13 | Nyata

23 1 0
                                    

yuhu! masih hari minggu. masih aman :p

seperti biasa, read-vote-comment ya ^^ bantu benerin typo juga boleh banget.

btw, karena aku sedang ada project yang lebih urgent jadi ada kemungkinan aku nggak rutin update (lagi) tapi akan kuusahakan.

enjoy!


---


Bian memilihkan bakso ikan bakar untuk Garin dan tampaknya calon kakak tiri Val itu cukup puas dengan pilihan sang sahabat. Baru kali itu Val tahu bahwa Garin menyukai bakso seafood begitu. Kata penjualnya tadi sih, baksonya bikin sendiri dan bukannya frozen food. Bumbunya tidak perlu sekompleks pepes ikan patin yang dulu pernah dibuatnya, tetapi Garin terlihat sangat lahap menyantap bertusuk-tusuk bakso ikan bakar tersebut.

Dalam hati, Val mencatat: jika akhirnya dia menemukan apa yang benar-benar dia inginkan, nanti dia akan mencoba membuatnya untuk Garin.

"Mau?"

Val sedikit mengernyit ketika mendengar sepatah pertanyaan itu namun Garin yang ditatapnya masih asyik mengunyah makanannya. Ketika dia menoleh, dia menemukan Bian sedang menatapnya penuh rasa ingin tahu. Oh, ternyata Bian yang bertanya.

"Mau apa? Makanan Kakak? Kan makanan kita sama," balas Val bingung.

Bian mengendikkan dagunya ke arah bakso ikan bakar milik Garin. Seketika Val langsung paham maksud Bian, dan dia menggeleng.

"Nggak apa-apa, biar kubelikan," kata Bian.

Val tetap menggeleng. "Nggak, Kak. Tapi terima kasih sudah nawarin."

Suara decakan dilepaskan oleh Garin di tengah keasyikannya melahap bakso ikan bakarnya. "Nggak perlu ditawarin. Nih anak bisa beli sendiri."

Sepertinya Bian sudah terbiasa dengan ketusnya Garin sehingga dia hanya tertawa renyah namun terus menikmati makanannya. Garin juga demikian. Sesudahnya, mereka tidak lagi membahas hal tersebut. Sementara itu, Val hanya bisa menghela nafas. Meskipun dia juga tidak membahas celetukan Garin, namun mendadak selera makannya berkurang. Tidak hilang sama sekali, tapi pada akhirnya dia harus melahap pelan-pelan camilan yang telah dibelinya.

Garin dan Bian sudah selesai makan, hanya menyisakan wadahnya serta tusuk bakso. Val sendiri masih harus makan satu setengah porsi lagi. Dia tetap ingin menghabiskan semuanya, tetapi mood-nya tidak mengizinkan Val untuk makan cepat-cepat.

"Jangan kelamaan makannya. Habiskan," tegas Garin. "Jangan sampai bikin sampah tambahan."

Apa yang Garin katakan itu betul. Tapi, Val bukan anak umur lima tahun yang sudah bisa makan sendiri tapi rewel karena tidak mau menghabiskan makanannya. Makanya, Val merasa ada rasa sakit seperti tercubit di hatinya. Namun daripada Val mengungkapkan kekesalannya, dia memilih untuk tidak menanggapi Garin dan tetap melanjutkan makan dengan kecepatan siput.

"Kamu kalau makan emang selelet ini, ya?"

Val tetap keukeuh untuk tidak menanggapi. Biarkan saja. Garin sedang mengganggunya. Kekesalannya pada Garin sejak awal tadi berangkat ditambah dengan yang ini. Mendingan diam saja, duduk manis, dan makan daripada ngurusin orang yang lagi nggak waras.

"Berisik amat sih si Garin-Garin ini," gerutu Bian. Raut wajahnya sudah mulai tidak santai. "Makan cepet-cepet itu nggak bagus buat kesehatan, tahu. Keselek ntar berabe juga. Justru Val ini sedang menjaga kesehatan dengan makan pelan-pelan!"

Ternyata memiliki orang yang memihak dirinya dari kalangan sahabat Garin tidak buruk juga. Bian juga memaparkan fakta kok, kalau makan ngebut akan berimbas pada kesehatan. Tapi, raut wajah Garin seakan mempertanyakan mengapa Bian harus membela Val—meskipun tetap dengan muka lempeng tanpa ekspresi yang berarti. Hanya saja, alisnya naik.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 17, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Lady LuckWhere stories live. Discover now