Lima

3.9K 298 1
                                    

“Hey guys! Ada hot news nih!” kata Ayu.

Kami semua yang penasaran bertanya-tanya.

“Katanya tadi pagi kak Juno babak belur!” jawab Ayu.

“Serius lo? Salah informasi kali lo!” tanya Vio.

“Memang kenapa, Yu?” tanyaku.

“Iya, lo ini gosip aja!” seru teman sekelasku yang lain.

“Nggak kok! Informan terpercaya walaupun masih kelas 11 sih. Berita ini udah kesebar dikalangan anak kelas 11 dan 12. Kemarin waktu dia pulang ternyata dia ke sekolah main basket sendiri, tiba-tiba ada 5 orang mukulin dia sampai bonyok nggak tau deh kenapa, tapi bukan kak Juno namanya kalo dia nggak bisa bikin orang yang mukulin dia lebih parah dari dia!” jelas Ayu.

“Bohong ya lo!” sergah teman-temanku.

“Ih kalo nggak percaya tanya pak Pendi deh! Kan kalo hari libur pak Pendi sering keliling sekolah, kebetulan dia denger suara ribut-ribut gitu. Kata pak Pendi kemarin dia pengen ngabantuin tapi dilarang sama kak Juno. Gila gentle banget ya kak Juno!” balas Ayu semangat.

Pak Pendi adalah salah satu satpam sekolahku.

“Terus sekarang kak Juno dimana?” tanyaku.

“Katanya sih kak Juno di ruang kepsek, kak Juno nggak mungkin di skorsing, kata anak kelas 12 setiap ada kejadian di sekolah berantem atau apalah yang berhubungan sama kak Juno, dia pasti lolos nggak seperti temen-temennya yang kena skorsing atau dapet SP dari guru. Paling dia disuruh nunggu di ruang kepsek.” jawab Ayu.

Bel masuk berbunyi. Setelah ini adalah pelajaran Fisika. Guru Fisika kami adalah walikelas X3. Ketika kami sedang belajar, Juno mengetuk pintu dan tetap berdiri disana dengan melipat tangan didada.

“Hay miss Hani! Tambah cantik aja!” seru Juno santai.

“Juno?! Mau apa kamu disini? Ini jam pelajaran!” seru bu Hani.

“Miss ini kalo lagi marah tambah cantik deh! Kok nggak jadi walikelas saya lagi sih?”

Aku dan teman-temanku hanya melihat, bahkan beberapa temanku diam dengan mulut terbuka. Wajar saja, kami baru kali ini melihat siswa berani dengan guru seperti itu. Tepatnya dengan gaya bicara seperti itu.

“Setahun jadi walikelas kamu rasanya rambut saya hampir botak!” gerutu bu Hani yang sepertinya tidak peduli dengan siswa-siswa yang sedang melihatnya.

“Nggak botak kok miss, itu buktinya rambut miss masih banyak!” balas Juno yang membuat kami harus menahan tawa.

“Ini jam pelajaran! Mengapa kamu berkeliaran disini?!” tanya bu Hani yang sepertinya sudah bisa menahan emosi.

“Nggak tau tuh kepsek, sepertinya sih kangen sama saya. Buktinya saya disuruh nemenin di ruangannya seharian lagi, miss!”

“Lalu mengapa kamu kesini?”

“Kata kepsek, ada yang harus dibicarain sama semua guru Fisika. Udah ditunggu tuh miss!”

Setelah memberi tugas kepada kami, bu Hani keluar. Juno masuk ke kelas.

“Mengapa kamu masuk?!” seru bu Hani.

“Kan saya mau jagain kelas miss, nanti kalo mereka ribut gimana? Kalo tiba-tiba ada pemeriksaan kelas gimana?”

“Mereka nggak mungkin ribut! Yang ada kamu yang buat ribut!”

“Miss ini nggak bisa lihat saya seneng ya! Saya kan mau kenalan sama adik-adik kelas ini miss!” balas Juno dengan wajah kecewa tapi tetap mengikuti langkah bu Hani.

Setelah pergi cukup jauh, teman-teman cewekku berkumpul di tempat Ayu, tepatnya di belakang tempatku dan Vio.

