Dua Belas

65 10 8
                                    

Chris mengerahkan segenap tenaga untuk berdiri. Alby dan Bianca membantunya. Mereka tahu Chris menjadi yang paling banyak mendapat rasa sakit kali ini. Tapi pemuda tersebut tidak berkata apa-apa meski raut wajahnya benar-benar tidak bisa berbohong.

"Bagaimana keadaan yang lain?" Bianca mulai merasa cemas. Dia memegangi lengan kirinya yang dipenuhi memar kebiruan.

"Semoga mereka baik-baik saja. Kuyakin Erik bisa menemukan cara untuk menyelamatkan diri," ujar Alby meski dia tidak tahu seperti apa keadaan sebenarnya.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita tidak tahu ada di mana mereka. Tapi kita pun tidak bisa bergerak sembarang karena pasukan Will pasti sedang menyisir hutan."

"Mungkin kita harus menunggu sebentar. Setelah itu baru kita susuri jalan yang mungkin dituju oleh Erik dan yang lain," usul Chris.

"Sepertinya tidak ada pilihan lain," Alby setuju.

Ketiganya kini mencari tempat untuk bersembunyi sembari menunggu beberapa saat hingga keadaan cukup aman. Sejak sampai di tempat tersebut, Chris termenung memikirkan sesuatu. Hal itu dapat langsung disadari oleh Bianca dan Alby. "Ada apa?" tanya Alby tanpa basa-basi.

"Eng? Tidak..."

"Cerita saja," Bianca memegang tangan Chris yang terkepal. "Toh kita tidak baru saja saling kenal, kan?"

Chris sempat terdiam sesaat, sebelum akhirnya mau mulai bicara. "Apa di mata kalian aku orang yang seegois itu?" tanyanya. Semua yang mendengar tentu akan langsung tahu bahwa perkataan Erik semalam berhasil membuatnya tidak tenang.

"Kamu masih memikirkan kata-kata Erik?"

"Sebenarnya tidak. Tapi, tiba-tiba terbesit begitu saja."

"Aku tidak tahu apa yang ingin Erik sampaikan padamu. Tapi yang jelas dia bukan orang yang bisa mengatakan sesuatu secara langsung."

"Meski terkadang kasar. Tidak, dia memang selalu bicara dengan kasar seperti itu," Alby mengoreksi kata-katanya sendiri. "Tapi setahuku niatnya tidak benar-benar seperti itu. Bahkan kuyakin dia orang yang paling memikirkanmu di antara kami."

"Iya, itu benar."

"Tapi aku jadi merasa bodoh, karena tidak bisa menjadi seperti Aster. Aku tidak tahu sebaik apakah semua hal yang sudah Aster lakukan waktu itu. Jadi aku tidak bisa mencontohnya."

"Tidak perlu," sahut Bianca dengan cepat. "Kamu tidak perlu menjadi Aster. Cukup jadi dirimu sendiri, oke!"

"Baiklah. Maaf..."

"Tidak perlu meminta maaf. Bagaimanapun kami lebih senang kamu menjadi dirimu sendiri. Jangan sampai terbayangi oleh sosok kakakmu itu. Karena kamu dan dia bukanlah orang yang sama."

Chris masih tampak tidak sesemangat biasanya. Sedikitnya perkataan Erik benar-benar memberikan pengaruh yang kurang baik. Mungkin hanya karena dia masih belum mengerti tentang apa yang ingin lelaki itu coba sampaikan.

"Hei, aku lebih suka melihatmu berbuat nekat dari pada terlihat tidak semangat seperti ini." Alby menepuk punggung Chris yang sedikit tersenyum.

"Terima kasih," ucap si pemuda bermata hijau.

Setelah kurang lebih dua puluh menit menunggu, mereka memutuskan untuk keluar dari persembunyian dan mulai memanjat ke atas tebing. Pepohonan dan akar rambat yang ada memudahkan mereka untuk bergerak hingga sampai di atas. Seakan alam sedang mencoba untuk memberi bantuan.

Crystal [Sequel of Aster Trilogy]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang