Tiga

4.2K 335 2
                                    

Dia berjalan santai dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana seragamnya. Aku melihat Vio, Vio hanya mengangguk pelan. Lalu aku melihat kearah Jimmy dan Ratu yang siapa tahu bisa membantuku.

"Ikut aja, dek..." ucap Jimmy yang terlihat ragu dengan ucapannya sendiri, diikuti dengan anggukan lemah Ratu.

Aku mengikuti Juno memasuki mobil sport merahnya itu. Sekitar 20 menit perjalanan, kami saling membisu. Akupun tidak berani menatap Juno. Bus-bus maupun mobil para seniorku tertinggal jauh. Akhirnya Juno lebih dahulu membuka percakapan antara kami.

"Siapa nama lo?" tanya Juno yang masih menatap jalan raya.

"Bulan Juventia, kak..."

"Yakin cuma itu?"

"Bulan Juventia Artadinata, kak..."

"Lo lahir dimana?"

"Di Jakarta, kak."

"Kok tinggal di Lampung?"

"Sekitar 10 tahun lalu, papa dan kakak saya kecelakaan pesawat dan mereka meninggal tanpa ditemukan jasadnya kak..." jawabku yang mulai gemetar dan terisak karena mengingat papa dan kakakku.

Dengan ragu, Juno bertanya, "Siapa nama mama lo?"

"Me, memangnya kenapa, kak?"

"Jawab!" suara Juno meninggi.

"Revalina, kak..." suaraku terdengar sangat pelan.

Juno menepikan mobilnya secara tiba-tiba. Untungnya jalanan yang kami lalui sedang sepi. Juno seperti tersambar petir, wajahnya merah dan tangan kanannya menutupi matanya. Juno mengambil HP dari sakunya.

"Hallo, Ri, gua nanti dateng telat, bilang sama Jimmy anak asuhnya gua pinjem."

Juno meletakkan HP-nya di dasbor. Lalu, menatapku dengan tatapan tajam dan serius.

"Lo tau siapa gua?"

Aku hanya menggeleng sedangkan Juno menarik napas panjang lalu membuangnya.

"Gua...Bintang Juventio Artadinata!"

Aku yang tidak percaya hanya menatapnya.

"Bo, bohong! Ka, kakak pasti bohong! Itu nggak mungkin!"

"Coba kamu pikir, darimana saya tau nama kakak kamu?!" Cara bicara kami pun berubah 180°.

"Tapi kata mama..." ucapku terputus.

"Kakak nggak tau kenapa mama bilang gitu, tapi papa bilang kamu dan mama juga udah meninggal karena kebakaran rumah kita dulu. Banyak yang mau kakak tanya sama kamu, sebaiknya kita ke cafe terdekat." ucap Juno yang bergegas ke cafe yang dekat dengan kami sekarang.

Setelah memarkirkan mobil, kami masuk ke cafe. Kami memilih duduk di dekat jendela dan hanya memesan minuman. kami sangat tidak berselera makan saat ini.

"Gimana keadaan mama sekarang?" tanya Juno yang hanya menatap keluar jendela. Dari wajahnya aku tahu saat ini Juno sangat tidak fokus, sama sepertiku.

"Mama baik-baik aja. Sekarang mama bekerja di salah satu butik untuk membiayai hidup kami di Jakarta. Mama juga belum menikah lagi sejak kejadian itu..." ucapku yang tanpa sadar menangis.

***

Hallo, ini cerita pertama gue di watty. So, jangan lupa tinggalin jejak kalian ya!

It's Not A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang