahui itu membuat Alexa tersenyum sinis.

"Tenang saja bibi Elena. Mulutku akan tertutup rapat, tidak akan memberitahukan kebusukan anakmu diluar sana, jadi kau tidak perlu takut." kata Alexa yang segera pergi meninggalkan bibi Elena yang menangis diam.

MAXELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang