akhirnya ya, setelah dua minggu... aku kembali lagi ^^
kesibukan masih ada, tapi berkurang lah.
doakan biar bisa selalu punya waktu untuk nulis, ya!
nih, kukasih chapter 9.
seperti biasa, read-vote-comment ya! bantu benerin typo juga boleh. mau follow juga boleh banget~
enjoy!
---
Hasilnya sangat mudah ditebak. Untuk kedua kalinya, Val gagal menjadi mahasiswa universitas tersebut. Tetapi, Val tidak berkecil hati menerima hasilnya karena ia seperti sudah menduga hal itu sebelumnya.
Bunda sangat menyayangkan hal itu, tetapi beliau berkata bahwa mungkin tahun ini belum jatah Val saja. Setelahnya, Bunda menawarkan diri untuk mendampingi Val namun putri sulungnya itu menolak. Sedang ingin sendirian, katanya. Val meminta Bunda untuk tetap bekerja. Hal itu diterima Bunda, namun beliau jadi mengarahkan pasien yang hendak menemuinya di rumah sakit ke klinik di rumah, agar selagi bekerja beliau tetap dapat menemani Val.
Val menatap langit-langit kamarnya. Ia mengembuskan nafas pelan, berusaha membuang jauh-jauh keresahan yang menghinggapi hatinya. Meskipun awalnya ia memang merencanakan untuk mengikuti SBMPTN tahun depan, tetap saja hal ini membuatnya sedih. Ia tidak akan berbohong jika ia butuh waktu untuk menenangkan diri. Val tidak ingin lagi memelihara stres agar tidak ada lagi kejadian seperti saat ujian itu. Serangan panik yang menyerangnya ketika ujian berlangsung itu berakibat fatal.
Saat itu, salah seorang pengawas ujian menyadari apa yang sedang Val alami. Pengawas tersebut langsung membawa Val keluar ruangan dan memeluk gadis itu—untungnya ia perempuan—seraya terus menenangkannya. Sekitar sepuluh menit Val bergelut dengan serangan panik yang tiba-tiba datang itu. Ia merasa benar-benar kalut dan fokusnya menguap begitu saja. Jantungnya berdetak lebih kencang daripada biasanya, pun dengan aliran darahnya. Nafasnya memburu tak terkendali. Val pernah merasa sangat gugup, tetapi yang ia alami saat itu lebih dari sangat gugup. Mendadak ia kehilangan kontrol atas tubuhnya sendiri—tangannya bergerak sesuai naluri untuk mencengkeram dadanya.
Namun, lambat laun bisikan sang pengawas didengarnya. Berangsur-angsur, Val tenang. Nafasnya mulai teratur, detak jantungnya melambat menuju normal, dan aliran darahnya pun mengalir seperti biasanya. Ketika Val telah mendapatkan kendali penuh atas tubuhnya lagi, pengawas yang mendampinginya memberikan air putih yang langsung Val minum dengan rakus. Serangan panik membuatnya menganggap air putih seperti oase di padang pasir.
"Masih sanggup mengerjakan ujian?" tanya si pengawas.
Meskipun belum mampu bersuara karena masih lemas, Val mengangguk. Setelahnya, si pengawas menghubungi ketua panitia yang lantas memberikan waktu tambahan bagi Val untuk mengerjakan soal-soal ujian tertulis mandiri itu. Namun karena fokus Val tidak kembali sepenuhnya, ia tetap gagal menjawab dengan benar di banyak soal. Itulah yang menyebabkan dirinya tidak lolos ujian tertulis mandiri.
Sehingga untuk setahun ke depan, Val akan menjadi seorang pengangguran. Ia bahkan belum mulai kuliah, namun sudah jadi pengangguran duluan. Selama setahun ke depan, mungkin saja ia akan sedih dan iri pada teman-temannya yang sudah kuliah, memiliki teman-teman baru, mempelajari mata kuliah baru...
"Kak?"
Val menoleh. Adiknya, Yuza, melongok dari balik pintu.
"Ya, Za?"
"Makan, yuk. Aku barusan beli pizza."
Val mengerjapkan matanya beberapa kali. "Dari mana kamu punya duit buat beli pizza?" tanyanya seraya mengernyit.
![](https://img.wattpad.com/cover/192458734-288-k878595.jpg)
YOU ARE READING
Lady Luck
General FictionWill be updated every Sunday (hopefully) Start: June 30th 2019 -------------------------------------------- Pemberitahuan dari Bunda yang hendak menikah lagi membuat pikiran Val kacau. Akibatnya, Val kehilangan kesempatan untuk memasuki universitas...