Lima Belas

3.4K 221 2
                                    

Dan, malam ini adalah malam terindah bagiku. Ya tentu saja karena ketika aku bertemu dengan kak Bintang bukan dalam keadaan malam hari. Delvan, orang pertama yang membuatku jatuh hati.

"Jadi, apa gua ketinggalan suatu momen penting?" tanya kak Bintang yang tiba-tiba datang dengan senyuman jahilnya.

"More than it." balas Delan.

Kak Bintang duduk di sebelah Delvan.

"Sekarang lo dan Bulan kan udah jadian, tapi masih bisa kan gua dan Bulan melanjutkan rencana itu?" pinta kak Bintang.

"Karena lo calon kakak ipar gua, nggak apa-apa deh!"

"Oh my God! Mimpi apa gua semalem bisa punya calon adik ipar seperti lo!" kata kak Bintang yang sok histeris, "eh udah malem nih balik yuk!"

"Oh iya, nggak kerasa!" balas Delvan yang melihat jam tangannya.

"Jadi, Bulan bareng lo atau gua nih?"

"You know me so well, right?" Delvan tersenyum dengan gaya cool-nya.

"Oke, gua nggak mau ganggu new couple deh. Ingat Van, langsung antar pulang!" Kak Bintang memang posesif.

Setelah kak Bintang menghilang, aku dan Delvan menuju mobil Delvan. Sekarang Delvan tidak memerlukan sopir lagi karena Delvan sudah mulai mengetahui wilayah barunya. Itupun karena Delvan sering jalan dengan kak Bintang, tanpa mengajakku pastinya.

Kini aku kembali duduk diantara kak Bintang dan Delvan, tepatnya kami sedang berada di home theatre rumahku. Entah mengapa sepertinya kak Bintang dan Delvan senang melihatku ketakutan ketika menonton film horror. Padahal aku sudah mengancam kalau mereka memaksaku menonton film horror aku tak mau menonton dengan mereka lagi.

Tapi disinilah aku sekarang, diantara dua cowok yang mendeklarasikan bahwa mereka adalah cowok keren di sekolah. Cowok keren yang suka memaksa sehingga aku tak bisa keluar dari cobaan menonton film horror ini. Kedua tanganku diapit oleh kak Bintang dan Delvan agar aku tidak bisa menutup mataku dengan tangan, tapi sepertinya mereka lupa kalau aku bisa memejamkan mata.

Setelah 2 jam penuh kami keluar akhirnya aku menyadari bahwa suaraku serak karena teriakan-teriakan dan umpatan-umpatan kesal untuk kedua cowok itu. Bi Minah menghampiri kami yang baru saja keluar dan memberitahu bahwa kami dipanggil papa dan mama.

Kami segera ke ruang keluarga bawah untuk menemui papa dan mama. Sedangkan orang yang memanggil kami sedang ber-romantis-ria di depan televisi. Ternyata mereka juga sedang menonton film. Kami langsung bergabung dengan mereka. Papa meminum minumannya lalu menatap kami bertiga santai.

"Jadi, apakah ada hal yang papa dan mama lewatkan?" Papaku ini benar-benar papa idaman. Bermata tajam yang seolah menunjukkan bahwa dia akan melindungi siapa saja yang yang dia sayangi.

Aku dan Delvan yang mengerti maksud papa langsung melirik tajam kak Bintang. Sedangkan orang yang dilirik hanya berpura-pura menikmati hot chocolate dan sok serius menonton film.

"Maaf deh, pa, ma, kami belum sempat ngasih tau. Tapi sepertinya papa dan mama juga udah tau deh."

"Iya sayang, mama dan papa memang udah tau dan kami ikut senang dengarnya..."

"Tapi, papa nggak mau dengar kalian berantem apalagi sampai musuhan kalau ada masalah, mengerti Bulan, Delvan?" tegas papa.

"Tenang om, Delvan janji nggak akan ada hal-hal buruk setelah ini! Delvan juga akan jagain Bulan, om!" Delvan membalas mantap.

"Om percaya sama kamu, Van!"

Setelah itu kami meninggalkan papa dan mama yang sepertinya masih ingin ber-romantis-ria dengan menonton film yang cukup eksis di zaman mereka itu.

"Jadi, bro, apa aja yang udah lo ceritain ke om Arya?" selidik Delvan.

"Hmm, just it." jawabnya santai.

"Kak, besok dateng ke birthday party Vio nggak?"

"Sebenernya sih males, tapi Renata dateng ya?"

"Kata Vio sih kemungkinan dateng."

"Berarti besok gua harus pinjem pacar lo, gimana bro?"

"As you want deh. Eh gua balik dulu deh, takut kesiangan besok" pamitnya, "besok aku jemput ya, Lan. Kita berangkat bareng."

"Lo lupa kalo di sekolah dia punya gua?" Kali ini dia menggerutu sebagai Juno.

"Buat heboh sekolah pagi-pagi nggak masalah, kan? Jarang-jarang gini." balas Delvan santai.

"Kalo gua sih udah sering. Asalkan besok lo mau langsung berhadapan sama Juno sih no problem."

"Bisa diatur!" sahut Delvan yang menuruni anak tangga.

Tepat dini hari aku menelepon Vio untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Lalu kembali tidur. Seperti biasa, paginya aku bangun dan bersiap untuk ke sekolah. Ketika aku turun, ternyata Delvan sudah menunggu di bawah, bergabung dengan papa, mama, dan kak Bintang yang sedang sarapan. Akupun ikut bergabung.

"Lihat pa, ma, kalo berangkat sama Delvan aja Bulan mau, sedangkan berangkat sama Bintang nggak pernah mau!" gerutu kak Bintang seolah cemburu.

"Mau banget sih kak berangkat sama aku. Yaudah deh kapan-kapan aku mau berangkat sama kakak."

Setelah menghabiskan sarapanku dengang cepat, kami bertiga berpamitan pada mama dan papa untuk berangkat. Oke, berarti aku harus siap dengan apapun yang dilakukan kak Bintang dan Delvan hari ini di sekolah. Aku pun tidak peduli lagi dengan gosip-gosip buruk tentangku. Selama aku nyaman dengan diriku sendiri dan berada didekat orang-orang yang kusayang itu sudah cukup untukku.

Ketika mulai memasuki area sekolah, aku benar-benar bersyukur karena mobil Delvan tidak seperti mobil sport milik Juno yang terbuka. Walaupun ketika keluar mobil nanti banyak yang melihatku turun dari mobil Delvan, paling tidak aku tidak merasakan tatapan sinis lebih awal. Benar saja ucapan kak Bintang semalam. Ketika aku dan Delvan keluar dari mobil dan hendak berjalan ke koridor utama, Juno menghampiri kami.

Juno langsung menarikku tanpa berkata apapun. Sedangkan Delvan tetap memegang tangan kiriku. Dan, aksi mereka pun dimulai. Secara tidak langsung kami seperti sedang beradegan di dalam sebuah sinetron. Para siswa yang sedang berada di tempat parkir hanya berdiri di tempatnya dan pura-pura sedang melakukan suatu hal dengan kendaraan mereka. Sedangkan anak-anak lainnya yang baru memasuki gerbang sekolah, pura-pura menghampiri teman mereka yang sedang di tempat parkir. Ya semua adegan terlihat jelas dimataku.

Ketika aku sedang memperhatikan sekitar, mataku menangkap dua sosok cewek cantik yang sedang memperhatikan kami dari tribun penonton di tepi lapangan basket. Ya, Renata dan Natasha.

"Dia dateng sama gua, jadi lo nggak berhak narik dia seenaknya." ucap Delvan tenang dan terihat sangat cool.

"She's mine, okay?!" balas Juno yang menunjukan gaya I'm a boss-nya.

It's Not A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang