Sembilan

3.8K 241 2
                                    

Kukira setelah badai pergi, pelangi akan kembali memancarkan warna dan keindahannya. Tapi ternyata Tuhan masih menundanya, bagaimanapun aku harus tetap bersyukur, walaupun pelangi itu belum memancarkan warnanya, langit biru telah hadir menyejukkan. Ya, paling tidak kini aku telah memiliki keluarga yang menurutku sempurna.

Malam ini adalah hari kelima setelah hari pernikahan papa dan mama. Sejak hari itu, hampir setiap malam aku menyendiri di balkon kamarku. Terkadang Juno juga menemaniku. Yang aku maksud pelangi belum memancarkan warnanya yaitu karena setelah masalah keluarga yang aku hadapi, kini masalah di sekolah bermunculan. Tepatnya karena Juno memintaku untuk berpura-pura tetap menjadi adik kelas dan kakak kelas biasa agar seluruh siswa mengira bahwa Juno menyukaiku, hal yang menyebabkan aku terkena masalah bertubi-tubi.

Setelah kejadian Juno menungguku di koridor utama untuk menghadiri akad nikah papa dan mama di KUA, aku dan Juno menjadi topik perbincangan siswa satu sekolah. Gosip aku dan Juno berpacaranpun menyebar dengan cepat. Keesokan harinya, ketika aku menginjakkan kaki di sekolah hampir seluruh siswa, baik perempuan mauupun laki-laki memperhatikanku. Mulai dari pandangan iri hingga kagum terlihat jelas pagi itu.

Masalah pertama tentu saja mengenai gosip aku dan Juno yang berpacaran sehingga membuat hampir seluruh siswa se-antero sekolah menatap dengan tatapan iri san sinis setiap aku melewati koridor, kantin, dan tempat ramai lainnya.

Masalah kedua yaitu berhubung kelas Juno berada di gedung kelas 12 yang tentunya berbeda gedung denganku, Juno tidak mengetahui secara detail apa yang terjadi walaupun aku memang tidak berniat untuk memberitahunya.

Masalah ketiga yaitu setiap Juno mendekatiku di sekolah, keesokan harinya banyak kakak kelas yang mengintrogasiku bahkan ada yang mengancam. Dan yang paling parah adalah aku dikurung di toilet! Untungnya ada Vio yang menyadari bahwa aku tak kembali dari toilet dan akhirnya dia yang membukakan pintu toilet. Aku tahu yang melakukan itu adalah seniorku, dan feeling-ku mengatakan bahwa yang melakukan ini adalah Renata dan antek-anteknya. Jelas sekali Renata masih menyimpan dendam kepadaku, terutama karena Juno hampir mempermalukannya dihadapan semua juniornya ketika melabrakku di kantin.

Untuk masalah terakhir, aku tidak memberitahu Juno karena aku tidak ingin menimbulkan masalah baru untuknya. Untungnya Juno tidak mendengar masalah itu. Aku dapat menjamin bahwa Juno belum mengetahuinya, karena kalau Juno tahu dia akan memberikan perlakuan yang sama seperti yang aku alami dan hal itu belum terjadi hingga sekarang.

"Kok bulannya nggak seindah biasanya ya?" gumam kak Bintang yang tiba-tiba sudah berada di belakangku.

"Kak Bintang!" seruku, "kok disini?"

"Tadinya sih mau pergi, tapi waktu kakak keluar ngeliat bulan nggak seindah biasanya, nggak jadi deh perginya." sindirnya lagi.

"Bulan-nya biasa aja kok. Tetap bersinar, kan?" balasku dengan tawa seadanya.

"Bulan yang disana memang masih bersinar indah, tapi bulan yang disini mulai redup." jelasnya yang menunjuk bulan dan aku secara bergantian.

"Kakak tau kok masalah gosip di sekolah tentang kita dan tatapan cewek-cewek yang sinis ke kamu" lanjutnya, "yang harus kamu lakukan hanya menunjukkan kalau kamu itu cewek yang berbeda dengan cewek lain. Kamu nggak takut dengan itu semua."

Aku hanya diam. "Kalo ada masalah lainnya bilang ke kakak, jangan takut, nggak akan terjadi apapun kok. Trust me!"

Fiuh. Untunglah kak Bintang nggak mengetahui masalah lainnya. Batinku.

"Siap boss!" seruku.