“Gila! Kak Juno berani banget tadi!” seru temanku.

“Asli! Parah ya berani sama bu Hani! Walaupun masih muda, bu Hani kan tetep guru!” tambah Vio.

“Kalo kak Juno nggak gitu, nggak mungkin dia jadi pentolan sekolah!” seru Ayu.

HP-ku bergetar. Aku membuka SMS dari Juno.

Juno     : Rencana sukses!

Bulan   : Rencana apa kak?

Juno     : Besok papa dipanggil ke sekolah.

Bulan   : Serius? Jam berapa?

Juno     : Iya! Jam 8. Sekarang tugas kamu ya!

Bulan   : Iya.

Juno     : End chat!

Aku segera meng-end chat dan memasukan HP-ku ke saku kemeja sekolahku. Aku melanjutkan sekolah dengan tenang dan tanpa mendengar berita Juno membuat onar lagi. Seharian Juno berada di ruang kepala sekolah. Ketika pulang pun aku tidak melihatnya. Besok untuk pertama kalinya aku melihat papa setelah 10 tahun aku tidak melihatnya. Seperti apa papa sekarang? Apa papa masih mengenaliku? Apa yang akan papa lakukan setelah bertemu aku dan mama besok? Apa akan ada pertengkaran lagi? Pertanyaan-pertanyaan itu membuatku ingin menangis.

Setibanya di rumah aku langsung ke kamar. Untuk makan siang pun aku tak berselera. Mama belum pulang kerja. Aku terus menangis memikirkan esok. Oke, aku memang cengeng. Sangat cengeng. Aku memeluk foto keluargaku. Saat kami masih bersama. Saat kami masih bahagia. Ketika aku berusia 4 tahun dan kak Bintang berusia 6 tahun. Apakah kak Bintang sekarang merasakan apa yang sedang aku rasakan? Senang, takut, khawatir, dan gelisah menunggu esok. Atau sekarang kak Bintang sedang bersenang-senang dengan teman-temannya tanpa memikirkan esok. Semua pertanyaan itu terus menghantui pikiranku. Ketika makan malam, aku bersikap seperti biasa. Setelah makan aku kembali ke kamar. Juno tidak menghubungiku. Aku mulai takut rencana kami tidak berjalan baik besok. Akhirnya aku kembali tertidur pukul 2 malam.

Paginya hampir saja aku telat ke sekolah. Ketika aku tiba di sekolah bel masuk berbunyi. Pelajaran pertama Fisika. Sedikitpun penjelasan yang diberikan bu Hani tidak ada yang masuk ke otakku. Ketika jam dinding menunjukkan pukul 08.00 aku meminta izin bu Hani untuk ke toilet. Aku akan menjalankan rencanaku. Aku langsung berlari ke kantin untuk membeli 2 kaleng soda. Aku sengaja tidak sarapan dan meminum 2 kaleng soda itu sekaligus agar sakit perut. Sebenarnya bisa saja aku berpura-pura sakit dan meminta bu Hani atau petugas UKS menelepon mama, tapi sayangnya aku tidak seperti Juno yang pandai berakting.

Setelah meminum soda-soda itu aku kembali ke kelas. Reaksi soda-soda itu cukup cepat. Tapi Juno belum tahu ideku ini. Dan sekarang perutku mulai sakit. Aku terus memegangi perutku dan merintih kesakitan. Vio melihat.

“Lan, lo kenapa?”

“Nggak tau, Vi, sakit banget!”

“Yaudah gua temenin ke UKS aja ya! Nanti gua yang bilang sama bu Hani!”

“Nggak kuat, Vi, tolong telepon mama gua aja. Tolong, Vi!”

“Bu! Bulan sakit, bu!” seru Vio panik.

Bu Hani segera menghampiriku sedangkan teman-temanku melihat kearahku.

“Yaudah sekarang kamu ke UKS aja ya!” seru bu Hani panik.

“Saya nggak kuat lagi, bu, tolong telepon mama saya aja, bu...” rintihku yang terus memegangi perutku.

***

Jangan lupa vomment-nya!

And don't be a Silent Reader, guys. I really need your comment or vote. Thank you!

It's Not A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang