Bagian 8 - Today's Friend

214 58 7
                                    

Seulgi menemukan satu meja kosong di salah satu kedai bibimbap yang tak jauh dari Mangwon market. Karena kotoran burung itu aku harus membasuh wajahku berkali-kali karena baunya cukup kuat. Seulgi masih saja tak bisa menghentikan tawanya. Lain halnya denganku yang duduk jengkel didepannya. Kusilangkan tanganku didepan dada sembari memilih menu. Seulgi kembali mengeluarkan kameranya dan melihat-lihat hasil foto yang didapatkannya hari ini. Layar ponsel Seulgi menyala. Kulihat nama Jimin disana.

"Jimin menelponmu."

Seulgi meletakkan kameranya dan meraih ponsel yang ia letakkan di meja.

"Oh, aku belum pulang." Jawabnya ditelpon

"Aku di Mapo-gu sekarang."

"Ya, aku masih bersama Taehyung, kami sedang makan malam."

"Oh? Kau mau berbicara dengan Taehyung?" Seulgi menyerahkan ponselnya padaku.


"Ada apa?" tanyaku begitu mendengar suara Jimin di seberang sana.


Tae, aku titip Seulgi padamu.

Tolong antarkan dia sampai rumah sewanya.


"Kau harus membayarku untuk ini, Jim."


Aku akan mentraktirmu pizza


"Oke sepakat" kuserahkan kembali ponsel Seulgi.


"Baiklah, kau juga. Aku akan menghubungimu ketika sampai dirumah." Ucap Seulgi lalu memutus panggilannya. Bertepatan dengan itu bibimbap pesanan kami datang.

Seulgi berkali-kali melamun saat memakan bibimbapnya. Tidak selahap biasanya, meskipun dia tetap memasukkan satu sendok penuh yang menggunung kedalam mulutnya. Tapi kunyahannya cukup lambat. Mungkin dia lelah, pikirku. Namun aku merasa ada yang salah ketika dia menuangkan terlalu banyak kecap asin pada mangkuknya, hingga menggenang seperti kuah.

"Ada yang salah?" tanyaku.

"Tidak" ia jauhkan mangkuk bibimbapnya yang masih tersisa setengah. Sudah tidak mungkin untuk dimakan dengan genangan kecap asin seperti itu. Seulgi berkali-kali menghela nafasnya, mengecek ponsel, dan kembali melamun.

"Ada apa dengan Jimin?" pasti karena Jimin. Aku tidak tau apa yang dilihatnya di ponselnya, tapi dia seperti ini setelah Jimin menelpon tadi. Seulgi tampak berpikir, dan kembali menghela nafasnya dalam. Menatap segelas es teh di depannya.

"Entahlah-" jawabnya menggantung.

"Aku selalu merasa seperti ini tiap kali Jimin pergi tiba-tiba." Kali ini dia memainkan sedotan stainless di gelasnya. Memutarnya mengikuti tepian bibir gelas yang berembun. Menciptakan bunyi gesekan dengan ritme konstan.

"Dia tadi meninggalkanku karena bertemu Kim Jongin. Padahal kukira Jimin akan cukup mengerti dengan keadaan kami yang tak banyak memiliki waktu senggang yang sama. Tapi ternyata dia lebih memilih untuk pergi bersama Jongin dibanding 'Kencan Rutin Tuan park'. Aku... sedikit kecewa."

"Bukankah dia sudah menghubungimu? Dia orang yang sibuk, Seul."

"Ya, tapi- entahlah. Tidak sekali dua kali dia seperti ini. Dia selalu pergi ditengah acara kami."

"Kadang aku merasa bukan hal inilah yang menjadi prioritas Jimin, tapi seperti yang kau bilang, aku mencoba untuk mengerti kondisi Jimin yang memang sibuk."

Sudah dari sejak kuliah Jimin adalah orang yang sibuk. Semua waktunya dia manfaatkan sebaik mungkin. Tidak ada kata bersantai sebelum semuanya beres. Bisa kukatakan bahwa dia adalah orang yang cukup ambisius. Aktif di organisasi, selalu mengikuti lomba dan seminar yang tak jarang dia menangkan. Namanya seringkali masuk kedalam Member of The Month di himpunan. Prestasinya tak pernah putus. Nilai akademisnya nyaris sempurna. Dosen-dosen mengenalnya dengan baik. Dia juga aktif di beberapa kegiatan kampus yang membuatnya memiliki jaringan sosial yang luas. Segala hal adalah prioritas untuknya.

Aku cukup kaget ketika di tahun kedua kuliah kami, tepatnya setelah kami menyelesaikan praktek lapangan, dia mengatakan padaku bahwa dia jatuh cinta. Dia bilang ini jatuh cinta pertamanya setelah 6 tahun, dan orang itu adalah Kang Seulgi. Gadis rata-rata dengan teman yang berlimpah ruah. Seulgi cukup dikenal karena dia sangat ramah. Mereka semua bilang bahwa kau tidak akan pernah merasakan moment awkward meskipun kau hanya mengobrol berdua dengannya. Mereka benar, karena aku juga mengalaminya ketika kami baru saja bergabung di klub fotografi dan terlibat project yang sama di semester dua. Yah, mungkin hal itu pulalah yang membuat Jimin nyaman di sekitar Seulgi.

Jimin bukan tipe pria yang tertutup dan sulit didekati. Jimin itu bersahabat. Teman prianya banyak, teman wanitanya lebih banyak. Namun sejauh aku mengenalnya, dia bukan pria yang menganggap serius semua bualan manis yang ia lontarkan. Melihat sikapnya yang kurasa lebih 'agresif' terhadap Seulgi, membuatku percaya ketika dia bilang dia jatuh cinta. Mungkin dia memang tampak seperti Jimin pada umumnya dan bertingkah 'tarik-ulur', tapi jika diperhatikan lebih baik, ia akan selalu salah tingkah, dan tatapannya melunak. Jika Jimin tak mengatakan dia tertarik pada Seulgi, mungkin aku juga tidak akan pernah menyadarinya.

Aku sempat khawatir ketika dia mengatakan akan mengungkapkan perasaannya pada Seulgi. Bisakah dia mulai menentukan prioritas? Aku tahu menjalin hubungan tidak semudah itu. Segalanya butuh pertimbangan. Namun, status kami yang sudah mahasiswa tua dan kelulusan didepan mata semakin membuatnya bertekad untuk menjadikan Seulgi kekasihnya. Dia tidak ingin perasaan yang ia simpan selama hampir dua tahun terlewatkan begitu saja.


Ya, Jimin akan selalu menyelesaikan semuanya dengan baik.


Termasuk urusan Seulgi.


"Sepertinya kau perlu membahas ini secara langsung dengan Jimin. Aku yakin Jimin tidak pernah bermaksud seperti itu. Aku mengenalnya dengan baik, dan dia memang benar-benar jatuh cinta padamu, Seul."

"Tapi jika kau ingin menenangkan dirimu, ajaklah dia bicara. Aku tau kau juga sangat mengenal Jimin, bukan?"

Seulgi merenung, tatapannya lurus pada gelas tehnya yang sudah kosong.

"Dan satu hal lagi. Jangan pernah membahas hubunganmu pada orang lain. Kau tahu betapa berisikonya itu. Tidak semua orang bisa mananggapinya dengan baik. Aku ingin kalian baik-baik saja." Sambungku. Seulgi tersenyum, ditepuk-tepuknya punggung tanganku.

"Baiklah, lain waktu aku akan mengajaknya bicara mengenai ini."

"Aku jadi cemburu karena kau dan Jimin lebih tampak seperti pasangan kekasih dibandingkan aku." tawanya.

"Jangan konyol. Ayo pulang. Aku mengantuk." Aku bangkit lebih dulu dan menuju meja kasir. Membayar makanan kami. Seulgi masih membereskan tas kameranya sebelum menuju ke kasir.

"Aku sudah membayarnya. Ucapan terimakasihku karena telah menemani hunting hari ini." Seulgi memutar tubuhnya dan berlari kecil mengekoriku keluar dari kedai bibimbap.




"Hei, Kim Taehyung. Kau teman terbaik hari ini."





Please wait for the next part :)


Sorry ya aku updatenya selalu pas di jam-jam kek gini.

Sekarang 2.30 a.m jadi Selamat Pagi :)))

Jangan lupa vote dan commentnya ya pipeeeelll :))

LOVE SOMEONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang