05 | Garin

20 1 0
                                    

halo! jumpa lagi di hari minggu. semoga akhir pekan kalian menyenangkan ya!

so, here it is: chapter terbaru Lady Luck.

semoga suka ya ^^

jangan lupa read, vote, comment, dan bantu aku benerin typo.

aku akan sangat mengapresiasi itu.

etapi, di chapter ini Nana-nya nggak ada heuheu chapter depan dia akan muncul lagi kok.

enjoy!


---


Val menatap Garin tanpa ekspresi. Tidak peduli betapa inginnya ia menonjok wajah songongnya itu, tetapi akal sehat Val masih dapat menghentikan tangannya yang telah mengepal. Kalau kata lagu, kill 'em with kindness. Itulah yang akan Val lakukan hari ini.

"Kak... Garin," gumam Val seraya mengangguk sebagai salam sapa kepada Garin.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Garin ketus. "Mau jadi penguntit?"

Val menggeleng. Ia menggigit bibir bawahnya, memberanikan diri untuk melangkah mendekati Garin. Cowok itu hanya bergeming di tempatnya berdiri, sementara teman-temannya sudah menyingkir untuk memberi jalan bagi Val. Tentu saja disertai dengan sorak sorai—dan decak kagum karena keberanian Val untuk menghadapi Garin.

Sesampainya Val di hadapan calon kakak tirinya dengan jarak satu meter, ia mengulurkan tangan. Alis Garin nyureng melihat tangan Val. Untuk sejenak, Garin mengagumi tangan Val yang tampak terawat itu, namun ia tidak memahami maksud Val.

"Saya mau minta maaf, Kak. Kemarin saya lancang. Saya sadar kalau tidak sepantasnya saya bicara seperti itu ke Kakak," meskipun aku sebenarnya nggak tahu kemarin itu aku ngomong apa aja, tambahnya dalam hati. "Waktu kami sampai rumah, Bunda marahin saya. Bunda bilang, saya harus menghormati Kakak, secara posisi saya lebih muda dibandingkan Kakak. Maka dari itu, saya minta maaf."

Alis Garin turun kembali ke posisi semula. Tapi, kali ini raut wajahnya membentuk seringaian yang lebih ngeselin daripada sebelumnya, sambil manggut-manggut.

"Kamu sengaja banget sampai warmindo ini cuma buat minta maaf," Garin menyimpulkan. "Aku salut dengan keberanianmu. Tapi gimana, ya? Aku sudah terlanjur sakit hati. Susah lho, kalau mau maafin."

Teman-teman Garin mulai riuh lagi. Sesungguhnya Val juga mulai gentar, apalagi dengan situasi di mana ia perempuan sendiri di warmindo itu. Komplotan Garin juga sama sekali tidak kooperatif—oh, kooperatif sih, tapi dengan Garin. Betul-betul para jongos setia.

"Apa yang Kak Garin bilang kemarin juga sebetulnya bikin saya sakit hati," ujar Val. "Tapi tenang saja, saya sudah memaafkan Kakak. Toh, saya tahu Kakak nggak akan minta maaf karena harga diri Kakak nggak akan mengizinkan diri Kakak untuk melakukan itu. Maka dari itu, sudah saya maafkan."

"Bilang apa kamu?!"

Namun sebelum Garin sempat menerjang Val, para jongos setianya sudah lebih dulu menahan badannya. Beberapa di antara mereka bahkan sudah menceramahi agar Garin tidak main tangan terhadap cewek, apalagi cewek itu calon adik tirinya. Val masih berdiri di tempatnya, menatap Garin dengan mata yang menyalang. Sementara itu, Leo dan si akang warmindo sudah keringat dingin menyaksikan pertengkaran Garin dan Val.

Val mengembuskan nafas panjang dan menahan emosinya dalam kepalan tangan yang menguat. Ia masih remaja dan belum sepenuhnya ahli dalam mengontrol emosinya sendiri. Val tahu itu. Tapi saat ini adalah saat yang memaksanya untuk berhati-hati dalam mengelola emosi. Salah langkah, bisa bubrah semuanya.

Lady LuckWhere stories live. Discover now