Bagian 14 - Departure

205 49 13
                                    

Dingin. Malam musim panas terlalu berangin. Aku masih duduk dengan Seulgi disampingku. Dia memakan cheeseburgernya dengan tenang, aku memainkan jemariku yang terasa dingin akibat gelas cola ditanganku.

Kucuri pandang kearahnya yang menatap Lulu dan Lala dengan gemas. Anak kucing putih dan abu-abu itu bermain dengan gulungan kertas nota yang tadi kulemparkan. Menggiringnya hingga ke bagian dalam rumah.

"Kapan kau berangkat?" itu kata pertama yang kudengar darinya setelah aku mengatakan alasanku kemari di tengah malam seperti ini. Ya, aku memberitahunya. Tentang keberangkatanku ke Jepang, dan apa yang akan kulakukan disana. Termasuk bagian dengan siapa aku akan bekerja. Kuceritakan semuanya tanpa melewatkan detail apapun. Aku ingin Seulgi mengetahuinya. Dia tidak pernah menutupi apapun dariku, dan aku akan melakukan hal yang sama terhadapnya.

"Minggu depan, sepertinya. Setelah semua persiapan selesai."

Lulu mendekat kearahku, menggesekkan kepalanya dikakiku. Dia berguling ketika kugelitk perutnya dengan ibu jari kakiku. Kuku-kuku kecilnya menancap dikulitku, cukup sakit jika Seulgi tidak segera mengangkatnya dan menaruhnya di pangkuan.

"Sejak kapan mereka merencanakan ini?"

"Sejak dia datang kerumah waktu itu."

"Dan kau baru mengatakannya padaku?"

"Aku masih bernegosiasi dengan mereka untuk tidak berangkat, Seul. Dan ternyata memang harus aku." Lulu sudah terlelap di pangkuan Seulgi. Menekuk tubuhnya hingga tampak seperti gumpalan bulu.

"Aku tidak ingin kau merasa jauh dariku. Aku tidak ingin kau kecewa padaku." Lanjutku. Seulgi menggenggam tanganku yang tadi dipakainya untuk menidurkan Lulu. Dia menatapku dan tersenyum lembut. Kami terdiam cuckup lama. Hanya dia yang menatapku dalam dan aku yang menatapnya nanar.

"Pergilah. Aku selalu percaya padamu, Jim." Seketika kurengkuh tubuhnya dengan lenganku. Memeluknya erat. Menghirup aroma shamponya yang segar. Dia adalah Kang Seulgi. Wanita nyaris sempurna, kekasihku. Jika saja aku tidak memberanikan diri untuk mengutarakan perasaanku padanya dulu, mungkin sekarang kami hanyalah teman lama semasa kuliah. Tapi tidak. Dia menjadi begitu spesial dengan Seulgi yang sesungguhnya, yang baru kuketahui ketika aku menjadikannya sebagai milikku. Wujud asli dari Seulgi yang bahkan lebih berharga dan lebih membuatku jatuh cinta berkali-kali lipat dari sebelumnya.

"Aku akan menelponmu setiap hari." Kukecup pelan pipi bulatnya.

"Aku akan mengirimimu fotoku sebelum kau tidur." Kucium pipinya sekali lagi

"Aku akan mengirimimu pesan tiap makan siang." Sekali lagi.

"Aku akan membawakanmu hadiah saat aku pulang." Sekali lagi.

"Aku akan mengabarimu jika aku makan dengan baik disana." Sekali lagi.

"Aku akan merekam semua hal indah disana." Sekali lagi.

"Aku tidak akan membuat kita berjauhan meskipun nyatanya kita memang sedang terpisah." Sekali lagi.

"Hentikan, Jim. Ini geli." Ia berusaha menghindar dariku.



"Aku akan membuat waktu satu bulan terasa seperti satu hari." Dan kukecup dahinya lama.


"Aku mencintaimu, Kang." Kutatap dalam matanya.


Sipit.



Indah.



Aku pasti merindukannya nanti.



"Aku lebih mencintaimu, Park."

"Tidak. Tentu saja aku yang lebih mencintaimu."