"Mama dan papa kemana dek? Kok tadi kakak cari nggak ada?"

"Oh iya aku hampir lupa, tadi mama telepon aku kata mama kita harus ke resto Classical jam setengah 8, kak!"

"Untuk apa dek? Ini udah jam 7 lho."

"Nggak tau mama cuma bilang itu tadi."

"Yaudah kamu siap-siap ya, kakak tunggu di bawah. Jangan lama!" Balasnya yang mengacak rambutku.

Setelah kak Bintang keluar, aku mulai bersiap. Sekitar 15 menit kemudian aku menyusul kak Bintang yang sedang menggunakan headphone di ruang keluarga. Lalu kami berangkat. Berhubung ini malam minggu, kami tiba di resto agak telat karena macat. Kami langsung menghampiri papa dan mama di ruang VIP. Resto ini adalah salah satu resto papa, jadi kami sudah sering makan atau hanya sekedar berkunjung kesini.

Ketika masuk ternyata bukan hanya ada papa dan mama, ada satu keluarga lagi yang sedang dinner bersama mereka yang tidak kukenal. Kak Bintang yang awalnya biasa saja, ketika melihat keluarga itu menjadi bersemangat.

"Long time no see you, bro!" Kak Bintang langsung memeluk seorang cowok yang sepertinya seumuran dengan kak Bintang.

"Long time no see you too! Don't you miss me?" balasnya yang tertawa.

Setelah aku perhatikan sepertinya dia cowok Indo. Mungkin sekarang aku terlihat bodoh karena tidak mengenal mereka.

"Bintang, ajak adikmu duduk!" seru papa yang membubarkan lamunanku.

Aku dan kak Bintang duduk berhadapan dengan cowok Indo itu. Papa pun mulai menjelaskan siapa keluarga yang berada dihadapan kami ini. Ternyata mereka adalah keluarga Ferdinant. Om Ferdinant adalah sahabat papa sejak SMA. Lalu, om Ferdinant dan keluarganya pindah ke Singapura ketika istrinya mengandung anak mereka.

Om Ferdinant masih keturunan Jerman, jadi wajar saja anaknya Indo. Ketika papa memutuskan untuk pindah ke Singapura, mereka menjadi tetangga papa dan kak Bintang. Tante Jihan, yang tak lain adalah mama dari cowok Indo yang duduk dihadapan kak Bintang inilah yang membantu mengurus kak Bintang ketika di Singapura. Keluarga om Ferdinant ternyata sudah mengetahui secara detail masalah keluargaku. Mama dan tante Jihan juga sudah dekat karena mereka memang saling mengenal sebelum menikah.

"Arya, Reva, ini putri kalian yang kalian ceritakan itu?" tanya tante Jihan.

Mama hanya tersenyum dan mengangguk.

"Ternyata kamu lebih cantik daripada yang sering diceritakan orang tuamu, Bulan!" puji tante Jihan yang sedikit membuatku tersipu.

"Terima kasih, tante!" jawabku yang tersenyum.

"Oh ya, Bulan, kanalkan ini Delvan. Delvan Marcello Ferdinant. Dia anak tunggal om dan tante." jelas tante Jihan.

"Delvan, cowok cool dan The Mos Wanted Guy di sekolah. Kalo sama cewek dingin sedingin es. Sangat irit kalo lagi ngomong terutama sama cewek. Tapi bisa hangat sama orang-orang tertentu. Walaupun gitu tetep jahil, right?" penjelasan tambahan dari kak Bintang membuat kami semua tertawa. Sedangkan yang menjadi topik pembicaraan hanya menggerutu.

"Sudah, sudah," papa mencoba menghentikan, "Bintang, Bulan, keluarga om Ferdinant akan kembali ke Indonesia. Delvan juga akan satu sekolah dengan kalian. Walaupun Delvan fasih berbahasa Indonesia, dia belum pernah ke Indonesia selain Bali. So, you must help him, okay?"

"Siap boss! Pokoknya kalian tenang aja, Bulan dan Delvan nanti Bintang yang jagain!" balas kak Bintang semangat.

"Hey, I'm not your lil' brother, Bintang!" gerutu Delvan dengan menatap tajam kak Bintang yang membuat wajahnya terlihat semakin tegas, sedangkan yang ditatap hanya tertawa.

Lalu berhenti tertawa dan berkata, "Don't act like you're in school, Delvan. Just relax."

It's Not A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang