Gerimis Di Halte
***
Kini, Yuna tengah berada di halte dekat sekolahnya, menunggu bus untuk pulang. Junyi yang menjabat sebagai ketua OSIS di Beijing No. 32 High School sedang mengadakan rapat di sekolah mengenai pergantian ketua OSIS dan para anggotanya. Karena itu, Yuna terpaksa harus pulang sendiri agar tidak menunggu terlalu lama.
Yuna melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul lima lewat lima belas. Artinya, sudah satu jam ia menunggu busnya.
Cukup! Sekarang langit sore sudah mulai menggelap. Hampir dua jam Zhang Yuna menunggu bus sialan yang tak kunjung lewat.
Dengan langkah kesal, Yuna berjalan menuju sekolahnya. Berharap agar Junyi masih di sana.
Ya! Pasti Kak Junyi belum pulang. Yuna mencoba menguatkan hatinya.
Dan sekarang, lihatlah! Seorang penjaga sekolah tengah menutup gerbangnya. Yuna berseru, "Pak! Kok ditutup?"
"Loh, kenapa? Memang seharusnya seperti ini, 'kan? Kamu sendiri kenapa masih di sini? Ada yang tertinggal?"
Yuna mengerutkan keningnya was-was. "Bapak tahu OSIS yang sedang mengadakan rapat di sekolah? Masih ada, 'kan?"
"Sudah pulang dari lima belas menit lalu. Ada apa, ya?"
Yuna memerosotkan bahunya lesu. "Yaudah Pak, saya pergi dulu."
Yuna kembali ke halte tadi. Dia kembali menunggu bus. Matahari sudah kembali ke peraduannya lima menit lalu. Angin malam mulai berhembus menyibakkan anak rambut Yuna yang tak ikut terikat.
"Eh!" Yuna baru teringat, dia 'kan punya ponsel! Dengan segera, ia merogoh tas untuk mengambil benda pipih tersebut.
Yuna berdecak kesal saat mengetahui ponselnya mati.
"Ponsel sialan! Bus sialan! Halte sialan! Kakak sialan! Sekolah sialan! Pak satpam sialan! Jalan sialan! Ang—argh! Semuanya sialan!" Yuna meremas ponselnya sebal.
Angin malam semakin menusuk tulang. Tanpa di duga, gerimis datang menambah kekesalan Yuna yang tengah berpikir resah.
Yuna akhirnya memutuskan berjalan kaki untuk pulang kerumahnya. Tidak jauh, jaraknya hanya sekitar tujuh kilometer dari sekolah. Tapi jika dipikir kembali, Yuna tentu akan merasa kelelahan jika benar-benar melancarkan aksinya. Berjalan tujuh kilometer, huh?!
Tubuh Yuna terangkat dari bangku halte. Dengan perlahan, tapi pasti kaki-kakinya melangkah ke jalan disertai rintikan gerimis yang berjatuhan dari langit. Ia memutuskan untuk pergi ke seberang jalan.
Tepat! Sekarang Yuna sedang berada di tengah-tengah jalan, sebuah motor melaju dengan kencang menembus gerimis dan sialnya arahnya tertuju pada gadis dengan model poni see-through itu.
Yuna menyadari ada sorot lampu dari arah belakang. Suara motor yang terdengar berisik ikut menyadarkan dirinya. Yuna membalikan badannya, kejadian itu berlangsung cepat sekali. Sampai-sampai, Zhang Yuna tak dapat berlari, seolah-olah terpaku—benar-benar berat sekali untuk mengangkat kakinya.
Baru saja, dia melihat pengendara motor membanting stir dan menabrakkan motornya ke arah lain. Beruntungnya orang itu segera melompat ke arah jalan. Benar-benar tindakan yang cepat dan tepat. Namun, meski begitu dia tetap terlihat memegangi sikunya, meringis kesakitan. Dia terjatuh di depan Yuna yang hanya menyisakan jarak kurang
dari dua meter. Nyaris! Motornya pun terseret beberapa meter di belakang tubuh Yuna.Matanya menatap kosong. Dadanya bergemuruh. Hujan gerimis mulai membasahi tubuhnya. Hingga suara ringisan tertahan berhasil menyadarkan Zhang Yuna.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Pair of Destiny
FanfictionKehidupan baru Zhang Yuna di kota Beijing tak semulus yang dibayangkan. Apalagi ketika ia terlibat masalah dengan He Xinlong. Sebuah problema yang timbul akibat keterdiaman Yuna. Namun, diantara cerita-cerita hidup menyebalkan itu Yuna bertemu denga...