Enam Belas

3.3K 226 1
                                    

Ya! Tentu saja sekarang mereka sedang memperhatikan kami dan menganggap aku adalah cewek menel yang suka menggoda cowok-cowok ganteng dan kaya.

"Oke, lebih baik saya ke kelas sendiri deh. Oh ya, kalo mau berantem jangan disini, nggak enak banyak yang lihat." ucapku dengan nada setenang dan sesantai mungkin.

Akupun terkejut bisa berbicara seperti itu di depan puluhan pasang mata yang tentunya tak akan melewatkan tontonan gratis pagi ini. Aku berjalan lebih cepat ke kelas. Aku juga tak peduli apa yang akan mereka lakukan setelahnya. Di kelas, teman-temanku hanya memperhatikanku dan tidak ada yang berani bertanya apapun. Ternyata ucapan Juno masih berlaku hingga sekarang. Aku langsung menjatuhkan tubuhku di kursi sebelah Vio.

"Happy birthday my sunshine! I wish nothing but the best for you deh!" seruku yang langsung memeluknya.

"Sunshine? Oke gua tau kalo gua jomblo, tapi serius deh nggak perlu ucapan romantis gitu pagi-pagi. But, thank you so much! Lo yang pertama ngucapin, btw." balasnya yang aku balas dengan tawa.

"Tuhkan cuma dipanggil sunshine aja dibilang romantis. Dasar jomblo akut!" ledekku.

"Iya deh yang calon nggak jomblo lagi. Hmm, Lan, tadi..."

Belum sempat Vio melanjutkan ucapannya aaku langsung memotong, "Nggak perlu mikirin apapun, hari ini fokus ke party lo aja, oke?"

"Iya deh, eh nanti malam lo dateng, kan?"

"Insyaallah gua dateng, kalo nggak dateng ya berarti ada urusan penting..." godaku.

"Yah, Lan, pokoknya lo harus dateng! Gua nggak mau tau!"

Seharian ini aku hanya di kelas dan tak ingin melihat Juno ataupun Delvan ketika sedang membuat heboh anak satu sekolah. Sedangkan Vio sibuk memastikan tamu-tamunya hadir dengan dresscode yang sudah dia tentukan. Ketika bel pulang berbunyi, Vio langsung pulang karena ingin mempercantik dirinya untuk nanti malam. Tentunya tak lupa mengancamku agar datang, kalau tidak dia akan memusuhiku.

Sedangkan aku harus mengikuti rapat ekskul untuk pemilihan ketua baru. Setelah mengikuti rapat yang cukup membuatku bosan setengah mati, aku berjalan menuju gerbang dan tiba-tiba salah satu anggota ekskulku memanggil. Ya, aku sebenarnya tidak mengenalinya tapi aku tahu dari dasinya yang bergaris satu yang berarti dia seangkatan denganku.

"Bulan, lo dipanggil pembina tuh!" infonya.

"Ada apa ya? Udah sore nih!"

"Duh kurang tau tuh, Lan."

"Yaudahdeh, beliau dimana?"

"Di ruang musik lama. Yaudah gua duluan ya!"

Pembina ekskul majalah sekolah memintaku ke ruang musik? Aneh. Tapi aku tetap bergegas ke area belakang. Ruang musik yang sekarang tidak terlalu digunakan karena sekolah sudah membuat ruang musik baru yang jauh lebih besar. Pintu ruangan itu memang terbuka, jadi aku langsung masuk ke dalam. Ketika aku masuk, pintu ditutup. Aku mulai sadar bahwa ini jebakan. Renata dan Natasha. Mengapa aku jadi sebodoh ini?

Setelah memastikan pintu itu benar-benar di kunci, aku mencari HP-ku. Ternyata mereka lebih cerdik dari perkiraanku. HP-ku hilang, mungkin ketika aku izin ke toilet tadi mereka menyuruh orang untuk mengambil HP-ku. Aku hanya membawa satu alat komunikasi dan sekarang sudah lenyap. Selain itu mereka memilih tempat yang benar untuk menyekap orang, yaitu ruang musik. Ruangan yang dibuat kedap suara dan terletak di belakang sekolah. Penculik amatir yang pintar.

Setelah berdebat dengan pikiranku sendiri, aku mulai mencari apapun yang yang bisa kugunakan untuk membuka pintu ini. Dan baru kusadari ternyata tidak ada apapun selain alat musik lama yang tak terpakai di ruangan ini. Tiba-tiba lampu ruangan mati. Aku yang mengetahui bahwa listrik di seluruh penjuru sekolah akan mati pukul 18.00 langsung memastikan dengan melihat jam tanganku. Ruangan pun menjadi gelap gulita.

It's Not A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang