ketemu lagi di hari minggu mepet senin! hahaha u.u
ada yang besok masuk kerja? atau sudah masuk sekolah? semangat ya~
nih chapter kedua dari Lady Luck! semoga suka ya~
enjoy!
---
Val menatap pria muda di hadapannya itu, yang masih dengan santainya menyantap hidangan tanpa memerhatikan bahwa atmosfer dalam ruangan tersebut telah berubah tegang. Ketika Val menoleh ke samping kirinya, ia melihat Yuza menghentikan acara makannya sejenak, turut menatap Garin dengan kedua alis terangkat. Sementara saat ia menoleh ke kanan, ia mendapati Bunda setengah menunduk dan menggigit bibir bawahnya, tak lupa kedua tangan yang saling berkaitan namun gemetaran.
Awalnya Val mengira Bunda sedang sangat gugup, tapi mata Bunda sama gemetarannya dengan kedua tangannya. Ini adalah kali pertama Val melihat Bunda dalam fase seperti itu, sehingga ia tidak terlalu yakin apa yang sedang Bunda rasakan. Biasanya Bunda selalu menghadapi segala sesuatunya dengan dagu terangkat, alias percaya diri. Dokter Danish, gitu lho. Mana pernah dia... mencemaskan sesuatu?
Sebentar, Bunda sedang cemas? Gara-gara "Kak Garin" ini?
"Apa maksud kamu sudah dapat kos-kosan?" Dokter Fauzan menekan sekali lagi. "Kamu mau tinggal di mana?"
Garin mengerang seolah terganggu dengan pertanyaan ayahnya itu. "Nanti Garin jelasin, sekarang makan dulu. Garin lapar. Main dish-nya belum keluar nih?" tanyanya seraya menyeruput air putih.
Val tahu bahwa Dokter Fauzan sudah merasakan amarah di ubun-ubun, namun demi kemaslahatan bersama, beliau menahannya dengan memejamkan mata dan mengembuskan nafas panjang. Dalam sekejap, raut kemarahannya sirna dan digantikan dengan senyum manis kepada pelayan yang menunggu di dalam ruangan VIP itu.
"Main dish-nya boleh diantar sekarang," ujar beliau. Pelayan tersebut mengangguk sebelum berlalu.
Perubahan emosi Dokter Fauzan sukses membuat Val terpana. Coba kalau itu Bunda. Ketika Val atau Yuza bertingkah tidak sopan terhadap orang lain, Bunda akan langsung mengomeli mereka panjang lebar. Paling cepat satu jam ceramah. Meskipun di tempat umum, Bunda tidak ragu untuk menasihati mereka tentang adab berperilaku terhadap orang lain, siapapun mereka. Tapi Dokter Fauzan... meskipun sudah pasti masih marah, tapi ia mampu meredam emosinya dan bersikap biasa saja. Mungkin nanti setelah Val, Yuza, dan Bunda pulang, beliau akan bicara empat mata dengan Garin.
Untunglah hidangan utamanya tidak membutuhkan waktu lama untuk diantarkan. Selama menunggu hidangan utama datang tadi, Val dan Bunda tidak berani bersuara sama sekali dan Dokter Fauzan masih menata hati agar kedongkolannya juga tersingkirkan. Sementara itu, Garin sibuk memerhatikan Bunda dengan tatapan tajam dan menilai dari atas hingga pinggang, karena hanya sampai situ yang tidak terhalang oleh meja.
Perlakuan tidak sopan itu tidak luput dari mata Val. Meskipun bukan dirinya yang ditatap sedemikian rupa, tapi ia merasa tersinggung. Bagaimana pun juga, Bunda tetaplah ibu yang Val sayangi. Val bahkan sudah menerima Dokter Fauzan sebagai kekasih Bunda, yang nantinya akan menjadi ayah tirinya. Kenapa Garin sebegitu tidak sukanya? Salah Bunda apa?
"Yuk, segera dimakan. Kalau sudah dingin, nanti nggak enak," Dokter Fauzan mengimbau dengan senyum, berusaha mencairkan suasana.
Meskipun makan sambil berbicara itu sedikit menyalahi norma kesopanan, Dokter Fauzan tampak tidak peduli dan berusaha mengajak Val dan Yuza mengobrol. Val selalu menjawab dengan sopan, sementara Yuza sering melontarkan celetukan yang membuat Dokter Fauzan tertawa lepas. Untung tidak sampai tersedak, sih. Sepele, tetapi cukup berhasil mengembalikan senyum Bunda yang tadi benar-benar hilang ditelan angin. Bahkan ketika jeda menunggu hidangan penutup, suasana di ruangan VIP tersebut tidak sekaku sebelumnya.
YOU ARE READING
Lady Luck
General FictionWill be updated every Sunday (hopefully) Start: June 30th 2019 -------------------------------------------- Pemberitahuan dari Bunda yang hendak menikah lagi membuat pikiran Val kacau. Akibatnya, Val kehilangan kesempatan untuk memasuki universitas...