"Kalau begitu aku lebih dari kau yang lebih mencintaiku."

"Pokoknya aku yang paling mencintaimu."

Dan kami tertawa lepas dengan obrolan tak penting sepanjang sisa malam itu, hingga tepat pukul satu malam aku harus pulang ke rumah sewaku jika tidak ingin menjadi bahan omongan warga.

***

Sudah waktunya. Tepat satu minggu sebelum perayaan dua tahun kami bersama. Dia berdiri didepanku. Dengan atasan floral dan celana jeans terang. Rambutnya diikat setengah dengan cepolan kecil di bagian atas, sisanya dibiarkan tergerai. Hah, hanya satu bulan tapi terasa sangat berat untukku. Aku masih mengkhawatirkannya meskipun malam itu dia mengtakan bahwa dia tak apa-apa.

"Aku tidak ingin pergi."

"Jangan merajuk."

"Bagaimana nanti jika kau merindukanku?"

"Aku akan telpon."

"Bagaimana jika aku yang merindukanmu?"

"Kau bisa menelponnya, Jim." Itu Taehyung. Aku lupa jika dia ikut kemari bersama Seulgi. Dasar perusak suasana.

"Baiklah aku pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik, Seul. Dan jangan merepotkan Taehyung" kuusap kepala Seulgi sebelum beralih pada Taehyung yang sepertinya sudah jengah melihatku tak kunjung pergi. Kuhampiri dia dan memukul pelan pundaknya.

"Aku titip Seulgi padamu. Dan juga, cepatlah cari kekasih sehingga kau punya alasan untuk tidak menjaga kekasih temanmu. Aku tidak mau tau, tapi setelah aku pulang dari Jepang aku harus mendapat kabar setidaknya kau sedang dekat dengan seorang gadis."

"Bisakah kau hanya pergi tanpa perlu banyak bicara. Aku harus segera kembali ke kantor." Taehyung memutar bola matanya dan mendorong punggungku kearah gate keberangkatran. Dia benar-benar lucu, selalu kesal jika aku membahas tentang statusnya yang tak kunjung in relationship itu.

Aku melambaikan tanganku kearah Seulgi dan Taehyung yang juga melambaikan tangannya dari balik kaca hingga mereka benar-benar tak terlihat olehku.

***

Selama penerbangan ke Jepang, entah kenapa aku tertarik untuk membuka galeri ponselku. Ada begitu banyak foto Seulgi disana, foto Seulgi yang sedang makan, foto Seulgi yang tertidur di mobil, Seulgi yang tersenyum cerah dengan kembang gula merah mudanya, Seulgi dengan Lulu dan Lala, Seulgi yang berantakan sehabis naik roller coaster, dan semua foto saat aku menghabiskan waktu dengannya.

Terus ku scroll layar ponselku dan menemukan beberapa foto lain. Jungkook yang tertidur dengan mulut terbuka, foto Hoseok yang menangis saat diterima kerja, Taehyung yang serius bertanding bola dengan Jungkook di playstation, dan beberapa foto kami bersama-sama hingga aku menangkap foto kami bertiga yang diambil oleh Wendy di taman Hangang beberapa waktu lalu. Aku, Seulgi, dan Taehyung yang memakai baju kuning. Kami tertawa lebar di foto itu, aku ingat bagaimana Seulgi malu hingga menutup sebagian wajahnya dengan telapak tangan saat aku meneriakkan namanya.

Mereka benar-benar berharga. Betapa beruntungnya aku memiliki kekasih seperti Seulgi. Dan betapa Tuhan menyayangiku karena memberikan sahabat dan saudara seperti Taehyung.

Kututup galeri ponselku dan mulai memejamkan mata. Beristirahaat sejenak sebelum memulai rapat yang akan langsung kuikuti setiba aku disana. Tapi, aku tidak tau apa sebabnya, aku merasa sedikit tidak tenang sejak masuk ke gate keberangkatan. Ada rasa cemas dan khawatir yang membuatku merasa sesak.


Ya Tuhan, lindungilah aku dari apapun yang akan menimpaku setelah ini.





Please wait for the next part :)

LOVE SOMEONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang