Bagian 11 - Janji Bertemu

209 56 13
                                    

Kehadiran Myoui Mina membuatku sedikit gusar. Jimin telah menceritakan semua yang terjadi kemarin siang. Termasuk alasan sebenarnya dia membatalkan janjinya denganku. Ada sedikit rasa kecewa saat mendengarnya menceritakan tentang Myoui Mina. Namun melihat wajahnya yang tampak bersalah membuatku mengurungkan niat untuk mendiamkannya selama beberapa hari. Jimin mencoba jujur padaku, itu sudah cukup. Setidaknya dia tidak berusaha menyembunyikan hal seperti ini dariku. Dan sebagai permintaan maaf, kami janji bertemu untuk menonton film hari ini. Di hari senin. Ditengah kesibukan Jimin.

Aku sedang menunggu di lobby kantor ketika mobil Jimin berhenti di drop point. Kuhampiri dia dan segera masuk ke kursi depan disamling Jimin. Jimin masih menggunakan setelan kantornya, begitupun denganku.

"Jadi, bagaimana harimu?" ucapnya begitu menjalankan mobil menuju bioskop terdekat. Aku suka ketika Jimin menanyakan itu. Meskipun bagi sebagian orang itu adalah hal yang bisa diucapkan oleh siapa saja, tapi aku merasa disaat itulah Jimin sangat mempedulikanku.

"Tidak ada yang spesial. Hanya menyiapkan berkas sesi wawancara untuk reqruitment bulan depan."

"Kau yakin tidak ingin melamar pekerjaan di kantorku saja? Agar kita bisa bertemu setiap saat."

"Kau tau betapa sulitnnya aku mancapai posisi ini, Jim. Bahkan aku harus menjadi bagian dari tim manajemen resiko dulu sebelum bergabung di human resource."

"Baiklah, aku mengerti. Itu pilihanmu." Jimin menggenggam tanganku dengan sebelah tangannya, dan tangan satunya menyetir.

Hanya butuh 15 menit. Dan kami telah sampai di Lotte Cinema World Tower. Jimin langsung menggandengku menuju loket tiket. Pilihannya tidak banyak, karena saat ini memang tidak ada film besar yang sedang tayang. Dan pilihan kami jatuh pada salah satu film lokal tentang kehidupan pegawai kantoran di pinggiran Seoul.

"Ayo kita makan malam dulu, filmnya masih 45 menit lagi 'kan?" tawar Jimin. Aku menurut saja ketika Jimin membawaku ke café yang masih berada di dalam Lotte Cinema World Tower.

***

"Jadi, apa Sooyoung mengatakan padamu kapan ia akan kembali ke rumah? Ayah dan Ibu sudah menanyakannya."

Ya, memang sudah terhitung dua hari adik Jimin itu menginap di rumah sewaku bersama Wendy. Ia sedang liburan semester dan masih marah pada Jimin karena gadis bernama Myoui Mina itu menemuinya. Aku sudah berkali-kali mengatakan padanya bahwa aku baik-baik saja. Tapi ia tetap bersikukuh bahwa ia tidak pulang untuk menggantikanku marah pada Jimin. Dia memang sangat lucu. Bahkan Wendy yang baru bertemu dengannya pun sangat suka dengan Sooyoung. Mereka selalu mengobrol sepanjang hari, sudah seperti teman lama.

"Dia marah padamu." Jimin otomatis menghela nafas panjangnya.

"Kenapa jadi dia yang marah? Seharusnya kau yang marah padaku." Jimin menggerutu lucu.

"Dia bilang dia menggantikanku marah padamu." Aku terkekeh mengingat saat Sooyoung mengatakan itu. Ah, dia sangat manis.

"Padahal aku sudah mengatakan padanya jika Mina datang sebagai klien. Kantornya akan membangun gedung baru untuk kantor cabang mereka di Korea. Dan mereka bermitra dengan kantor tempatku bekerja."

"Aku tau, Jim. Sooyoung itu masih anak kuliahan, dia seperti itu karena dia menyayangimu." Ucapku sambil menyesap matcha latte hangat yang uapnya masih mengepul.

"Seulgi-ya, kau tau aku mencintaimu 'kan? Aku tidak akan jatuh di lubang yang sama." Kurasakan Jimin mengenggam tanganku. Terasa hangat. Aku suka. Kuanggukan kepalaku untuk menjawabnya. Dan dia tersenyum lega.

Park Jimin, pria itu, entahlah. Aku suka semua yang ada padanya. Perlakuan-perlakuan manisnya. Meskipun dia seringkali menghilang di tengah kencan kami, tapi entah mengapa aku tidak bisa marah padanya. Aku tau dia selalu berusaha meluangkan waktunya untukku. Meskipun dia adalah orang yang sangat sibuk. Dia sangat berdedikasi terhadap pekerjaannya. Waktu luangnya hanya di hari sabtu, karena di hari minggu dia akan menyusun apa-apa saja yang harus dia persiapkan untuk seninnya. Dia orang yang sangat teratur. Aku seringkali terkagum padanya. Bagaimana bisa dia mengerjakan semuanya dengan sempurna. Bahkan lihatlah, wajahnya tampak letih. Jelas sekali dia baru selesai dengan pekerjaannya di kantor. Tapi dia tetap menyempatkan untuk mengajakku ke bioskop karena rasa bersalahnya untuk hari sabtu lalu. Dia sempurna. Jadi yang harus kulakukan adalah tidak merusak strukturnya dengan bersikap egois. Hubungan kami sudah berjalan hampir 2 tahun, dan umur kami sudah menginjak 25 tahun. Sudah bukan waktunya untuk menujukkan sikap kekanakan dalam sebuah hubungan. Daripada bersikap seperti itu bukankah akan lebih baik jika aku memberinya seluruh pengertianku?

"Ayo kembali, filmnya akan mulai."

***

Sekarang sudah hampir pukul 8 malam, filmnya sudah selesai sejak 30 menit yang lalu. Kami mampir ke salah satu kedai mie di dekat rumah sewaku dan memesan beberapa jjamppong titipan Hoseok. Aku juga membelikan 2 porsi kimbab untuk Wendy dan Sooyoung makan malam.

"Ah, Jim. Tambahkan satu jjangmyeon yang tidak pedas untuk Taehyung."

"Ah, kau benar." Jimin berdiri dan memesan satu jjangmyeon. Tak lama dia kembali ke meja kami dan duduk di hadapanku.

"Sepertinya kau sudah sangat mengenal Taehyung ya, Seul. Aku saja sampai lupa kesukaannya."

"Tentu saja aku sangat mengenalnya jika hampir setiap kita kencan dialah yang berakhir menemaniku makan."

"Maafkan aku, Seul. Aku tidak pernah bermaksud seperti itu." Lagi-lagi wajahnya tampak menyesal. Kutangkup kedua pipinya dengan telapak tanganku dan sedikit menekannya sehingga bibirnya mengerucut lucu.

"Aku tau, Jim. Tapi, bisakah aku meminta satu hal padamu?" Jimin menganggguk, masih dengan tanganku di pipinya.

"Tolong jangan minta Taehyung untuk menyusulku jika kau pergi di tengah kencan." Jimin menarik wajahnya dari tanganku dan menatapku serius.

"Aku hanya mengkhawatirkanmu, Seul." Ucapnya lirih

"Tapi aku bisa pulang jika kau memang tidak datang."

"Aku akan lebih merasa tidak tenang jika kau pulang sendiri. Itulah mengapa aku selalu meminta tolong pada Taehyung untuk menemanimu."

"Jim, dengarkan aku-"

"Taehyung juga punya kehidupannya sendiri. Bukankah dia juga seharusnya mulai mencari kekasih daripada menemani kekasih sahabatnya untuk ke toko buku? Dan lagi, dia pasti merasa sangat lelah dengan proyek pembangunan underpass itu. Jangan merepotkannya, Jim. Kau yang selalu memaksa Taehyung untuk mulai membuka hatinya pada wanita dan memintanya untuk mulai mencoba menjalin hubungan. Tapi, bagaimana bisa dia melakukan itu jika nyatanya dia lebih sering menghabiskan waktunya denganku. Pikirkanlah kondisi Taehyung, Jim. Dia tidak akan pernah bisa menolak jika kau yang meminta bantuannya. Jadi memang kaulah yang seharusnya bisa mengambil sikap. Aku yakin kau lebih mengenalnya dibandingkan aku. Kau menyayanginya 'kan?"

Jimin termenung. Dahinya berkerut samar, dan dia menyandarkan punggungnya yang sedari tadi tegap mendengarkanku. Dia mengangkat wajahnya dan menatapku sangat lembut. Perlahan bibirnya tertarik membentuk senyum kecil.


"Aku bersyukur memilikimu sebagai kekasihku. Terimakasih, Kang Seulgi."










"Terimakasih juga, Jim-"

"Untuk tidak pergi kali ini."








Please wait for the next part :)

Manis ga sih mereka? Manis kan?

Jangan lupa vote dan komen ya para bucinnya Seulmin.

Buat bucinnya Vseul sabar dulu yak :))

LOVE SOMEONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang