Seven : Badmood

390K 34.7K 7.6K
                                    

KOMEN TIAP PARAGRAF YA💕✨

><><><

Ketika ucapan itu terlepas dari bibir Sargas, air mata Anna langsung keluar, ia menangis. Refleks bertanya.

"Kenapa?" Anna masih terdiam, ia masih berada di posisinya yang masing di tahan Sargas, tangan Sargas melepaskan Anna, lalu gadis itu kembali ke asalnya dengan tangan yang masih menutupi wajahnya.

"Kenapa nangis?" Tanya Sargas lagi. Anna kesal di tanya seperti itu, seharusnya cowok di depannya ini sudah mengerti kenapa ia menangis dan kenapa ia bisa menangis. Menyebalkan memang, tapi Anna yang lemah ini bisa apa kalau tidak nangis dan mengangguk?

"Anna, ada yang salah sama ucapan gue tadi?" Anna menggeleng pelan.

"Terus lo kenapa nangis?" Anna menelan salivanya dan mencoba menghapus air matanya.

"Anna mau PMS, Kak." Sargas menaikkan sebelah alisnya. Melihat itu dengan cepat gadis itu menjelaskan sebelum Sargas bersuara.

"Jadi Anna kalo mau PMS, mudah nangis," entahlah, dia memang lihai berbohong. Setidaknya untuk tidak di curigai oleh Sargas. Bahaya, jika saja ia berkata jujur bahwa "aku nangis karna kesel sama kakak", bisa-bisa Sargas akan berulah lagi.

"Oh," hanya itu yang keluar dari mulut lelaki itu. Anna menghembuskan nafasnya lalu menoleh tanpa menatap Sargas.

"Anna masuk dulu, Kak."

"Inget," ucap Sargas membuat Anna terdiam sejenak.

"Inget apa, Kak?"

"Gue suka lo," ujar Sargas tanpa melihat ke Anna, Anna menghela nafasnya.

"Iya," setelah menjawab ia langsung keluar pintu mobil dan segera masuk ke dalam rumahnya. Jujur, Anna sakit ketika kata-kata itu keluar dari mulut seorang Sargas. Suka? Menyukainya? Fu*king bullshit, right? Mau dikemanakan Sara?

Bisa di simpulkan, semua cowok itu berengsek. Anna berdecih pelan lalu ia membuka pintu rumah dan sepi, sangat sepi, dan parahnya dia baru teringat ibunya sedang tidak ada di rumah. Dia harus tinggal sendiri selama seminggu, Anna berharap ia mempunyai kakak atau bahkan adik, tapi Audina hanya punya satu anak yaitu dirinya.

Anna masuk ke dalam kamarnya lalu meletakkan tasnya di atas meja, ia dengan segera menyalakan kipas anginnya, rasanya benar-benar panas. Tidak seperti saat ia berada di apartment Bian atau pun Sargas, dingin dan nyaman. Ya ampun, Anna mulai mengkhayal yang tidak berguna, kenapa dia jadi kepikiran kesana?

Gadis itu perlahan membuka kancing bajunya dan menyisakan tanktopnya berwarna putih dan rok abunya. Saat Anna hendak membuka roknya, suara ponselnya yang berdering membuatnya mengurungkan niatnya untuk melepas rok, Anna dengan segera bergegas mengangkat telpon dari seseorang tersebut.

"Halo?"

"Anna," suara Bian, Anna jelas tahu itu suara Bian. Mata Anna yang sejenak melotot kembali datar, lalu berdeham pelan.

"Iya ini Anna," jawabnya.

"Maafin gue ya tadi."

"Iya, nggak apa-apa."

"Lo gak nungguin kan?" Anna tersenyum kecut mendengar pertanyaan tersebut.

Kamu pikir aku berani gak nungguin kamu di saat aku denger kamu negasin bahwa aku harus pulang sama kamu, setidaknya mikir lah sedikit, batin Anna berucap.

"Anna?"

"Enggak, aku nggak nungguin, Kak."

"Baguslah," bagus untukmu, tidak untukku, astaga, Anna rasanya ingin menangis. Kenapa ia harus menghadapi cowok yang pesonanya menghancurkan pertahanannya. Dia tidak bisa menolak dan tidak bisa menerima, dia harus apa?

ANNA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang