Ketakutan
***
"Ayo dong ...."
"Ya? Ya?"
Sudah satu jam lebih Junyi merengek tidak jelas. Dia duduk—ekhem, lebih tepatnya ngesotin kaki Yuna yang duduk di kursi, depan meja belajar.
"Ayo ..." Lagi, untuk yang entah kesekian kalinya Junyi menarik kaki Yuna, tapi anehnya sang empu sama sekali tak bergerak. Masih diam dengan posisi nyamannya.
Jangan heran jika Yuna bersikap seperti itu. Kali ini alasannya benar-benar konyol—tentu ini hanya menurut pemikiran Zhang Yuna—Junyi dengan muka entengnya meminta Yuna untuk di temani ke pestanya Jiali, teman Junyi.
Katanya ... ini katanya loh, katanya yang boleh datang hanya orang yang membawa pasangan. Junyi yang sedang tidak ada teman, pun akhirnya memilih Yuna.
Hei, mari kita ingat. Junyi hanya tidak ingin melewatkan acara makan gratis. Oke?
Tentu dan jelas Yuna tidak mau ikut. Itu menguntungkan satu pihak dan ini terlihat aneh.
Itu mau ngadain pesta atau mau ngadain kontes pasangan terbaik? Suka heran, kenapa orang tuannya setuju-setuju aja, gitu? —Yuna
Well ... walaupun pasangan yang dimaksud itu bukan pacar, melainkan teman ataupun saudara. Tapi, tetap saja Yuna merasa aneh.
Toh sebenarnya kalaupun bukan itu alasannya, Yuna tetap tidak akan pergi. Hanya satu kata yang ada di otaknya, 'Males!'
"Yuna ...."
Terdengar, Yuna menghela napas. "Udah bilang, 'kan? Apa Kakak gak ngerti bahasa manusia?"
Junyi mencibir, "Ini Kakak kamu, Yuna."
Hello ....
H-e-l-l-o!
Kemana-mana—meskipun kadang sikapnya tidak biasa terhadap Junyi—Yuna juga tahu keleees kalau Junyi itu kakaknya. Memang harus di jelaskan lagi, begitu?
Dengan alis mengernyit, Yuna menoleh. "Ya terus?"
"Ya, kamu ngomong gitu kayak kesanya tuh, kamu itu—"
"Udah lah. Dibilang gak mau, ya gak mau."
Yuna beranjak dari duduknya. Lalu, beralih duduk di ranjang. Yang tentunya diikuti oleh sang kakak.
"Tega banget. Kamu tau kan, kalau Jierui gak ada. Masa Kakak harus—"
"Gak peduli."
Junyi berdecak kesal. Dia menghentakkan kaki kemudian lari ke balkon. "Kalau gak mau Kakak loncat, nih!"
Wih! Mainnya ngancem, guys.
Yuna mencebik, "Emang berani? Loncat aja, sana! Gak bakal ngaruh juga. Paling cuma patah tulang."
Junyi jadi ngeri sendiri. Dia melangkah, kembali mendekat ke Yuna. Dia pun kembali berdesis-desis tidak jelas.
"Yuna ...."
Junyi merengek lagi. Sampai-sampai, terkadang Yuna merasa heran. Sebenernya di sini siapa yang adik siapa yang kakak, sih?
"Nanti Kakak beliin boneka yang banyak, loh ...."
Bukan. Itu bukan bujukan, melainkan sebuah ancaman. Sepertinya Junyi sangat suka mengancam, ya?
"Hayo ... loh ...."
Ya, Junyi selalu tahu kalau adik kesayangannya itu tidak suka—bahkan mendekati benci—dengan yang namanya 'boneka'. Jika Junyi benar-benar membeli banyak boneka, tentu bukan? Itu akan menjadi ancaman bagi adiknya yang tak lain adalah Zhang Yuna. Gadis itu, mana pernah menyukai yang namanya boneka? Kecualikan saja yang dulu, saat—
KAMU SEDANG MEMBACA
A Pair of Destiny
FanfictionKehidupan baru Zhang Yuna di kota Beijing tak semulus yang dibayangkan. Apalagi ketika ia terlibat masalah dengan He Xinlong. Sebuah problema yang timbul akibat keterdiaman Yuna. Namun, diantara cerita-cerita hidup menyebalkan itu Yuna bertemu denga...